Oleh: Muhaimin Iqbal
Kita sudah sering mendengar istilah Industri Kreatif - karena bahkan di negeri ini diurusi oleh seorang menteri. Sebenarnya kita juga sangat butuh kreatifitas di bidang lainnya khususnya perdagangan, maka dalam konteks inilah saya memperkenalkan istilah Perdagangan Kreatif. Yang diperdagangkan bisa jadi hal-hal yang biasa saja, seperti kebutuhan sehari-hari, sembako dlsb, tetapi dilakukan dengan cara yang kreatif.
Bila
kreatif itu didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan ide-ide
orisinal yang baru yang belum pernah ada atau terpikirkan oleh orang
lain sebelumnya, maka inilah yang kita butuhkan untuk menyelesaikan
berbagai persoalan kita – seperti dalam perdagangan yang saat ini umat
yang mayoritas masih terperdaya oleh yang minoritas.
Selama
ini manusia modern beranggapan bahwa perdagangan yang paling efisien
adalah perdagangan dengan menggunakan uang – khususnya uang kertas.
Padahal perdagangan dengan uang kertas memang mudah, tetapi bukan
berarti efisien.
Dengan
uang mayoritas masyarakat membeli barang-barang kebutuhannya dengan
harga penuh dari para produsen atau jaringannya. Uang yang diperolehnya
dari sekali proses kerja keras, tersedot dengan mudah oleh para
produsen.
Semakin besar si produsen bisa meng-create value dari proses produksi dan jaringan perdagangannya,
semakin mudah pula produsen tersebut menyedot uang masyarakat
sebanyak-banyaknya. Dari sinilah muncul insentif bagi para pemodal besar
untuk terus memperbesar jaringan produksinya, sekaligus juga menguasai
jaringan perdagangannya.
Anda
bisa lihat dampaknya pada sektor retail yang ada di sekitar Anda.
Kunjungi outlet-outlet dari dua nama besar di jaringan retail negeri ini
yang sudah masuk sampai ke pelosok-pelosok negeri. Perhatikan
produk-produknya, maka Anda akan tahu betapa besar mereka menguasai
sektor produksi dan jaringan perdagangannya itu.
Lantas bagaimana kita memperbaikinya, agar proses value creation terjadi di masyarakat luas sehingga kemakmuran juga lebih merata ? Disitulah diperlukannya Perdagangan Kreatif itu.
Untungnya
proses kreatif itu tidak harus melibatkan modal yang besar, bahkan bisa
dilakukan oleh masyarakat yang tanpa modal sekalipun. Dengan proses
kreatif ini masyarakat berada pada garis start yang sama dengan para konglomerat, sehingga masyarakat memiliki peluang yang sama dengan mereka.
Kita
bisa lihat contohnya dengan yang sudah terjadi di Industri Kreatif
seperti software, game, permainan, karya seni, kerajinan dlsb. banyak
pemain baru, muda dan sukses di Industri Kreatif ini. Maka insyaallah peluang yang sama dengan Industri Kreatif ini akan muncul di dunia Perdagangan Kreatif.
Untuk mudahnya dipahami bagimana Perdagangan Kreatif ini beroperasi, saya berikan contoh kasus berikut :
Dua
jenis kebutuhan barang dan jasa yang sangat umum sampai di
pelosok-pelosok Nusantara saat ini adalah beras dan pulsa. Untuk
meningkatkan kemakmuran rakyat, seorang Walikota hendak memakmurkan
rakyatnya dengan mensubsidi harga beras – tetapi APBD dia cekak,
sehingga tidak mungkin melakukannya dengan APBD. Sambil menurunkan harga
beras, pak Walikota juga ingin ekonomi di daerahnya dapat berputar
lebih cepat, sehingga menjadi mesin kemakmuran berikutnya.
Maka dia hendak melakukannya dengan cara kreatif, yaitu me-leverage ruang-ruang publik strategis untuk tempat iklan dari operator telepon seluler yang iklan-iklannya memang sudah sampai ke pelosok.
Bagaimana
cara ini bisa menurunkan harga beras dan memutar ekonomi setempat ?.
Hal demikian tidak bisa dilakukan melalui perdagangan konvensional yang
menggunakan uang sebagai medium of exchange-nya. Yang bisa adalah bila dia menggunakan Barter Modern atau yang saya sebut Perdagangan Kreatif ini.
Dalam Barter Modern atau Perdagangan Kreatif, medium of exchange tidak harus berupa uang !. Medium of exchange bisa menggunakan barang atau jasa, nilai tambah atau kombinasi-kombinasinya termasuk kombinasinya dengan uang.
Untuk solusi dalam contoh kasus tersebut diatas, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Pak
Walikota mem-barter tempat-tempat strategis di kotanya untuk ber-iklan
operator telekomunikasi seluler yang mau terlibat dalam program ini.
2) Sebagai
insentif pada para operator, mereka hanya perlu membayar tunai seluruh
biaya iklannya sebesar 50% sedangkan yang 50% sisanya dibayar dengan
pulsa.
3) Pembayaran
50% tunai tersebut adalah cukup untuk menjadi pendapatan daerah,
pembayaran pulsa yang 50% dapat dijual murah kepada masyarakat sebagai
subsidi. Berapapun dijual pulsa ini ke masyarakat tidak masalah karena
toh wajar saja Kotamadya memberi subsidi pada masyarakatnya. Misalnya
pulsa Rp 100,000,- dijual Rp 50,000,- maka masyarakat sudah akan berebut
membelinya – dan pemda tidak susah-susah untuk jualan pulsa.
4) Pada
saat yang bersamaan diundang pedagang beras yang se-visi di kota itu.
Pedagang ini diminta menjual beras pada harga yang normal saja, misalnya
Rp 7,500,- per kg. Tetapi dia diminta mau menerima pembayarannya dengan
pulsa !.
5) Maka
apa yang terjadi ?, dengan pulsa Rp 100,000,- masyarakat bisa membeli
beras sebanyak 13.33 kg @ Rp 7,500/kg. Padahal pulsa Rp 100,000,- yang
mereka gunakan untuk membayar beras tersebut biaya
perolehannya hanya Rp 50,000,-. Dengan kata lain masyarakat bisa
membeli beras separuh harga, tanpa ada pihak yang dirugikan.
6) Tetapi
apa si pedagng beras mau dibayar dengan pulsa ?, mengapa tidak ?,
Ongkos pengadaan beras yang dijual dengan harga Rp 7,500,- tersebut
tidak lebih dari Rp 6,000,-. Ketika dia jual Rp 7,500,- profit marginnya
adalah 25%. Bila sebagian profit margin ini dia turunkan misalnya
tinggal 20% saja, maka dia menjual beras (yang sudah berganti menjadi
pulsa) dengan harga Rp 7,200 (harga jual pulsa)/Rp 7,500 (nilai tukar
beras menjadi pulsa) x Harga pulsa normal. Untuk pulsa Rp 100,000,- dia
bisa menjualnya pada harga Rp 96,000,- masih sangat menarik untuk
konsumen akhir pulsa.
Dengan pendekatan yang sama, masyarakat bisa memperoleh barang-barang dan jasa apa saja yang lebih murah di system low cost economy melalui Barter Modern atau Perdagangan Kreatif ini.
Yang
menjadi inisitor-pun tidak harus pemerintah (daerah) karena mereka
kebanyakan sibuk dengan urusannya sendiri, belum tentu juga mereka
sempat memikirkan urusan rakyat.
Maka
peran inisitor Perdagangan Kreatif ini bisa dilakukan oleh siapa saja
baik perorangan maupun perusahaan, LSM, Ormas dlsb. Tidak perlu modal
besar untuk menjadi kreatif, maka mengapa tidak kita mulai mengasah
kreatifitas kita dalam perdagangan ini ?.
Vision Sharing dan Workshop
di Rumah Hikmah hari Sabtu tanggal 02/02/2013 di Citragrand D 3 no
28-29 Cibubur adalah untuk berbagi visi dan mengasah ketrampilan kreatif
dalam perdagangan ini, Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar