Oleh: Muhaimin Iqbal
Semua orang yang tinggal atau bekerja di Jakarta tahu dua problem terbesar Jakarta adalah kemacetan dan banjir. Tahun silih berganti dan gubernur-nya pun berganti, tetapi akankah dua problem besar tersebut bisa diatasi ? Kalau pertanyaan ini dijadikan pertanyaan survey, kita bisa menduga hasilnya – mayoritas orang Jakarta akan berpendapat tidak bisa diatasi – paling tidak dalam waktu dekat. Saya sendiri melihat problem itu mungkin bisa diatasi. Oleh siapa ?, bukan oleh pemerintah atau gubenurnya tetapi oleh penduduk Jakarta sendiri.
Gubernur
hanya menjabat lima tahun atau kalau dipilih lagi menjadi sepuluh
tahun, tetapi bila Anda bekerja atau tinggal di Jakarta – Anda
berkepentingan dengan segala problem Jakarta selama puluhan tahun atau
bahkan seumur hidup Anda. Jadi Anda harus menjadi bagian solusi dari
problem Anda sendiri, bukan bagian dari masalahnya.
Lantas bagaimana Anda bisa menjadi bagian dari solusi itu ?
Terinspirasi oleh saking yakinnya ulama dahulu dengan Al-Qur’an sebagai jawaban atas segala masalah – tibyaanal likulli syai’
(QS 16:89)- sampai-sampai bila mereka kehilangan cemetipun mencarinya
di Al-Qur’an, maka saya mencoba mencari jawaban dua masalah besar
Jakarta tersebut di atas juga di Al-Qur’an.
Di antaranya saya mentadaburi ayat “…wa ta’aawanuu ‘alal birri wattaqwaa…” atau “…bertolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa…”(QS
5:2). Bagaimana aplikasi ayat ini dalam menjawab dua problem terbesar
Jakarta tersebut ?. Berikut kurang lebih solusi berbasis Ta’aawun itu.
Untuk
kemacetan Jakarta yang ditimbulkan oleh berlebihannya kendaraan
bermotor, ide Jokowi untuk memangkas lalu lintas menjadi separuhnya
dengan peraturan ganjil genap dapat menjadi langkah awal yang baik.
Tetapi langkah ini saja tidak cukup.
Langkah
ini harus diikuti oleh perubahan sikap masyarakat Jakarta sendiri untuk
menjadikan dirinya bagian dari solusi dan bukan bagian dari masalah.
Bila tidak ada perubahan sikap ini, segala peraturan akan dicari jalan
untuk mengakalinya. Yang kaya akan membeli mobil/motor lagi dengan nomor
yang berbeda , yang tidak terlalu kaya akan ngakali plat nomornya saja
dlsb.
Peluangnya
adalah bila peraturan tersebut dijadikan momentum untuk memperbaiki
sikap masyarakat Jakarta sendiri dari sikap mementingkan diri sendiri
menjadi peduli pada kepentingan bersama.
Peraturan ganjil genap bisa menjadi Tipping Point – titik didih perubahan dari masyarakat yang egois menjadi masyarakat yang care and share, peduli dan berbagi. Masyarakat yang saling tolong menolong dalam kebajikan.
Ketika hari genap berlaku, yang mobilnya bernomor
genap mau berbagi dengan yang nomornya ganjil dan sebaliknya. Tetapi
dimana kita bisa menemukan teman untuk berbagi ini ? teman yang aman,
yang bisa diajak ber-ta’aawun ?. Ini jaman teknologi ! ayo berdayakan
teknologi untuk solusi.
Dengan menulis status di jejaring Anda, “mobil saya genap, hari ini rute saya dari sini ke sini dst…, siapa mau berbagi ?”.
Besar kemungkinan tawaran Anda ini sudah akan direspon oleh teman-teman
Anda. Yang respon-pun mugkin bukan hanya satu teman, tetapi sejumlah
teman sampai mobil Anda penuh !.
Bayangkan
bila solusi ini mewabah, maka berkurangnya lalu lintas kendaraan di
Jakarta bisa lebih dari yang dibayangkan Jokowi !. Empat lima orang yang
selama ini naik mobil sendiri-sendiri, dengan cara ini mereka suka rela
berbagi dengan teman-teman yang mereka pilih sendiri – dalam satu
mobil.
Apa
mau orang berbagi ? disitulah masalahnya. Yang ingin menjadikan dirinya
bagian dari solusi, insyaallah mau bersusah payah berbagi. Yang tidak
ingin menjadi solusi, yang beranggapan solusi harus datang dari
pemerintah atau orang lain, maka dia akan mencari jalan untuk mengakali
peraturan.
Untuk
teknologi berbagi itu kini sudah sangat luas ada di masyarakat yaitu
situs-situs jejaring sosial standard yang tinggal pakai. Selain yang
standard inipun, proyek yang tiga bulan lalu saya kompetisikan di situs
ini O-JEX kini
juga sudah mulai pada tahapan pengerjaan – insyaAllah akan menambah
satu lagi instrument untuk memfasilitasi saling berbagi, ber-ta’aawun
memecahkan masalah kemacetan ini.
Untuk
banjir apa solusinya ?, sama dengan Ta’aawun juga. Waktunya masyarakat
disadarkan bahwa banjir hanya bisa diatasi bila masyarakat terlibat
aktif dalam berpartisipasi mencegah banjir. Bukan hanya disiplin dalam
menjaga agar tidak membuang sampah di tempat sembarangan dlsb. tetapi
juga terlibat dalam pendanaan project-project pencegahan banjir.
Jakarta
butuh waduk-waduk penampungan, saluran-saluran pemecah konsentrasi air.
Saluran-saluran penyaluran air yang melebihi debit normalnya di kala
hujan lebat dlsb. Para insinyur Jakarta insyaAllah mampu untuk
memikirkan seluruh solusi tersebut, tetapi dari mana dananya ?
Disitulah
dana Ta’aawun dapat berperan. Kemampuan pemerintah untuk membangun
project-project pencegahan banjir ini bisa jadi terbatas, sehingga
masalah banjir terakselerasi lebih cepat dari solusi yang dibangun
pemerintah.
Maka pemerintah sangat bisa melibatkan seluruh masyarakat Jakarta untuk mendanai bareng project-project pencegahan banjir itu.
Caranya
adalah dengan mengumpulkan dana masyarakat yang besar kecilnya
disesuaikan dengan nilai asset dan lokasi atau tingkat resiko banjir
yang dihadapi. Dana ini akan besar, tetapi dihitung sedemikian rupa
sehingga tidak lebih besar dari kerugian masyarakat yang ditimbulkan
oleh banjir – bila banjir tersebut tidak di cegah.
Cara
pengumpulan dana ta’aawun bisa dilakukan dengan membuat peraturan
daerah yang mewajibkan masyarakat untuk ikut program ta’aawun – semacam
wajib asuransi bangunan, tetapi harus disesuaikan dengan ketentuan
syariah.
Dengan
konsep ta’aawun ini masyarakat Jakarta yang tinggal di daerah bebas
banjir-pun ikut berkontribusi mencegah banjir – meskipun dengan dana
ta’aawun yang lebih rendah dari mereka yang memang tinggal di daerah
banjir. Meskipun daerah mereka tidak banjir, kalau wilayah lainnya dari
Jakarta terendam banjir – aktivitas mereka toh terganggu – jadi relevan
untuk melibatkan seluruh penduduk Jakarta berkontribusi dalam dana
ta’aawun banjir ini.
Lantas
apa benefit yang diperoleh masyarakat agar mereka mau berkontribusi
mahal dalam mengatasi banjir ini ?. Pertama dengan project-project
pencegahan banjir yang didanai secara masal oleh masyarakat ini, banjir
insyaAllah bisa nantinya bener-bener dicegah.
Selama
project-project ini belum efektif benar mencegah banjir sepenuhnya,
masyarakat yang masih mengalami kerugian karena banjir – mendapatkan
penggantian kerugian dari sebagian dana ta’aawun tersebut yang dikelola
untuk men-cover resiko dengan proteksi takaful, re-takaful dlsb.
Dengan
melibatkan jaringan takaful (asuransi syariah) dan re-akaful
(re-asuransi syariah) yang bersifat global, maka mitigasi resiko banjir
akan menyebar luas ke seluruh penjuru dunia sehingga secara tidak
langsung terjadi ta’aawun yang bersifat global. Dengan system ini
masalah yang berat menjadi ringan karena dipikul bersama oleh seluruh
masyarakat baik yang berkepentingan langsung dengan Jakarta, maupun
masyarakat dunia yang mau berta’aawun mengatasi masalah yang serupa.
Kami
beserta development team kami insyaAllah siap dengan konsep detilnya,
bila Ada pihak yang ingin merespon ide ini secara lebih jauh menuju
tahap implementasinya di lapangan.
Dapatkah
ide tersebut bener-bener diimplemantsikan di Jakarta ?, jawabannya
tergantung kita masyarakat Jakarta sendiri. Apakah kita akan menjadi
bagian dari solusi itu atau tetap puas menjadi bagian dari masalah,
apakah kita menerima status quo bahwa Jakarta identik dengan
kemacetan dan banjir atau kita yakin bisa merubahnya, apakah kita merasa
bahwa kepentingan untuk mengatasi masalah itu kepentingan kita atau
urusan pemerintah atau orang lain dst.
Intinya
jawaban itu ada di kita, bila kita yakin itu bisa dan rela berbuat
untuk mewujudkannya – maka insyaAllah kita-pun bisa ! Ingat ini bila
Anda lagi terjebak di kemacetan Jakarta atau terjebak dalam banjir…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar