Saya ‘Bermimpi’ Lagi Obama Ke Jonggol…

Rabu, 9 Oktober 2013
Oleh: Muhaimin Iqbal
Setelah dua tahun lalu Saya ‘Bermimpi’ Obama ke Jonggol untuk mengkonsultasikan problem ekonominya saat itu, kali ini saya ‘bermimpi’ Obama datang kembali untuk mengkonsultasikan masalah pelik yang sedang dihadapinya kini. Dia harus ‘menutup warung’ negerinya karena negosiasi anggaran yang buntu dengan Congress-nya, kebuntuan ini mengingatkan dia bahwa nun jauh disana – di Jonggol, bisa jadi ada solusi yang tidak pernah terpikirkan oleh seluruh ahli di negerinya sendiri.


Maka setelah iring-iringan presiden negeri adikuasa itu tiba di Jonggol – Obama beserta rombongan kami terima bersama para santri sebagaimana yang dulu kami lakukan. Setelah berbasa- basi, dengan bahasa Indonesia-nya yang fasih dia mulai mengeluhkan problem yang dia hadapinya.

Sambil menunduk memegang jidatnya, Obama menyampaikan : “ Begini pak, kami lagi pusing karena harus sampai menutup sebagian layanan federal kami – karena Congress ngotot dengan pendapat mereka. Mereka minta saya menutup program kesehatan yang oleh masyarakat sana disebut Obamacare, kalau tidak kami tutup program ini – maka anggaran kami dan juga plafon hutang kami tidak akan disetujui mereka”.

Sebelum dia melanjutkan, kamipun bertanya : “ Lha kenapa ndak Anda tutup saja program Anda yang memang bermasalah tersebut ?”. Obama-pun menjelaskan : “ tidak bisa pak, itu salah satu program yang saya janjikan waktu saya kampanye dahulu. Disamping itu, masyarakat Amerika ini punya problem besar tentang biaya kesehatan mereka. Negeri kami bisa bangkrut hanya karena masalah kesehatan ini. Maka program kami yang mewajibkan semua orang harus punya asuransi kesehatan – kalau tidak mereka harus didenda – itulah satu-satunya jalan untuk bisa menyelamatkan negeri kami dari kebangkrutan karena biaya kesehatan yang terus membumbung tinggi”.

Karena kami belum bisa menangkap masalahnya, mengapa rakyat mereka harus dipaksa membeli asuransi kesehatan melalui undang-undang – maka team teknis asuransinya menjelaskan ke kami secara khusus : “Begini pak, dalam urusan asuransi atau jaminan kesehatan ini ada konsep yang disebut anti-selection. Bila masyarakat tidak semuanya diwajibkan membeli asuransi atau jaminan kesehatan, maka hanya yang sakit-sakitan atau yang rawan penyakit yang membelinya. Akibatnya biaya kesehatan menjadi terlalu mahal karena dibiayai hanya oleh orang yang sakit. Dengan membuatnya wajib, maka akan ada subsidi silang, yang sehat-pun ikut memikul biaya yang sakit secara bersama-sama, sehingga menjadi lebih terjangkau bagi semuanya – itulah konsepnya mewajibkan semua orang harus memiliki asuransi atau jaminan kesehatan ini”.

Setelah kami paham dengan masalah yang diungkapkannya, maka kamipun mulai memberi saran-saran. “ Begini pak Obama, setelah mendengar segala permasalahan tadi, nampaknya solusi yang kami tawarkan memang harus drop program kesehatan Anda yang disebut Obamacare tadi”. Obama langsung menyela : “ Lho kenapa pak ?, bukankah ini yang terbaik untuk rakyat kami ? Orang-orang Republik saja yang keras kepala kekanak-kanakan”.

Kami kemudian melanjutkan : “ Pertama dengan membatalkan Obamacare Anda, jalan buntu negosiasi Anda dengan Congress akan mulai terurai – Anda mulai bisa ‘buka warung’ kembali”.

Kedua, program Anda dengan mewajibkan semua orang membeli jaminan asuransi tersebut juga tidak adil – bagaimana orang-orang miskin yang sehat-sehat , Anda wajibkan ikut menanggung biaya kesehatan orang-orang kaya yang sakit-sakitan ? dimana keadilannya ?, Orang-orang kaya sakit antara lain karena gaya hidupnya, masak harus ditanggung juga oleh rakyat yang miskin sekalipun ?. Intinya urusan kesehatan ini tidak bisa diwajibkan semua orang harus memikulnya – karena belum tentu semunya mampu !”.

Sambil mengkerutkan dahinya, Obama kemudian bertanya : “ Lha terus bagaimana kami bisa mengurusi kesehatan masyarakat di negeri kami, agar negeri kami tidak bangkrut karenanya ?”.

Kami kemudian menjelaskan : “Begini pak Obama, Anda datang kesini kan minta pendapat – maka mohon maaf kami sampaikan pendapat kami, seandainya kami orang-orang Islam yang mengelola masalah ini untuk Anda”. Obama kemudian memotong : “ Tidak ada masalah, solusi dari manapun bila bisa menyelesaikan kebuntuan negeri kami – kami bersedia mengadopsinya , tetapi apakah di Islam ada solusi sampai detil teknis masalah kesehatan di jaman modern ini pak ?”.

Kami segera menjawabnya : “Wow tentu ada, lha wong urusan keluar masuk kamar kecil saja kita ada aturan dan prosedurnya – masak urusan begitu besar masalah kesehatan ini tidak ada petunjuk pelaksanaan teknisnya, tentu ada !

Kemudian kami masuk ke penjelasan sedikit teknis dengan bahasa yang dipahami mereka : “Pertama biaya kesehatan tidak harus semahal yang masyarakat Anda alami kini, bila urusan kesehatan tidak dijadikan industri  komersial – obat-obat paten dijual selangit harganya untuk keuntungan industri farmasi. Bahkan layanan rumah sakit-pun menjadi indutstri tersendiri yang mengambil keuntungan secara maksimal”.

Obama kemudian menyela : “Lho lha kalau mereka tidak boleh mengambil keuntungan lantas bagaimana industri farmasi, rumah sakit dlsb. dapat menjaga sustainability-nya ?”.

Dengan sabar kamipun menjelaskan ke presiden yang lagi stress berat ini : “ Begini pak Obama, Selama ratusan tahun Islam berjaya di bumi ini, luas wilayah kami saat itu jauh lebih luas dari wilayah Anda kini – saat itu kami sudah punya system layanan kesehatan yang sangat mumpuni – bahkan sebelum negeri Anda ada saat itu !”.

Penasaranlah si Obama ini, kemudian dia bertanya : “Seperti apa system layanan kesehatan saat itu pak ?”.  Kamipun meneruskan penjelasan : “Orang-orang sakit dimasa kejayaan Islam dirawat di suatu tempat khusus yang disebut Bymaristan -  artinya secara harfiah ya rumah untuk merawat orang sakit – kurang lebih begitu. Anda tahu bahwa saat itu dokter-dokter Islam sudah menguasai ilmu kedokteran yang sangat tinggi – yang bahkan ilmunya kemudian dipakai sebagai dasar untuk pengembangan ilmu kedokteran di dunia barat ?”.

Obama memotong lagi : “Betul, kalau masalah keahlian kedokterannya, saya juga sudah pernah baca tentang Ibnu Sina dlsb., yang saya masih ragu dan belum tahu adalah bagaimana mengelola pembiayaan orang sakit ini ?. Karena masalah kami bukan masalah kedokterannya, tetapi masalah pengelolaan pembiayaannya”.

Kamipun melanjutkan : “Itulah pak Obama, keduanya itu saling berkaitan. Kedokteran kami dahulu maju, bymaristan-bymaristan ada di seluruh penjuru negeri, bukan hanya mengobati yang sakit – bahkan sudah menjadi tradisi saat itu – bahwa orang yang habis berobat diberi baju baru dan diberi uang saku beberapa Dirham – sebagai ganti pendapatan dia yang hilang karena sakit dan tidak bisa bekerja beberapa hari !, program Anda yang canggih sekalipun pasti tidak bisa melakukan yang seperti ini !”.

Semakin penasaran dia : “Wah pasti menarik itu, tetapi masalahnya adalah lagi-lagi dari mana sumber dananya ?

Kami menjelaskan lagi : “Itulah indahnya Islam pak Obama, Di Islam ada infaq, ada waqaf dlsb – yang bisa digunakan untuk menangani hal-hal yang demikian, orang tidak perlu dipaksa untuk berinfaq atau berwakaf. Bahkan diantara mereka akan berlomba berinfaq dan berwaqaf tanpa dihitung-hitung !”.

Detilnya seperti apa kira-kira Pak  ?” Tanya Obama lagi, dan kamipun dengan senang hati mengajarinya sampai detil : “para pejabat-pejabat yang shaleh, pedagang dan orang kaya bisa berinfaq atau waqaf untuk membangun bymaristan-bymaristan, rumah produksi obat dlsb. Maka dari infaq dan waqaf tersebutlah layanan kesehatan sampai uang saku bagi yang telah menjalani pengobatan itu bisa diberikan secara cuma-cuma ke umat ini dahulu!”.

Penjelasan ini tentu belum masuk ke otak Obama, dia-pun menyanggah : “Lho tetapi dengan banyaknya orang yang sakit seperti di jaman ini, uang infaq atau waqaf tersebut kan lama-lama habis juga ?”.

Pertanyaan ini sudah kami antsisipasi, maka jawabannya pun sudah siap : “Begini pak Obama, dana Infaq atau Waqaf untuk keperluan ini dapat dikelola secara produktif untuk manfaat orang yang lebih banyak secara berkelanjutan – mirip dengan yang di bahasa Anda – Anda sebut social business. Diputar untuk manfaat yang maksimal, bukan untuk mencari keuntungan yang maksimal.”

Penasaran lagi dia, : “ Konkritnya seperti apa pak ? Karena social business ini lebih mudah diucapkan ketimbang dilaksanakan ?”.

Pertanyaan inipun sudah kami antsisipasai, “Contohnya bisa begini Pak Obama, katakanlah bymaristan-bymaristan tersebut kami hidupkan kembali saat ini, maka orang-orang kaya bisa saja membayar biaya rumah sakit yang wajar, membeli obat yang wajar dlsb. Pendapatan dari orang kaya ini yang kemudian 1/3-nya untuk membayar ongkos-ongkos layanan, obat dlsb. 1/3-nya lagi dipakai untuk membayar dokter, pegawai, sales obat dlsb. nah 1/3 terakhir yang kembali sebagai infaq ke bymaristan-bymaristan agar dapat melayani sama baiknya kepada orang yang tidak mampu membayar sekalipun. Bahkan juga bisa memberi uang saku bagi pasien yang tidak mampu”.

Kamipun melanjutkan : “jadi bymaristan-bymaristan modern sekarang bisa mempunyai sumber pendapatan yang lebih luas yaitu dari infaq, waqaf, dan hasil usaha sosial produktif yang kembali masuk ke bymaristan. Dana-dana inilah insyaallah cukup untuk melayani kesehatan bagi semua orang, bukan hanya yang kaya tetapi juga yang tidak mampu sekalipun.”

Dengan terbengong Obama menyampaikan pertanyaan terakhirnya : “kalau solusi Islam begitu Indah, mengapa tidak ada solusi semacam ini di negeri Anda sendiri  saat ini ?”.

Kamipun-pun merasa tersentil dengan pertanyaan ini, karena kami takut kepada Allah kalau hanya bisa bicara tanpa berbuat, maka kami berikan penjelasan ke Obama lagi : “Bukan tidak ada pak Obama, tetapi belum ada saja. InsyaAllah segera konsep bymaristan ini-pun akan segera kami wujudkan di dua kotamadya di Jabodetabek – Greater Jakarta - ini. Sama dengan ketika kami me-reinvent konsep pendidikan yang kami sebut Kuttab Al-Fatih yang kini sudah beroperasi di lima kota, insyaAllah dalam waktu dekat akan beroperasi Bymaristan Al-Fatih, System layanan kesehatan modern yang dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam”.

Akhirnya Obama manggut-manggut, dan menutup pembicaraan “wah, terima kasih pak, tidak sia-sia saya datang dengan rombongan dari negeri yang jauh untuk belajar dari pesantren Anda ini.  Kami ada ide sekarang untuk mengatasi kebuntuan negeri kami”.

Setelah Obama berpamitan, sayapun terbangun dari ‘mimpi’ ini dan teringat janji saya dalam mimpi tersebut – untuk segera mewujudkan Bymaristan Al-Fatih As Soon As Possible !. Peluang di Bymaristan Al-Fatih ini juga akan menjadi salah satu yang akan kami buka pada acara pembukaan Startup Centre pertengahan November ini. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar