Food, Forests & Fuels…

Senin, 10 Juni 2013
Oleh: Muhaimin Iqbal

Bahwa bumi kini semakin panas, seluruh pemimpin dunia sepaham dalam hal ini. Konon suhu permukaan bumi rata-rata naik sekitar 0.8 derajat Celcius lebih panas dibandingkan abad lalu, dari kenaikan ini 2/3-nya terjadi dalam 30 tahun terakhir. Kesepahaman ini kemudian mereka formalkan dalam United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dari isinya antara lain terungkap bahwa para pemimpin dunia anggota PBB ini nampaknya akan ‘membiarkan’ bumi bertambah panas sampai 2 derajat Celcius lagi. Pertanyaannya adalah, apakah benar tidak ada yang bisa kita perbuat  lebih baik dari ini ?

 



Bila kenaikan 0.8 derajat Celcius saja cukup untuk menjadikan buah orange yang semula manis segar menjadi pahit, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan kenaikan suhu udara rata-rata dua setengah kalinya ! Tidak terbayang penyakit demi penyakit yang bisa bermunculan menyerang manusia, tanaman maupun hewan. Musibah demi musibah yang terkait dengan perubahan cuaca dan entah apa lagi. Bukankah kita diciptakan dari bumi (tanah) untuk menjadi pemakmurnya ? (QS 11:61).



Lantas apa yang bisa diperbuat oleh orang-orang kecil seperti kita ? lha wong para pemimpin dunia saja mengambil sikap ‘menyerah’ dengan menyepakati kenaikan suhu 2 derajat Celcius tersebut ? Saya melihatnya ini adalah bukan masalah bisa atau tidak bisa, tetapi ini adalah masalah bagaimana kita menyikapinya.



Pemanasan global atau global warming adalah isu yang sangat besar – itu adalah suatu realita, tetapi bagaimana kita menyikapinya – itu suatu pilihan. Kita bisa memilih untuk tidak berbuat sesuatu – que sera sera, whatever will be will be – biarlah apapun yang terjadi terjadi. Atau kita bisa memilih berbuat sesuatu yang kita mampu melakukannya.



Maka pemikiran melalui tulisan ini adalah merupakan upaya yang saya optimis insyaAllah kita akan mampu melakukannya bersama, jadi inilah yang ingin saya lakukan dan mengajak Anda semua yang berminat untuk terlibat dalam melakukannya.



Sebelum kita bisa berusaha menyelesaikan suatu masalah , pertama setidaknya kita harus tahu gambaran besarnya – apa sih yang menjadi penyebab dari masalah besar ini. Penyebab pemanasan global menurut para ahlinya adalah karena terjadinya peningkatan konsentrasi gas-gas yang memiliki efek rumah kaca atau greenhouses gases (GHG) di atmosfir bumi. Tiga yang utama adalah Carbon dioksida (CO2), Methane (CH4) dan  Nitrous Oxide (N2O).



Sejauh ini yang paling banyak dikambing hitamkan dalam peningkatan GHG di atmosfir bumi adalah karena meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil, berkurangnya jumlah hutan dan meningkatnya kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk-pupuk kimia serta meningkatnya limbah peternakan sebagai akibat dari pemenuhan kebutuhan pangan manusia yang terus bertambah banyak di muka bumi.



Maka sebagaimana masalahnya, dari sini pulalah solusi itu mestinya bisa ditempuh. Tiga hal yang selama ini dianggap saling bertolak belakang dalam kepentingan yaitu Pangan (Food), Hutan (Forest) dan Bahan Bakar (Fuel) justru bisa menjadi titik awal penyelesaian masalah pemanasan global itu – karena ketiga hal ini mestinya bisa dibuat untuk saling menunjang.



Setiap tahun konon hutan di muka bumi berkurang seluas 13 juta hektar (kira-kira seluas pulau jawa) karena ditebang manusia untuk menjadi lahan-lahan pertanian, perumahan, industri dan areal pertambangan untuk kebutuhan bahan bakar dlsb.



Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan pangan meningkat demikian pula kebutuhan energi. Bagaimana manusia sekarang meningkatkan  bahan pangan dan energinya ?, dengan membabat hutan untuk areal pertanian, dengan pupuk kimia yang lebih banyak dan dengan menguras cadangan bahan bakar fosil yang berada di bumi. Jadi  justru ketika CO2 yang dilepas ke atmosfir bumi meningkat, hutan yang diperlukan untuk menyerapnya terus berkurang.



Pola bercocok tanam dan menggali energi dengan mengorbankan hutan inilah yang harusnya bisa kita ubah.  Tetapi bagaimana caranya ? Bisakah kita meningkatkan produksi pangan untuk jumlah manusia yang terus bertambah banyak tanpa harus menebang hutan untuk lahannya ? InsyaAllah mestinya bisa.



Bahkan bukan hanya mempertahankan luas hutan, tetapi malah membangun hutan-hutan baru-pun seharusnya bisa. Yang demikian ini bisa dilakukan manakala tanaman pangan kita adalah juga hutan kita. Jadi hutan baru itu bernama hutan tanaman pangan atau food forest, yang terus bisa ditingkatkan dan diperluas seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia.



Konsep dasar food forest ini menggunakan kombinasi tanaman-tanaman pangan yang sudah saya  perkenalkan di tulisan sebelumnya yaitu Kebunku Kebun Al-Qur’an (KKA), tetapi juga terbuka kemungkinan untuk dilengkapi dengan tanaman-tanaman penunjang lainnya yang sesuai . Dengan konsep food forest ini, peningkatan kebutuhan pangan sudah tidak lagi harus mengorbankan hutan – sebaliknya meningkatnya kebutuhan pangan akan meningkatkan areal food forest yang ada di muka bumi kita.



Lantas bagaimana dengan kebutuhan bahan bakar ? Pertama kalau toh penggunaan bahan bakar fosil belum bisa direm atau terpaksa masih terus meningkat, pertambahan luas areal hutan-hutan tanaman pangan (food forests) akan dapat mengurangi sebagian dampaknya pada pemanasan global – yaitu melalui peningkatan penyerapan CO2 oleh hutan-hutan tanaman pangan yang baru tersebut.



Kedua tanaman utama dalam konsep food forest yang saya usulkan dalam KKA tersebut di atas adalah kurma.  Dari tanaman-tanaman kurma ini nantinya insyaAllah dalam jangka panjang akan memancarkan mata air-mata air (QS 36:34), yang pada waktunya akan mengalir ke sungai-sungai  (QS 19 : 24-25) sehingga bisa digunakan antara lain untuk pembangkit energi bersih yang menggantikan energi yang berasal dari bahan bakar fosil. Bila nantinya produksi hutan tanaman kurma ini melebihi kebutuihan pangan manusia, kelebihannya-pun bisa diolah menjadi sumber bahan bakar seperti bio-ethanol dlsb.



Ketiga tanaman utama lain dalam food forest adalah zaitun. Tanaman yang diberkahi ini juga diisyaratkan bisa menjadi sumber energi yang sangat baik sebagaimana ayat berikut :



“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS 24:35)



Dari ini semua sekarang kita bisa melihat bahwa urusan pangan (food), hutan (forest) dan bahan bakar (fuel) ini tidak lagi harus dipertentangkan. Ketika ketiganya disinergikan untuk saling menunjang, maka masalah besar seperti global warming-pun insyaAllah bisa diselesaikan.



Teorikah ini ? akan tetap menjadi teori manakala tidak kita amalkan di lapangan. Maka meskipun kecil, insyaAllah kita harus bisa ikut berbuat untuk mengerem laju pemanasan global tersebut di atas dengan amal nyata kita – sebagai bentuk pelaksanaan tugas kita untuk memakmurkan bumi dan bukan sebaliknya malah merusaknya.



Bulan-bulan mendatang insyaAllah kita akan mulai memproduksi benih sebanyak-banyaknya untuk kurma, zaitun dlsb. untuk menghutankan (kembali) bumi  yang kita tinggali ini. Apa dan bagaimananya insyaAllah akan kita sebar luaskan juga melalui situs ini pada waktunya.



Untuk saat ini saya memang belum tahu pastinya apakah ini masih mimpi atau sudah menjadi visi, tetapi masa depan yang saya bayangkan adalah bukannya bumi yang terus bertambah panas. Masa depan bumi harusnya sejuk karena kerindangan hutannya, karena mata air-mata airnya yang banyak. Bumi dimana penghuninya berkecukupan dengan pohon-pohon yang berkah, tidak hanya cukup untuk dimakan tetapi juga cukup untuk menerangi atau memberi cahaya langit dan bumi (menjadi bahan bakar – fuel).



Kalau sekarang masih menjadi mimpi-pun, suatu saat saya berharap mimpi ini bisa direalisasikan untuk menjadi kenyataan oleh generasi kita, anak-anak kita atau cucu-cucu kita. Ini juga agar kita ikut menjadi bagian dalam merintis terealisasikannya  kabar nubuwah tentang kemakmuran berikut :



" Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi dia tidak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai " (HR. Muslim).


ahwa bumi kini semakin panas, seluruh pemimpin dunia sepaham dalam hal ini. Konon suhu permukaan bumi rata-rata naik sekitar 0.8 derajat Celcius lebih panas dibandingkan abad lalu, dari kenaikan ini 2/3-nya terjadi dalam 30 tahun terakhir. Kesepahaman ini kemudian mereka formalkan dalam United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dari isinya antara lain terungkap bahwa para pemimpin dunia anggota PBB ini nampaknya akan ‘membiarkan’ bumi bertambah panas sampai 2 derajat Celcius lagi. Pertanyaannya adalah, apakah benar tidak ada yang bisa kita perbuat  lebih baik dari ini ?

Bila kenaikan 0.8 derajat Celcius saja cukup untuk menjadikan buah orange yang semula manis segar menjadi pahit, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengan kenaikan suhu udara rata-rata dua setengah kalinya ! Tidak terbayang penyakit demi penyakit yang bisa bermunculan menyerang manusia, tanaman maupun hewan. Musibah demi musibah yang terkait dengan perubahan cuaca dan entah apa lagi. Bukankah kita diciptakan dari bumi (tanah) untuk menjadi pemakmurnya ? (QS 11:61).

Lantas apa yang bisa diperbuat oleh orang-orang kecil seperti kita ? lha wong para pemimpin dunia saja mengambil sikap ‘menyerah’ dengan menyepakati kenaikan suhu 2 derajat Celcius tersebut ? Saya melihatnya ini adalah bukan masalah bisa atau tidak bisa, tetapi ini adalah masalah bagaimana kita menyikapinya.

Pemanasan global atau global warming adalah isu yang sangat besar – itu adalah suatu realita, tetapi bagaimana kita menyikapinya – itu suatu pilihan. Kita bisa memilih untuk tidak berbuat sesuatu – que sera sera, whatever will be will be – biarlah apapun yang terjadi terjadi. Atau kita bisa memilih berbuat sesuatu yang kita mampu melakukannya.

Maka pemikiran melalui tulisan ini adalah merupakan upaya yang saya optimis insyaAllah kita akan mampu melakukannya bersama, jadi inilah yang ingin saya lakukan dan mengajak Anda semua yang berminat untuk terlibat dalam melakukannya.

Sebelum kita bisa berusaha menyelesaikan suatu masalah , pertama setidaknya kita harus tahu gambaran besarnya – apa sih yang menjadi penyebab dari masalah besar ini. Penyebab pemanasan global menurut para ahlinya adalah karena terjadinya peningkatan konsentrasi gas-gas yang memiliki efek rumah kaca atau greenhouses gases (GHG) di atmosfir bumi. Tiga yang utama adalah Carbon dioksida (CO2), Methane (CH4) dan  Nitrous Oxide (N2O).

Sejauh ini yang paling banyak dikambing hitamkan dalam peningkatan GHG di atmosfir bumi adalah karena meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil, berkurangnya jumlah hutan dan meningkatnya kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk-pupuk kimia serta meningkatnya limbah peternakan sebagai akibat dari pemenuhan kebutuhan pangan manusia yang terus bertambah banyak di muka bumi.

Maka sebagaimana masalahnya, dari sini pulalah solusi itu mestinya bisa ditempuh. Tiga hal yang selama ini dianggap saling bertolak belakang dalam kepentingan yaitu Pangan (Food), Hutan (Forest) dan Bahan Bakar (Fuel) justru bisa menjadi titik awal penyelesaian masalah pemanasan global itu – karena ketiga hal ini mestinya bisa dibuat untuk saling menunjang.

Setiap tahun konon hutan di muka bumi berkurang seluas 13 juta hektar (kira-kira seluas pulau jawa) karena ditebang manusia untuk menjadi lahan-lahan pertanian, perumahan, industri dan areal pertambangan untuk kebutuhan bahan bakar dlsb.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan pangan meningkat demikian pula kebutuhan energi. Bagaimana manusia sekarang meningkatkan  bahan pangan dan energinya ?, dengan membabat hutan untuk areal pertanian, dengan pupuk kimia yang lebih banyak dan dengan menguras cadangan bahan bakar fosil yang berada di bumi. Jadi  justru ketika CO2 yang dilepas ke atmosfir bumi meningkat, hutan yang diperlukan untuk menyerapnya terus berkurang.

Pola bercocok tanam dan menggali energi dengan mengorbankan hutan inilah yang harusnya bisa kita ubah.  Tetapi bagaimana caranya ? Bisakah kita meningkatkan produksi pangan untuk jumlah manusia yang terus bertambah banyak tanpa harus menebang hutan untuk lahannya ? InsyaAllah mestinya bisa.

Bahkan bukan hanya mempertahankan luas hutan, tetapi malah membangun hutan-hutan baru-pun seharusnya bisa. Yang demikian ini bisa dilakukan manakala tanaman pangan kita adalah juga hutan kita. Jadi hutan baru itu bernama hutan tanaman pangan atau food forest, yang terus bisa ditingkatkan dan diperluas seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia.

Konsep dasar food forest ini menggunakan kombinasi tanaman-tanaman pangan yang sudah saya  perkenalkan di tulisan sebelumnya yaitu Kebunku Kebun Al-Qur’an (KKA), tetapi juga terbuka kemungkinan untuk dilengkapi dengan tanaman-tanaman penunjang lainnya yang sesuai . Dengan konsep food forest ini, peningkatan kebutuhan pangan sudah tidak lagi harus mengorbankan hutan – sebaliknya meningkatnya kebutuhan pangan akan meningkatkan areal food forest yang ada di muka bumi kita.

Lantas bagaimana dengan kebutuhan bahan bakar ? Pertama kalau toh penggunaan bahan bakar fosil belum bisa direm atau terpaksa masih terus meningkat, pertambahan luas areal hutan-hutan tanaman pangan (food forests) akan dapat mengurangi sebagian dampaknya pada pemanasan global – yaitu melalui peningkatan penyerapan CO2 oleh hutan-hutan tanaman pangan yang baru tersebut.

Kedua tanaman utama dalam konsep food forest yang saya usulkan dalam KKA tersebut di atas adalah kurma.  Dari tanaman-tanaman kurma ini nantinya insyaAllah dalam jangka panjang akan memancarkan mata air-mata air (QS 36:34), yang pada waktunya akan mengalir ke sungai-sungai  (QS 19 : 24-25) sehingga bisa digunakan antara lain untuk pembangkit energi bersih yang menggantikan energi yang berasal dari bahan bakar fosil. Bila nantinya produksi hutan tanaman kurma ini melebihi kebutuihan pangan manusia, kelebihannya-pun bisa diolah menjadi sumber bahan bakar seperti bio-ethanol dlsb.

Ketiga tanaman utama lain dalam food forest adalah zaitun. Tanaman yang diberkahi ini juga diisyaratkan bisa menjadi sumber energi yang sangat baik sebagaimana ayat berikut :

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS 24:35)

Dari ini semua sekarang kita bisa melihat bahwa urusan pangan (food), hutan (forest) dan bahan bakar (fuel) ini tidak lagi harus dipertentangkan. Ketika ketiganya disinergikan untuk saling menunjang, maka masalah besar seperti global warming-pun insyaAllah bisa diselesaikan.

Teorikah ini ? akan tetap menjadi teori manakala tidak kita amalkan di lapangan. Maka meskipun kecil, insyaAllah kita harus bisa ikut berbuat untuk mengerem laju pemanasan global tersebut di atas dengan amal nyata kita – sebagai bentuk pelaksanaan tugas kita untuk memakmurkan bumi dan bukan sebaliknya malah merusaknya.

Bulan-bulan mendatang insyaAllah kita akan mulai memproduksi benih sebanyak-banyaknya untuk kurma, zaitun dlsb. untuk menghutankan (kembali) bumi  yang kita tinggali ini. Apa dan bagaimananya insyaAllah akan kita sebar luaskan juga melalui situs ini pada waktunya.

Untuk saat ini saya memang belum tahu pastinya apakah ini masih mimpi atau sudah menjadi visi, tetapi masa depan yang saya bayangkan adalah bukannya bumi yang terus bertambah panas. Masa depan bumi harusnya sejuk karena kerindangan hutannya, karena mata air-mata airnya yang banyak. Bumi dimana penghuninya berkecukupan dengan pohon-pohon yang berkah, tidak hanya cukup untuk dimakan tetapi juga cukup untuk menerangi atau memberi cahaya langit dan bumi (menjadi bahan bakar – fuel).

Kalau sekarang masih menjadi mimpi-pun, suatu saat saya berharap mimpi ini bisa direalisasikan untuk menjadi kenyataan oleh generasi kita, anak-anak kita atau cucu-cucu kita. Ini juga agar kita ikut menjadi bagian dalam merintis terealisasikannya  kabar nubuwah tentang kemakmuran berikut :

Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi dia tidak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai " (HR. Muslim).

Bila tanah Arab yang kini gersang saja masih akan subur makmur kembali, apalagi tanah-tanah kita yang kinipun masih subur ! Jadi, sungguh bumi tidak harus terus bertambah panas – insyaAllah masih ada peluang bagi kita untuk ikut menyejukannya kembali. InsyaAllah.
- See more at: http://geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/84-gd-articles/umum/1255-food-forests-fuels#sthash.NZjWXPou.dpuf
Food, Forests & Fuels…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar