Oleh: Muhaimin Iqbal
Di tengah kegersangan Marocco ada hutan tanaman pangan (food forest) yang konon telah berusia 2000 tahun dan hingga kini masih lestari dan terus menghidupi sekitar 800-an penghuninya. Di padang pasir California ada suatu daerah desert resort yang disebut Palm Springs - dahulunya adalah reservation bagi suku Indian Cahuilla yang telah hidup di daerah tersebut selama 500 tahun. Di Jonggol ada sejengkal lahan yang kami jadikan ajang untuk belajar merekonstruksi ecosystem. Apa hubungan ketiganya ?
Hutan
tanaman pangan yang lestari selama ribuan tahun di Marocco tersebut
memiliki tanaman pelindung dari kurma (Phoenix dactylifera), kemudian
tanaman yang hidup dibawahnya adalah hampir seluruh jenis tanaman buah
yang disebut di Al-Qur’an seperti zaitun, tin, delima, pisang, anggur
dlsb.
Daerah asli suku Indian Cahuilla
di California tersebut di atas, oleh para penjajah barat hingga kini
disebut Palm Springs – karena di tempat teduh di tengah padang pasir ini
banyak dinaungi pepohonan Fan Palm dari keluarga palma yang dalam bahasa latin disebut Washingtonia filifera.
Di daerah ini juga banyak memancar sumber-sumber mata air – maka daerah
ini disebut Palm Springs, yang terjemahan bebasnya adalah mata air-
mata air dari pohon palma !
Marocco,
California dan Jonggol adalah tiga tempat yang sangat berjauhan dari
sisi geografis, sangat berbeda dari sisi budaya dan sangat jauh terpisah
dari sisi waktu mulai peradabannya. Namun ketiganya ada yang
menguhubungkan satu sama lain, ketiganya berkeluarga dalam keluarga
besar tanaman – yaitu yang disebut keluarga palma atau family Aracaceae !. Keluarga palma atau family Aracaceae inilah yang diciptakan Allah untuk memancarkan mata air di masing-masing tempat tersebut.
Suku Indian Cahuilla
kecil sekali kemungkinannya bisa belajar dari orang Marocco, demikian
pula Suku Sunda yang menanam pohon atep kecil sekali kemungkinannya
mereka belajar dari Suku Indian Cahuilla atau dari orang
Marocco – namun ketiganya memiliki ke-‘arifan lokal’ yang sama untuk
menanam tanaman dari kaluarga Palma tertentu – yang mereka yakini dan
buktikan dengan berlalunya waktu bahwa pohon-pohon ini mampu
menghadirkan atau setidaknya mempertahankan keberadaan mata air.
Tiga fenomena di tempat yang berjauhan dari sisi waktu dan geografis tersebut mestinya dapat menambah pelajaran keimanan
bagi kita bahwa Allah - Tuhan yang menciptakan tanaman Kurma untuk
orang Marocco, adalah Allah yang sama yang menciptakan Washingtonia filifera untuk masyarakat Suku Indian Cahuilla, Allah – Tuhan yang sama pula yang menciptakan pohon atep bagi Suku Sunda.
Tanda-tanda
kekuasaanNya yang tertulis dengan begitu jelas di alam tersebut
ternyata sejalan pula dengan ayat-ayatNya yang tertulis di KitabNya : “Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air” (QS 36:34).
Dengan
petunjuk wahyu dan ilmuNya kita tidak harus melakukan perjalanan jauh
ke Marocco atau ke California, tidak perlu membuktikan beribu tahun -
kita cukup mentadaburi ayat-ayatNya di Jonggol – kemudian mengamalkannya
saat ini juga – maka insyaAllah kita akan bisa membangun hutan tanaman
pangan dan sekaligus mengamankan cadangan mata air kita sendiri sekarang
dan nanti. Blue print yang sama dari Sang Maha Pencipta yang sama, kita hanya tinggal mengimplementasikannya saja.
Hutan tanaman pangan di Marocco yang saya ceritakan dalam tulisan ini - atas kebaikan salah satu pembaca situs ini - Anda bisa saksikan videonya melalui link ini. Food Forest ini juga dapat menjadi contoh nyata tentang suatu konsep pertanian/perkebunan yang berkesinambungan atau yang disebut permaculture - dengannya insyaAllah kita dapat mengamankan
kebutuhan pangan kita sekaligus juga mengamankan lingkungan dalam
jangka panjang. Sekali dibangun, dia akan hidup kerkesinambungan sampai
beribu tahun kemudian. Betapa indahnya kalau kita bisa berbuat amal yang
seperti ini ? ikut memberi makan dan minum bagi dunia sampai beribu
tahun yang akan datang. Bila orang Marocco dengan teknologi seadanya
bisa melakukannya dengan sangat baik sejak ribuan tahun lalu, mengapa
kita tidak ?
Dengan
ini kita mungkin harus mengorbankan sebagian dari rumah sementara kita
di dunia, tetapi dengan ini pula kita bisa berpengharapan semoga Allah
memberi kita rumah yang permanen kelak di surgaNya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar