Oleh: Muhaimin Iqbal
Ketika lebah pekerja keluar sarang untuk mencari makan bagi koloninya, dia sesungguhnya mencari nectar (madu bunga) dari bunga-bunga yang dikunjunginya. Tetapi dalam pencarian ini kaki-kaki lebah menginjak pollen (serbuk sari) yang kemudian ikut terbawa kemana lebah pergi, ketika dia hinggap di bunga yang lain dia juga meninggalkan sebagian pollen yang terbawa di kakinya tersebut. Dari situlah awal terjadinya pembuahan, yang nantinya akan berujung pada lahirnya tanaman baru. Sambil mencari makan lebah juga melahirkan sumber makanan berikutnya, inilah contoh keseimbangan yang berkelanjutan.
Dia
Yang Maha Tahu, menciptakan dunia ini secara seimbang – kemudian juga
memerintahkan manusia untuk menjaga keseimbangan ini dan tidak
merusaknya : “Dan langit telah
ditinggikanNya, dan Dia ciptakan keseimbangan. Agar kamu jangan merusak
keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan
janganlah kami mengurangi keseimbangan itu”. (QS 55 : 7-9)
Bagaimana
manusia bisa mengakkan keseimbangan di alam ? Sama persis dengan yang
dilakukan oleh lebah di atas, yaitu mengikuti petunjuk wahyuNya. Karena
Dialah Yang Maha Tahu sebab akibat dari setiap perbuatan kita. Perbuatan
baik yang diperintahkanNya – pasti akibatnya juga kebaikan, demikian
pula sebaliknya perbuatan buruk yang dilarangNya – pasti juga karena
berakibat keburukan.
Nah
melalui ayat-ayat tersebut di atas Dia memerintahkan kita untuk
menegakkan keseimbangan – karena melalui keseimbangan inilah kehidupan
yang ada di bumi akan bisa berkesinambungan atau sustainable. Sebaliknya
kita dilarang merusak keseimbangan itu, karena bila kita merusaknya itu
akan mengancam kehidupan di bumi itu sendiri.
Lantas
bagaimana konkritnya ? apa yang bisa kita lakukan untuk menegakkan
keseimbangan di alam dan agar kita tidak merusaknya ? Manusia diberi
akal yang tentu saja jauh lebih tinggi dari lebah. Dengan akalnya ini
manusia bisa berpikir dan membuat pilihan-pilihan.
Pilihan-pilihan
yang benar akan membuatnya makhluk mulia yang jauh melampaui
makhluk-makhluk lainnya, pilihan-pilihan yang salah akan membuatnya
terhina bahkan lebih hina dari binatang. Yang mulia adalah yang
mengambil keputusan-keputusan berdasarkan petunjuk wahyuNya, sebaliknya
yang hina adalah yang mengabaikannya.
“Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS 7 : 179)
Lantas
bagaimana kita bisa berbuat seperti yang dilakukan para lebah dalam
mengikuti petunjuk wahyuNya ? bagaimana sambil kita mencari penghidupan
kita juga melahirkan sumber-sumber penghidupan baru bagi kita sendiri
dan generasi berikutnya ? disitulah pentingnya kita menggunakan telinga,
mata dan hati kita untuk bisa memahami perintah dan laranganNya
kemudian mentaatinya. Bila kita melakukan ini, maka Dia menjamin
kelangsungan ketersediaan makan (rezeki) kita.
“Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan
(Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka
akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di
antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa
yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (QS 5:66)
Ketika
kita berdagang dan tidak berbuat curang seperti mempermainkan timbangan
(keadilan), maka insyaAllah kita ikut menjaga keseimbangan di dunia
perdagangan. Perdagangan kita akan menjadi berkah yang berkelanjutan,
untuk kita sendiri maupun untuk orang lain dan penerus-penerus kita.
Itulah
mengapa riba dilarang, juga kartel atau monopoly penguasaan pasar,
mempermainkan harga , menimbun barang dlsb. karena ini semua merusak
keseimbangan di pasar.
Ketika
bertani-pun demikian, bila kita berbuat adil terhadap alam ini – tidak
mengambil lebih dari yang kita berikan, tidak menebang lebih dari yang
kita tanam, tidak merusak tanah dan air di dalamnya dengan zat-zat yang
tidak dibutuhkannya – maka dengan itulah kita menjaga keseimbangan dan
kehidupan yang berkelanjutan.
Lebih
jauh di dunia pertanian/pertanahan – Islam juga melarang tanah-tanah
ditelantarkan, tanah yang tidak dimakmurkan oleh pemiliknya lebih dari
tiga tahun sudah dianggap bukan miliknya lagi. Ini semua juga agar
kesimbangan di alam terjaga, sumber-sumber penghidupan bagi manusia yang
terus bertambah dapat terus terpenuhi.
Yang
bergerak di dunia industri, kesehatan, budaya, teknologi, media dan
berbagai bidang kehidupan manusia yang lainnya juga berlaku prinsip yang
sama seperti proses lebah mencari makan tersebut di atas. Yaitu dalam
proses Anda mencari penghidupan Anda, apakah keseimbangan (keadilan) itu
dibangun atau malah sebaliknya dirusak.
Bila
sambil mencari penghidupan , Anda juga menegakkan keseimbangan/keadilan
– maka insyaAllah Anda ikut menjaga keseimbangan yang berkelanjutan –
sustainable balance – di kehidupan ini, yang juga berdampak pada
kehidupan berikutnya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar