Jaringan
teman-teman lama saya di pusat asuransi dan risk management dunia –
Lloyd’s of London, hingga kini masih rajin mengirimi saya update tentang
berbagai hal. Yang menarik saya adalah kiriman terakhir dari laporan
sejumlah pakar manajemen resiko disana yang diberi judul Food System Shock.
Para pakar ini bekerja berdasarkan data statistik utamanya, kemudian
memadukannya dengan perkembangan terakhir yang terkait perubahan iklim,
geopolitik, dan tentu juga kondisi ekonomi dunia akhir-akhir ini. Dari risk modeling yang mereka buat, mereka sampai berkesimpulan harga beras dunia bisa naik sampai 500% !
Laporan
singkat – hanya 28 halaman ini mestinya menjadi rujukan para pengambil
keputusan di negeri ini juga. Meskipun mereka para ahli di bidangnya,
harus diakui mereka juga sering keliru dalam memperkirakan suatu
kejadian resiko. Tetapi juga tidak kalah sering munculnya kejadian yang
sangat mirip dengan risk modeling mereka.
Ketika
akhir 90-an mereka mengingatkan dunia tentang resiko Genetically
Modified Organism (GMO) misalnya, resiko tersebut kini bener-bener
menghantui dunia pangan. Demikian pula dengan risk modeling di resko
gempa bumi, banjir, perubahan iklim dlsb. banyak yang kemudian terbukti
sangat dekat dengan kejadian yang sesungguhnya di kemudian hari.
Nah ringkasan dari laporan yang saya sebutkan di atas, tersaji dalam gambar dibawah.
Food Schock Scenario by Lloyd's of London
Harga
beras tidak ujug-ujug naik, sejumlah kejadian global saling
mempengaruhi satu sama lain. Dampak dari serangkaian kejadian ini harga
gandum, jagung dan kedelai diperkirakan bisa naik empat kalinya. Setelah
itu baru harga beras yang akan terpukul paling parah – yaitu naik
sampai 5 kalinya atau 500 % !
Mengapa
ini bisa terjadi ? Kita tahu dua negara berpenduduk paling banyak di
dunia yaitu China (1.39 milyar jiwa) dan India (1.26 milyar jiwa)
keduanya adalah bangsa pemakan beras. Ketika produksi beras dunia turun
sedikit saja – dalam skenario turun 7 % - ditengah jumlah penduduk dunia
yang terus bertambah, maka dunia akan berebut beras secara luar biasa.
Saat itulah harga beras akan meroket hingga bisa lebih dari 500 %.
Worst case scenario
semacam ini tentu bukan bermaksud menakut-nakuti kita, tetapi
sebaliknya justru agar kita lebih siap dalam mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan terburuk semacam ini. Lantas apa yang bisa kita
lakukan ?
Kamis, 25 Juni 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
Meskipun
masih terus makan beras, ada baiknya kita mulai membiasakan jenis-jenis
makanan lain yang utamanya tidak menjadi objek perebutan dunia seperti
beras tersebut. Atau kalau toh kita masih sangat suka makan beras dan
belum mau makan makanan lainnya, negeri ini harus bener-bener berupaya
maksimal untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebab kalau kita harus
impor, sangat bisa jadi kita akan kalah berebut dengan China dan India
tersebut di atas – ketika ada gangguan produksi beras dalam skala
global.