Oleh: Muhaimin Iqbal
Dahulu desa-desa di Jawa bisa sangat dingin di pagi hari, maka sarung adalah pakaian multi purpose. Dipakai sebagai pakaian laki-laki umumnya di siang sampai sore hari, dan digunakan untuk selimut di malam sampai pagi hari. Tetapi ketika kain sarung masih menjadi barang mewah, tidak semua orang bisa membeli sarung dengan ukuran yang cukup. Maka dari sinilah muncul istilah ‘kemulan sarung’, kita harus ‘melipat tubuh’ kita agar sarung yang kependekan tadi cukup untuk menutupi seluruh tubuh kita.
Bila
badan kita lurus, sarung kependekan tidak akan cukup menutup seluruh
tubuh kita. Kita tarik ke atas menutupi badan bagian atas – kaki menjadi
kedinginan, sebaliknya kita tarik kebawah untuk menutupi kaki – badan
bagian atas yang kedinginan.
Sarung
yang kependekan inilah prinsip ekonomi kapitalis yang mendasarkan
benda-benda ekonomi sebagai benda-benda yang mengalami kelangkaan atau scarcity.
Ketika benda-benda yang langka atau terbatas digunakan untuk memenuhi
keinginan dan kebutuhan manusia yang relative tidak terbatas – maka
benda apapun bisa menjadi barang mahal karena kelangkaannya.
Akibatnya
akan selalu ada kebutuhan yang dikorbankan, setiap satu masalah diatasi
– ada masalah lain yang tidak diatasi atau malah timbul masalah-masalah
baru. Solusi satu sisi (side) menimbulkan masalah-masalah baru di sisi
lain (side effects atau efek samping).
Hal
ini bisa dilihat dari hampir semua obat-obat yang dibuat pabrik farmasi
untuk mengatasi penyakit, rata-rata memiliki efek samping yang kadang
malah lebih besar dari penyakit yang coba diobati.
Hal
yang sama juga terjadi di bidang lain, pertumbuhan ekonomi dunia selama
ini hampir selalu berdampak pada penurunan kwalitas lingkungan dan daya
dukung kehidupan di bumi ini sendiri. Dari sinilah kemudian di tahun
1992 di Rio de Janeiro para pemimpin-pemimpin dunia menyepakati perlunya mengawal pertumbuhan ekonomi dengan apa yang mereka sebut sustainable development.
Kini
meskipun sudah 22 tahun sejak deklarasi tersebut disepakati,
pertumbuhan ekonomi dunia masih belum berubah arah. Efek samping dari
pertumbuhan berupa kerusakan lingkungan makin menjadi-jadi. Banjir di
Jakarta yang dahulunya lima tahunan kini menjadi setiap ada hujan ya
banjir, di Riau dan sekitarnya setiap musim kering ya ada musibah asap –
inilah sebagian dari efek samping pertumbuhan yang kini kita rasakan
langsung.
Contoh lain adalah masalah energi, ketika dunia berusaha melepas ketergantungan pada non renewable energy ke renewable energy
seperti bioethanol dari Jagung yang ditempuh Amerika misalnya, maka
efek samping yang luar bisa terjadi pada krisis pangan. Ketika jagung
yang seharusnya untuk makanan manusia dan ternak dijadikan bioethanol, di Meksiko sampai terjadi huru hara tortilla.
Lantas
bagaimana kita bisa mencari solusi dari masalah-masalah kita agar
solusi tersebut tidak malah menimbulkan efek samping yang lebih besar ?
Agar solusi kita tidak seperti sarung kependekan tersebut di atas ?
Disinilah
perlunya petunjukNya itu ! Ilmu manusia terlalu sedikit dan
pengalamannya terlalu pendek untuk bisa menyombongkan diri bisa
mengatasi segala persoalan yang dihadapinya. Bahkan teman saya yang
professor science-pun mengakui bahwa ilmu manusia saja tidak menyelamatkan.
Petunjuk
tersebut datang dari Yang Maha Tahu, kebenarannyapun abadi hingga akhir
jaman – maka bila solusi-solusi itu mengikuti petunjukNya, insyaAllah
dia akan mengandung kebaikan yang banyak dan tanpa efek samping yang
merugikan.
Ambil
contoh kasus solusi energi tersebut di atas. Setinggi apapun ilmunya
orang barat membuat energi bioethanol dari jagung dan sejenisnya –
penolakannya akan sangat besar, ya karena efek sampingnya pada
kelangkaan pangan manusia dan pakan ternak.
Seandainya ilmu ini di-guided
dengan petunjukNya, maka insyaAllah hasilnya akan lain. Allah memberi
petunjukNya bahwa energi (api) itu datang dari pohon (syajara) yang
hijau (QS 56:72 dan QS 36 : 80) bukan dari tanaman-tanaman (zar’a).
Pencarian
energy hijau seharusnya fokus dari yang dihasilkan oleh pepohonan dan
bukan dari tanaman-tanaman seperti jagung, gandum, padi dan sejenisnya.
Kelompok yang terakhir ini lebih diarahkan untuk keperluan pangan.
Pepohonan
yang mengandung serat, atau buah yang mengandung gula dapat diarahkan
kemudian untuk membuat (sebagiannya) bioethanol misalnya. Sedangkan
pepohonan yang menghasilkan buah yang mengandung minyak, sebagiannya
bisa untuk menghasilkan biodiesel.
Pendekatan
pohon untuk energy ini kemudian akan menghadirkan berbagai kebaikan
yang lain, akan semakin banyak pohon-pohon yang ditanam oleh manusia
untuk diambil buahnya – sebagai bahan bioethanol ataupun biodiesel.
Pohon-pohon
yang semakin banyak ditanam akan membersihkan udara dari pencemaran
CO2, mengamankan supply air di tanah, menurunkan suhu permukaan bumi,
membangun kembali ecosystem dan mengembalikan kekayaan hayati.
Maka
agar solusi atas masalah-masalah kita tidak seperti sarung kependekan
tersebut di atas, awalilah dengan memohon petunjukNya. Setiap solusi
yang datang dari petunjukNya, dia bukan hanya mengatasi masalah yang ada tetapi juga mengandung kebaikan-kebaikan lain yang sangat banyak. Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar