Oleh: Muhaimin Iqbal
Key Performance Indicators (KPI) atau indikator kinerja kunci adalah salah satu jenis tolok ukur untuk mengetahui seberapa jauh suatu usaha mencapai tujuannya. Tetapi karena mayoritas usaha bertujuan untuk mencapai keuntungan duniawi semata, pendekatan standar KPI yang ada di dunia usaha umumnya tidak sejalan dengan tujuan hidup yang sesungguhnya dari para pelaku usaha itu sendiri – bila dia seorang mukmin. Lantas seperti apa KPI usaha yang Islami itu ? berikut adalah di antara indikator-indikatornya yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, utamanya tentu dari Al-Qur’an dan Al-hadits.
Ada setidaknya 27 indicators yang saya kelompokkan dalam 9 bidang, masing-masing bidang ada 3 indicators sehingga pendekatan ini saya sebut 9 x 3 KPI.
Fondasi usahanya harus dilandaskan pada 3 hal yaitu ke-Imanan, Ketakwaan dan Amal Shaleh. Hanya Iman dan Takwa yang akan menghadirkan keberkahan (
QS 7 : 96), sedangkan kombinasi Iman dan Amal Shaleh akan menjadikan
penguasa di muka bumi ( QS 24 :55). Aplikasi dua ayat ini dalam bidang
usaha akan menghadirkan keberkahan dalam usaha itu dan membuatnya
memimpin di bidangnya.
Fondasi
ini yang akan membedakan usaha seorang mukmin dengan usaha-usaha pada
umumnya. Bila usaha pada umumnya didorong untuk mengejar keuntungan
sebanyak-banyaknya dan sangat ketakutan untuk bangkrut dan jatuh miskin,
pendorong usaha seorang mukmin adalah keinginannya yang sangat untuk
memperoleh ampunan Allah dan karuniaNya (QS 2 : 268).
Pelaku
usaha pada umumnya bekerja jungkir balik siang dan malam untuk menumpuk
harta, sedangkan yang beriman bekerja keras di siang hari dan bangun
malam di kala orang lain tidur – untuk mohon ampunan dan karuniaNya.
Ada tiga jenis transaksi utama dalam dunia usaha, hanya satu yang sangat terlarang yaitu Riba dan akan dimusnahkan oleh Allah (QS
2 :275; 2 : 276), yang lainnya halal yaitu Jual-Beli (QS 2 : 275) dan
bahkan satu lagi dijanjikan kesuburannya oleh Allah yaitu Sedekah ( QS 2
: 276).
Logikanya
seorang pengusaha mukmin pasti akan berlari sejauhnya dari Riba karena
selain sangat terlarang juga akan membawa kehancuran usahanya.
Sebaliknya pengusaha mukmin akan aktif menghidup-hidupkan berbagai jenis
jual beli – menghidupkan pasar – yang berarti menghadirkan kemakmuran
bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga orang lain. Bahkan juga
pengusaha yang beriman akan banyak-banyak bersedekah, memutar hartanya
bukan hannya karena pertimbangan ekonomi , tetapi juga pertimbangan
sosial.
Pelaku
yang beriman pastinya dia juga tahu dan patuh hukum-hukum harta yang 3
yaitu harta yang sangat dilarang bila di ditimbun – Yaknizun ( QS 9 : 34), diijinkan secukupnya menyimpan bila itu dalam konteks ketahanan usahanya – Yukhsinun ( QS 12 :48) dan tidak ada batasan bila harta itu berputar di jalan Allah – Duulah ( QS 59 :7).
Harta
yang ditimbun (Yaknizun) adalah harta yang disimpan untuk mencari
keuntungan semata – padahal harta itu dibutuhkan oleh umat yang banyak,
yang ini sedikitpun tidak boleh jadi harus ditekan sampai habis.
Sedangkan harta yang disimpan untuk ketahanan usaha (Yukhsinun) boleh
dilakukan secukupnya untuk maksud tersebut, misalnya suatu usaha perlu
dana simpanan jangka panjang untuk membayari pesangon karyawannya yang
pensiun, dana untuk penggantian mesin, dana pengembangan usaha dlsb.
Diluar yang dua hal tersebut, harta yang berputar di jalan Allah tidak ada batasannya, sebanyaknya-pun boleh.
Pelaku
yang beriman dari waktu ke waktu mampu meningkatkan kwalitas asetnya
dari aset-aset yang menurunkan kwalitas kemakmuran ( Wealth Reducing
Assets) , menuju aset-aset yang mampu mempertahankan kemakmuran (Wealth
Preserving Assets) dan akhirnya aset-aset yang meningkatkan kemakmuran
(Wealth Producing Assets).
Aset
yang menurunkan kwalitas kemakmuran adalah segala jenis aset kertas
yang nilainya tergerus inflasi. Aset yang mampu mempertahankan
kemakmuran adalah aset yang nilainya mampu mempertahankan daya belinya,
sedangkan aset yang meningkatkan kemakmuran adalah seluruh jenis aset –
utamanya aset yang berputar – yang nilainya terus tumbuh dan berkembang
secara riil bukan sekedar angka.
Pelaku
usaha mukmin yang bisa mengendalikan pengeluarannya secara berimbang
untuk tiga keperluan yaitu Konsumi, Investasi dan Sedekah – dia akan
ditolong oleh Allah dengan ‘hujan khusus’ – yaitu pertolong yang datang
khusus kepadanya – tidak kepada orang lain.
Dasarnya adalah hadits hadits Rasulullah SAW yang panjang sebagai berikut :
Dari Abu Hurairah RA, dari nabi SAW, beliau bersabda, “ Pada suatu hari
seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar
suara dari awan :” Hujanilah kebun Fulan.” (suara tersebut bukan dari
suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu
berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu
hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air
(dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang
sedang berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya.
Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai
Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab:
“Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun
bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku
?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah
airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu-. Apa yang
engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila
kamu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk
bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya
sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini (sebagai modal
penanamannya)”. (HR. Muslim).
Pelaku
usaha yang beriman hendaknya bersyirkah dalam tiga urusan pokok manusia
yaitu Pangan – Energi dan Air. Dasarnya adalah hadits : “Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput, air dan api” (Sunan Abu Daud, no 3745)
Padang
rumput dalam hadits tersebut di atas adalah mewakili lahan
penggembalaan – yang kemudian menghasilkan daging dan susu (pangan), air
adalah tentang pengelolaan mata air untuk kepentingan bersama dan api
adalah yang di bahasa kita sekarang energi.
Tiga
hal tersebut Pangan, Energi dan Air atau yang biasa disebut FEW (Food,
Energy and Water) harus diupayakan secara maksimal untuk dikelola secara
bersyirkah antara seluruh kekuatan umat ini – agar tiga kebutuhan dasar
tersebut tidak dikuasai oleh orang lain yang membuat umat tergantung
pada supply mereka.
Bisa
saja umat ini memiliki berbagai usaha besar yang sukses, bila tiga hal
kebutuhan pokok tersebut tidak dikuasai oleh umat ini, maka
ketergantungan terhadap orang-orang diluar Islam bisa setiap saat
melemahkan kekuatan umat. Saat inipun sudah terjadi ketika urusan obat
(bagian dari kelompok pangan) kita serahkan ke orang di luar Islam –
ternyata 99.3 % obat yang ada di pasaran tidak terjamin kehalalannya.
Secara
bersama-sama, pelaku usaha dan masyarakat dari umat ini harus menguasai
tiga pilar kekuatan ekonomi yaitu Pasar, Produksi dan Modal. Umat ini
memiliki system pasar yang sangat unggul yang pernah menumbangkan
dominasi pasar Yahudi di Madinah dalam tempo kurang dari sepuluh tahun.
Bila system pasar Islam yang bercirikan falaa yuntaqoshonna wa laa yudrabanna
(jangan dipersempit dan jangan dibebabni) dan diawasai oleh pengawas
pasar (Muhtasib) – ini berkembang di kalangan umat, niscaya umat akan
memiliki lokomotif kemakmurannya.
Bila
pasar yang menjadi lokomotif kemakmuran dikuasai oleh umat, maka
gerbong-gerbong kemakmuran berikutnya akan mudah ditarik yaitu produksi
barang-barang dan jasa untuk memenuhi berbagai kebutuhan umat ini. Bila
pasar dan produksi dikuasai, maka modal akan datang dengan sendirinya.
Umat
ini memiliki seluruh sumber-sumber pendanaan yang insyaAllah selalu
akan ada yang cocok untuk setiap keperluan umat. Sumber pendanaan ini
secara umum terbagi dalam tiga bagian yaitu Social, Commercial dan Accidental.
Keperluan
sosial atau yang memenuhi hajat hidup orang banyak seperti pasar, rumah
sakit, sekolah, jalan raya, santunan fakir miskin dlsb – sumber
pendanaannya yang utama adalah ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf).
Untuk
keperluan commercial seperti modal usaha dagang dlsb., sumber utamanya
adalah syirkah, mudharabah, qirad dan berbagai bentuk akad-akad syirkah
lainnya. Untuk keperluan yang bersifat accidental seperti menghadapi
musibah bencana alam, kegagalan usaha dlb., umat ini punya konsep aaqilah, Ta’awun dlsb.
Bila
sumber-sumber pendanaan berbagai keperluan umat tersebut dihidupkan
dengan institusi-institusi yang sesuai, maka niscaya umat ini tidak akan
kekurangan sumber pendanaan untuk memajukan perekonomiannya.
Semua
keunggulan-keunggulan di atas tidak ada artinya bila tidak diamalkan
atau diimplementasikan di lapangan dalam bentuk amal nyata. Untuk
implementasi ini setidaknya dibutuhkan tiga hal yaitu Strategi,
Operasionalisasi dan Orang (SOP – Strategy, Operationalization and
People).
Strategy utama yang amat sangat dibutuhkan untuk umat saat ini adalah bagaimana kita bisa berjuang dalam ‘ barisan yang teratur , seakan –akan seperti bangunan yang tersusun kokoh ‘ (QS 61 :4). Setiap diri kita harus bisa menjadi bagian pagar – yang mencegah umat lain masuk dan mengobok-obok
kepentingan umat. Seperti sangkar burung, bila satu jari-jari saja
patah – burung bisa terbang keluar, maka demikianlah pentingnya umat ini
untuk merapatkan barisan di setiap aspek kehidupannya – termasuk juga
dalam bermuamalah.
Setiap
diri kita adalah batu bata dari bangunan Islam, maka hendaklah kita
berperan untuk menjadi batu bata terbaik di bidang kita masing-masing, sehingga secara bersama-sama kita menjadi bangunan yang tersusun kokoh dan indah.
Untuk
operasionalisasinya- umat inipun punya standar yang sangat tinggi yang
disebut Ikhsan, bila kita memfokuskan karya kita untuk menjadi yang
terbaik dalam bidangnya – jauh melebihi yang standar, maka tidak ada
yang kita perlu kawatirkan balasannya – karena Allah sendirilah yang
menjanjikan balasanNya “ Tidak ada balasan untuk sesuatu yang ikhsan kecuali yang ikhsan pula” (QS 55 :60)
Seperti
apa orang-orang yang bisa melakukan implementasi project-project usaha
keumatan ini dalam suatu barisan yang rapat dan dengan kwalitas kerja
yang ikhsan – jauh melebihi yang sekedar standar ?, itulah orang-orang
yang Qawiyyun Amin Hafidzun ‘Alim
(QAHA – QS 28:26 dan QS 12 :55) yaitu yang kuat (dalam bahasa sekarang
professional dan competent di bidangnya), amanah, pandai
memelihara/menjaga (baik kemampuan manajerialnya) dan tentu juga berilmu
yang lebih dari cukup dibidangnya.
Dengan
memahami intisai berupa indikator-indikator kinerja kunci bagi ekonomi
umat tersebut di atas dan juga kemudian secara sungguh-sungguh dan
bersama-sama kita meng-implementasikannya, maka insyaAllah waktunya
tidak lama lagi sebelum umat ini kembali berjaya di segala bidang termasuk di bidang ekonomi ini. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar