Uni Lanx - Universal Unit of Account – Timbangan Yang Adil…

Kamis, 27 Desember 2012
Oleh: Muhaimin Iqbal
Ketika Byzantine atau Romawi Timur memperkenalkan uang emas Denarius sekitar dua abad sebelum Masehi, saat itu dunia belum mengenal system angka decimal. System angka decimal baru diperkenalkan ke dunia oleh ahli ilmu hitung Islam Muhammad ibn Musa Al-Khwarithmi sekitar seribu tahun kemudian yaitu di abad ke 9 Masehi. Dari nama Al-Khwarithmi inilah kemudian muncul system angka nol dan algoritma yang banyak digunakan di dunia pemrograman komputer hingga kini.


Ketika ketetapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – kemudian menggunakan Dinar (nama yang digunakan di Islam, nama yang juga disebutkan di Al-Qur’an), saat itupun system angka decimal belum dikenal. Sehingga pembagian pecahan masih terbatas ½, ¼, 1/6, 1/8 dst.

Karena keterbatasan pecahan Dinar ini, penggunaan Dinar saat itu juga masih terbatas. Dinar lebih banyak digunakan untuk transaksi-transaksi yang bernilai besar – atau dalam bahasa ekonomi sekarang adalah transaksi barang modal atau transaksi komersial. Sedangkan yang digunakan untuk transaksi barang konsumsi adalah Dirham, Daniq (1/6 Dirham) dan kemudian juga fulus – yaitu alat tukar selain emas (Dinar) dan perak (Dirham).

Selama beberapa abad kemudian, banyak terjadi debasement atau penurunan nilai/kadar emas dalam Dinar atau perak dalam Dirham, fulus-pun dicetak para penguasa secara tidak terkendali sehingga masyarakat banyak dirugikan oleh penurunan daya beli – yang sekarang kita sebut inflasi.

Maka di akhir abad 11 M sampai awal abad 12 M, ulama besar yang hidup saat itu yang dikenal dengan panggilan Hujjatul Islam Muhammad Al-Ghazali, banyak mengajak umat untuk kembali ke Islam yang benar. Berbagai ilmu ke-Islaman dia tulis dan salah satu yang paling terkenal adalah Ihya’u Ulumuddin atau Menghidupkan (Kembali) Ilmu Agama.

Kitab ini sangat luas bahasannya, termasuk di antaranya adalah upaya Al-Ghazali untuk mengajak masyarakat untuk kembali pada timbangan muamalah yang adil yaitu emas (Dinar) dan perak (Dirham). Berikut adalah cuplikan pemikiran Al-Ghazali yang diambil dari penafsiran Mufti Taqi Uthmani (Chairman of Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions, AAOIFI Bahrain – rujukan utama lembaga-lembaga keuangan Islam di seluruh dunia saat ini).

Penciptaan Dirham dan Dinar adalah berkah dari Allah, dia seperti batu yang tidak berguna tetapi semua orang membutuhkannya. Manusia membutuhkan banyak hal untuk makan, pakaian dlsb. yang tidak dimiliki/diproduksinya sendiri. Oleh karenanya diperlukan perdagangan yang tidak bisa dihindari.

Tetapi harus ada alat ukur yang dengannya harga-harga ditentukan. Oleh karenanya diperlukanlah perantara untuk menghakimi nilai secara adil. Allah yang Maha Besar telah menjadikan Dirham dan Dinar sebagai hakim dan perantara itu – agar semua barang-brang dan objek perdagangan dapat diukur dengannya.

Dibutuhkan keberadaan sesuatu yang nampaknya tidak berarti apa-apa tetapi sesungguhnya semua membutuhkannya. Sesuatu yang seperti cermin, yang dirinya sendiri tidak berwarna tetapi dia bisa menampilkan semua warna…”.

Kita sekarang hidup di jaman teknologi tinggi, jaman ketika program komputer yang perkembangannya begitu pesat setelah diilhami oleh temuan angka nol, system angka decimal dan algoritma (cara berhitung tahap demi tahap) -nya Muhammad Al-Khwarithmi. Tugas kita adalah meneruskan karya dan keunggulan Ilmu-Ilmu Islam itu untuk maslahat umat sesuai jamannya.

Dalam hal perdagangan dan keuangan yang umat ini kini terpuruk dan terperdaya oleh umat yang lain, insyaAllah kita bisa kembali unggul manakala kita bisa benar-benar kembali kepada system yang memang dahulu sudah membuat umat ini unggul.

Berangkat dari ketetapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam penggunaan Dinar dan Dirham baik untuk muamalah maupun untuk pelaksanaan beberapa ketentuan syariat, kemudian dilanjutkan dengan temuan system angka decimal-nya Al-Khwarithmi dan yang terakhir peringatan Al-Ghazali untuk kembali menggunakan Dinar dan Dirham sebagai timbangan/hakim yang adil dalam penilaian barang-barang kebutuhan manusia – maka kita seharusnya sudah bisa benar-benar mewujudkan timbangan/hakim yang adil itu untuk jaman ultra modern saat ini.

Dinar bukan lagi hanya untuk menimbang nilai (unit of account) barang-barang modal atau barang yang nilainya besar, Dinar kini bisa dipakai untuk menimbang nilai barang-barang yang bernilai sangat kecil sekalipun. Pencatatan pecahan decimal Dinar yang kita bisa buat sampai 1 ¢¢ atau 1/10,000 Dinar atau 0.000425 gram emas, cukup untuk menilai secara adil barang-barang kebutuhan kita sehari-hari.

Dengan timbangan yang adil ini pula nilai 1 ¢¢ Dinar atau saya sebut satu point dapat kita trace back sampai puluhan tahun kebelakang seperti table disamping. Ini akan memudahkan Anda menyelesaikan hutang-hutang yang belum Anda bayar atau pinjaman orang tua Anda yang perlu dibayar saat ini. Saya berikan juga dalam bentuk grafiknya dibawah, untuk menggambarkan betapa rusaknya daya beli uang kertas dalam dasawarsa terakhir – mengingatkan kita pentingnya untuk segera menggunakan timbangan yang adil itu.

Bila 25 tahun lalu Anda berhutang sama ibu kost senilai Rp10,000,- misalnya; berapa nilainya bila Anda akan bayar sekarang ? table point tersebut menjadi sangat berguna. 25 tahun lalu (1987) 1 point setara Rp 10.85 , Rp 10,000 setara 922 point. Dikonversikan ke nilai sekarang menjadi Rp 202,876,-.

Karena nilai point ini dikaitkan langsung dengan nilai emas dunia, maka point ini berlaku secara universal di seluruh dunia. Karena dia mewakili nilai emas – maka dia kebal terhadap inflasi. Harga bisa naik atau turun karena supply and demand yang merupakan fitrah pasar, tetapi bukan karena inflasi.

Karena tidak tergerus oleh inflasi, maka satuan Dinar untuk barang modal (barang yang nilainya besar) atau pecahannya berupa point (untuk barang-barang kebutuhan konsumsi sehari-hari) insyaallah akan dapat dipakai sepanjang masa – tidak meluruh oleh waktu.

Dengan karakter yang berlaku di mana saja dan kapan saja ini, maka hanya Dinar (juga Dirham) atau pecahannya yang bisa disebut sebagai universal unit of account atau dalam bahasa latinnya disebut Uni Lanx – satu penilai. 

Dengan universal unit of account atau Uni Lanx yang kita sebut timbangan yang adil berupa Dinar atau pecahannya ini, insyaallah kita akan punya kembali pegangan nilai yang bersifat universal, berlaku dimana saja dan kapan saja.

Yang perlu diingat adalah bahwa untuk system penilaian (unit of account) kita sudah bisa sepenuhnya menggunakan timbangan yang adil berupa Dinar atau pecahannya ini. Tetapi untuk alat tukar dalam bertransaksi sehari-hari (medium of exchange), kita tidak harus memaksakan penggunaan Dinar atau pecahannya bila memang belum memungkinkan saat ini.


Ketika Dinar dan Dirham digunakan pada jamannya-pun, ada pula sejumlah instrument lain untuk pembayaran yang syah digunakan di wilayah-wilayah Islam di masa kejayaannya. Instrumen pembayaran tersebut antara lain meliputi fulus (alat tukar selain emas dan perak), Sukuk ( menjadi cek di jaman ini) dan safatij (menjadi bill of lading di jaman ini).

Sebagaimana kaidah ‘kalau belum bisa digunakan semua jangan ditinggalkan semuanya’, maka dua dari tiga fungsi uang itu kini bisa diterapkan dengan sempurna oleh Dinar, Dirham maupun pecahannya. Dua fungsi  itu adalah store of value dan unit of account.

Fungsi ke tiga dari uang yaitu medium of exchange terkait dengan peraturan per-undang-undangan yang berlaku setempat, apa boleh buat – yang inipun kita harus ikuti, soalnya kalau tidak – lantas dengan apa kita berjual beli sehari-hari ?. Be reasonable !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar