Oleh: Muhaimin Iqbal
Di Jaman ini, salah satu cara untuk melihat kemajuan fisik suatu negeri adalah dengan melihat potretnya di malam hari. Negeri atau daerah yang maju, dia tampil terang karena lampu-lampu listrik menerangi negeri itu untuk berbagai keperluan. Sebaliknya di negeri atau daerah yang belum banyak mengalami kemajuan, tampilannya gelap karena tidak adanya lampu dan aktifitas lainnya. Seperti apa tampilan negeri kita ?
Yang
satu negeri gemerlap karena berbagai lampu jalan, pabrik, kantor, rumah
dlsb. yang menunjukkan adanya aktifitas kehidupan yang marak di negeri
itu. Sebaliknya yang satu gelap gulita, hanya nampak satu titik lampu
saja yaitu di ibukota negeri itu. Dua negeri itu adalah Korea Selatan
dan Korea Utara.
Korea
Selatan tampil gemerlap seolah bersaing dengan dua negara besar
tetangganya yaitu di kanannya Jepang dan di kirinya China. Sebaliknya
Korea Utara tampil gelap gulita seolah seperti hutan yang tidak
berpenghuni.
Mengapa dua negeri dengan bangsa dan alam yang sama bisa begitu berbeda jauh penampilannya ?, Korea Selatan memiliki GDP
Per Capita US$ 32,800 sedangkan saudaranya di belahan utara - Korea
Utara – hanya memiliki GDP 1/18 – nya yaitu hanya sekitar US$ 1,800 ?
Apa yang menyebabkan perbedaan yang begitu menyolok ini ?
Jawabannya ada di tulisan saya kemarin tentang Tiga Pilar Ekonomi.
Di Korea Selatan, institusi permodalan, pasar dan produksi berjalan
dengan efisien sehingga ekonomi berputar cepat. Ketika ekonomi berputar,
banyak aktivitas terbangun dan berarti juga lapangan pekerjaan. Dari
sanalah kemudian kemakmuran itu terjadi.
Sebaliknya
di Korea Utara, rezim diktator komunis – Kim Il-Sung – berkuasa di
negeri itu sejak 1947, tiga pilar ekonomi nya sengaja dimatikan. Tidak
ada pasar, karena pasar terlarang di negeri itu – dianggap sebagai
bagian dari kapitalisme. Demikian pula dengan kepemilikan property juga
dilarang karena dalam pandangan mereka merupakan bagian dari kapitalisme
yang ditentangnya.
Apalagi
akses terhadap capital, ini hanya milik sangat sedikit orang di
lingkaran elit kekuasaan Kim Il-Sung yang kemudian dilanggengkan oleh
keturunannya Kim Jong-Il. Jadi semua kendali pilar ekonomi terpusat
dengan apa yang mereka sebut Juche, yang ternyata telah sekitar 66 tahun menyengsarakan rakyatnya.
Jadi
apa yang membuat suatu negeri maju dan yang lainnya tidak ? ternyata
bukan bangsa ataupun sumber daya alamnya. Sikap mereka dan perilaku para
pemimpinnya-lah yang berpengaruh besar dalam merubah atau tidak merubah
nasib bangsa itu sendiri.
Setelah
melihat Korea Utara dan Korea Selatan seperti itu, sekarang lihat di
bagian bawah dari peta malam hari tersebut di atas – yaitu Indonesia.
Masih dalam satu negeri, dalam satu system ekonomi yang sama – kok satu
pulau menyala terang (Jawa) sedangkan pulau-pulau lain nyaris gelap dan
hanya menyala di titik-titik pusat kotanya ? lantas apa penyebab dari
perbedaan ini ?
Penyebabnya
masih sama, yaitu tiga pilar ekonomi tersebut di atas. Di Jawa yang
merupakan tempat tinggal sekitar 56 % penduduk Indonesia, aktifitas
pasar, modal dan produksi berputar jauh lebih cepat dari daerah lain. Di
Indonesia utamanya bukan problem system, tetapi lebih kepada problem
penyebaran.
Meskipun
nampaknya hanya problem penyebaran, mengapa ini begitu sulitnya
teratasi sehingga setelah 68 tahun merdeka, GDP Per Kapita kita hanya
sekitar US$ 5,100 atau 1/6 dari Korea Selatan dan ‘hanya’ 3 kali dari
Korea Utara – yang diktator komunis dan terbelakang tersebut di atas ?
Justru
disitulah masalahnya. Ketika pilar-pilar ekonomi yaitu pasar, modal dan
produksi tidak digerakkan di suatu daerah, maka potensi-potensi daerah
itu tetap tidak tergarap atau malah salah garap.
Di Jawa yang sempit uyel-uyelan
lebih dari separuh penduduk negeri ini memperebutkan pasar, modal dan
produksi yang tidak seberapa. Sementara potensi kekayaan alam yang
begitu luas di luar Jawa – tidak tergarap secara optimal – karena
pilar-pilar ekonominya belum didorong ke arah sana setelah 68 tahun
merdeka.
Lantas
apa yang bisa dilakukan agar Kalimantan, Sulawesi dan Irian seterang
pulau Jawa ? caranya adalah dengan menarik salah satu dari tiga pilar
ekonomi tersebut di atas ke pulau-pulau ini – pilar mana saja yang
memungkinkan dahulu, setelah itu dua pilar lainnya akan segera menyusul.
Misalnya kalau pilar produksi berupa industry berbasis agroforestry
dikembangkan di Kalimantan, Sulawesi dan Irian – maka dengan potensi
alam yang baik, dua pilar berikutnya yaitu modal dan pasar akan segera
menyusul. Membuat ’terang’ Kalimantan, Sulawesi dan Irian juga akan
membuat seluruh negeri tambah terang – karena ekonomi akan ikut berputar
lebih cepat di pulau-pulau lainnya.
Mengapa agroforestry
yang kita pilih ?, pertama karena dengan cara ini negeri ini bisa
memperoleh sumber pangan yang cukup tanpa harus merusak hutan dan
lingkungannya – malah sebaliknya melestarikannya. Kedua bagi para
pemodal yang mendanai proyek-proyek agroforestry ini,
pasar dalam negeri saja sudah sangat besar – tidak harus memusingkan
pasar ekspor – yang begitu banyak dicurangi negara-negara besar dalam
WTO dan sejenisnya.
Saya
membayangkan bila dahulu Umar bin Khattab sering berjalan di malam hari
untuk ‘mendengarkan’ keluhan rakyatnya, pemimpin-pemimpin negeri jaman
ini cukup sering-sering melihat potret negerinya di malam hari saja
mestinya sudah bisa melihat apa yang seharusnya dilakukan. Dan kita
tidak perlu menunggu sampai 68 tahun lagi untuk bisa melihat malam hari
yang terang merata di seluruh negeri ini. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar