Oleh: Muhaimin Iqbal
Sekitar dua tahun lalu, 20-an ahli dari negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) bertemu di Langkawi – Malaysia, untuk menyadarkan dunia Islam akan pentingnya penguasaan pertanian modern dengan biotechnology. Fokusnya adalah untuk keamanan pangan dan pengentasan kemiskinan bagi 1.6 Milyar penduduk muslim dunia. Mengapa masalah seperti teknologi pertanian modern dengan biotechnology ini sampai perlu diangkat oleh OKI ? Karena memang teknologi ini seperti pisau bermata dua.
Ketika
pisau itu dipegang oleh tangan yang salah, dia menggunakan satu sisi
yang paling menguntungkan dirinya sendiri atau kelompoknya – tidak
peduli bermilyar orang di dunia kelaparan karenanya.
Sebagian
kelaparan di dunia sekarang ini adalah karena segelintir orang dengan
kapital besar menguasai benih pangan dunia. Mereka merubah ciptaan
Allah, yaitu benih yang mestinya selalu bisa ditanam kembali, menjadi
benih–benih yang mandul – kecuali benih yang mereka kuasai hak
paten-nya. Sehingga orang harus selalu membeli benih yang mahal setiap
kali hendak menanam, karena hasil panenannya sendiri tidak bisa ditanam
kembali sebagian – tidak bisa menjadi benih.
Akan
adanya aksi pengrusakan benih untuk kepentingan para pemegang paten
benih ini – sesungguhnya sudah diingatkan Allah melalui ayat berikut : “Dan
apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak (keturunan) tanam-tanaman dan binatang
ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (QS 2:205)
Ketika
pisau itu kita kuasai, kita bisa gunakan sisi terbaiknya untuk manfaat
manusia sedunia, mengamankan pangan mereka dan mengentaskan kemiskinan
semaksimal mungkin. Ketika mereka merusaknya dengan teknologi, maka
kita-pun harus bisa memperbaikinya dengan teknologi yang sama atau
bahkan lebih baik.
Biotechnology sejatinya bukan barang baru, ketika masyarakat Babylon 8,000 tahun lalu mulai mengumpulkan benih untuk ditanam kembali – itu biotechnology
yang ada saat itu. Ketika masyarakat Madinah mengawinkan kurma jantan
dengan betina – meletakkan benang sari pada putik – itu pulalah biotechnology yang ada saat itu.
Peristiwa mengawinkan kurma jantan dengan betina di jaman Nabi tersebut bahkan menjadi asbabul wurud
– latar belakang hadits terkenal ‘kalian lebih tahu urusan dunia
kalian’. Hadits lengkapnya diriwayatkan dari Musa bin Thalhah dari
bapaknya dia berkata : “Saya
bersama Rasulullah pernah berjalan melewati orang-orang yang sedang
berada di pucuk pohon kurma. Tak lama kemudian beliau bertanya : “Apa
yang dilakukan oleh orang-orang itu ?” Para sahabat menjawab : “Mereka
sedang mengawinkan pohon kurma dengan meletakkan benang sari pada putik
agar bisa berbuah”. Maka Rasulullah-pun bersabda : “Aku kira perbuatan
mereka itu tidak ada gunanya” Thalhah berkata : “Kemudian mereka
diberitahukan tentang sabda Rasulullah itu. Lalu mereka tidak
mengawinkan pohon kurma”. Selang beberapa waktu kemudian, Rasulullah
diberitahu bahwa pohon kurma yang dahulu tidak dikawinkan itu tidak
berbuah lagi. Lalu Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Jika perkawinan pohon kurma itu berguna bagi mereka, maka mereka
hendaklah terus melanjutkannya. Sebenarnya aku hanya berpendapat
pribadi, tetapi jika aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu dari
Allah, maka hendaklah kalian menerimanya. Karena aku tidak pernah
mendustakan Allah”. (HR. Muslim).
Hadits
di atas pula yang mendasari ulama kontemporer Wahbah Zuhaili tentang
pandangannya yang menyatakan bahwa segala urusan duniawi yang tidak
secara textual disebutkan dalam Al-Qur’an dan Al Hadits, menjadi pilihan
umat ini untuk melakukan yang terbaik sejauh mendatangkan manfaat bagi
kebanyakan manusia dan mencegah mudharatnya. Dengan apa yang disebut
prinsip masalih mursalah inilah kemudian hal-hal yang menyangkut urusan duniawi (kecuali yang ada text-nya) – termasuk biotechnology ini dihukumi.
Jadi kalau biotechnology itu dahulu hanya mengumpulkan benih dan kemudian mengawinkan tanaman jantan dengan yang betina, biotechnology
kini sudah begitu jauh berkembang sehingga satu sisi bila dipegang para
kapitalis bisa digunakan untuk merusak atau memonopoli ketersediaan
pangan dunia – tetapi disisi lain bila ada di tangan kita insyaAllah
bisa kita gunakan untuk mengamankan ketersediaan pangan dunia.
Tetapi bagaimana agar para penguasa biotechnology
ini berpegang pada petunjukNya (Al-Qur’an dan al-Hadits) atau bila
belum ditemukan petunjuknya secara textual – setidaknya menggunakan
prinsip masalih mursalah tersebut ?
Itulah
perlunya sebagian umat yang sudah sangat memahami Al-Qur’an, Hadits dan
ketentuan-ketentuan syariah lainnya untuk belajar menguasai biotechnology ini. Atau sebaliknya, yang sudah sangat jauh menguasai biotechnology – juga mau belajar tentang Al-Qur’an, Al-hadits dan ketentuan-ketentuan syariah lainnya.
Untuk
memfasilitasi tujuan tersebut, insyaAllah dalam waktu yang tidak
terlalu lama lagi akan hadir apa yang kami sebut Madrasah Biotechnology. Madrasah
yang tidak mengenal umur, untuk siapa saja yang ingin belajar teknologi
masa depan ini – tetapi dengan landasan Al-Qur’an dan Al-Hadits
sehingga teknologi yang dikuasainya kelak akan membawa manfaat bagi
kehidupan manusia bukan sebaliknya menimbulkan mudharat.
Targetnya adalah untuk menghadirkan kesukaan akan ilmu, sambil terus mentadaburi ayat-ayatNya baik yang tersurat
maupun yang tersirat, sambil memperbanyak amal untuk bekal kehidupan
yang abadi di akhirat nanti. Terlalu muluk ? bisa kita mulai dari hal
yang sangat kecil yang bisa kita lakukan sekarang juga.
Perhatikan
foto benih yang disamping – pada waktunya bila berhasil akan kita
umumkan namanya. Untuk sampai posisi seperti pada foto tersebut
diperlukan waktu sekitar 1 bulan. Setiap pagi dan sore disirami agar
menjaga kelembaban media tanamnya. Pekerjaan yang melelahkan tetapi
ternyata menghadirkan kegembiraan tersendiri ketika kita melakukannya
setulus hati.
Setiap pagi dan sore kita penasaran ingin tahu berapa millimeter pertumbuhannya hari itu. Setiap pagi dan sore pula menghadirkan kegembiraan dan harapan, suatu saat empat atau lima tahun lagi – insyaAllah tanaman ini akan menghasilkan buahnya, makanan yang akan menghilangkan kelaparan di muka bumi !.
Bayangkan
kalau kegembiraan ini menular ke masyarakat luas dari anak-anak sampai
orang tua, kita rame-rame melakukan hal kecil yang mendatangkan
kegembiraan. Mudah-mudahan bukan hanya kegembiraan di dunia, karena
kaidah niat bila berhasil dilaksanakan mendapatkan dua pahala dan bila
belum berhasil-pun mendapatkan satu pahala.
Lha
dengan hal yang sangat kecil ini kita punya niat untuk memberi makan
bagi dunia, kita lakukan dengan sangat serius, kita tanam dan sirami
setiap hari – mudah-mudahan Allah menerima niat ini, niat untuk memberi
makan bagi dunia yang kini sekitar 1,000,000,000 penduduknya masih
kelaparan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar