Oleh: Muhaimin Iqbal
Di awal abad ke 4 H (904 M), salah seorang ilmuwan serba bisa Muslim Ibnu Wahshiyya menuliskan dalam kitab pertaniannya Filahat al-Nabatiyyah – filosofi sederhana yang sangat relevan hingga kini : “Bila petani tidak menanam, tukang kayu tidak bisa membangun rumah dan penenun tidak bisa menenun benang menjadi baju…”. Komplikasi dari petani yang tidak menanam ini menjadi semakin rumit di jaman modern ini, sampai-sampai ada beras yang terbuat dari plastik. Bagaimana mengatasinya ?
Diakui
oleh ilmuwan-ilmuwan non Muslim-pun hingga kini – seperti ahli sejarah
William Durant (AS) bahwa kemajuan Islam di dunia pertanian abad
pertengahan adalah adalah hadiah bagi peradaban manusia hingga kini.
Hal
ini dikuatkan oleh riset yang lebih mendalam oleh ahli sejarah ekonomi –
Andrew M. Watson (Canada) bahwa Islam-lah yang mengajari dunia barat
tentang bagaimana bertani secara modern – bahkan untuk ukuran saat ini.
Islam yang mengajari dunia tentang intercropping atau
tumpang sari, yang juga mengajari dunia tentang tidak ada lahan yang
yang buruk yang tidak bisa ditanami. Tanah mati-pun dengan ijin dan
petunjukNya bisa dihidupkan kembali (QS 36:33).
Bahkan
masih menurut professor Watson tersebut, ‘bahan bakar’ yang menunjang
tumbuhnya kota-kota besar di Andalusia antara lain adalah karena
kemajuan pertaniannya di hampir seluruh wilayah. Tanah-tanah menjadi
sangat makmur dan bisa panen 3 dan bahkan 4 kali setahun dengan
kombinasi inovasi pengairan dan pengenalan tanaman-tanaman baru dengan
metode tumpang sari.
Hasil
panenan di desa-desa melimpah sehingga mengalir ke kota-kota yang
semakin besar jumlah penduduknya. Dan berabad-abad inilah yang kemudian
terjadi, penduduk pedesaan yang umumnya petani – karena lahan-lahan yang
relative luas dibandingkan dengan penduduk perkotaan – mereka menopang
penduduk kota dengan supply kebutuhan pangannya, sebagai gantinya
penduduk kota membeli produk-produk petani desa sehingga ekonomi
pedesaan juga berputar.
Apa
yang berubah di era industrialisasi pertanian yang sangat massive di
seluruh dunia sekarang ? Bahan pangan tidak lagi diproduksi di
desa-desa, tetapi diproduksi oleh pertanian industri dalam skala besar.
Dampaknya orang desa yang menanam padi dan bahan makanan lain, harus
bersaing dengan industri – yang tentu saja unggul dalam efisiensi,
modal, akses pasar dlsb.
Orang
kota tidak lagi membeli produk-produk dari desa, mereka membeli
produk-produk hasil industri – yang tidak jarangnya adalah impor
sebagian atau seluruhnya.
Dampak
lebih lanjutnya adalah ekonomi pedesaan yang semakin berputar lamban,
petani menjadi malas bercocok tanam – dan orang-orang kota semakin
tergantung kepada produsen industri – yang tidak lagi mementingkan asal
usul barang. Negeri menjadi semakin tergantung pada produk impor, GDP
tumbuh lamban karena setiap sen impor mengurangi GDP – dan apa
selanjutnya ? yah ekonomi kita menjadi rentan terhadap berbagai gangguan
– termasuk yang terakhir adalah beras plastik tersebut di atas.
Di
lain pihak bertani di era industri – bila tidak ada perubahan yang
sangat significant - juga menjadi tidak menarik dan mahal, mengapa ?
Ketika petani harus membeli benih setiap kali hendak menanam, ketika
petani harus membeli segala macam pupuk dan obat-obatan tanaman, ketika
peternak harus pula membeli pakan ternak untuk ternak-ternaknya dlsb.
dlsb – maka hasil petani yang tidak seberapa itu akan tergerus habis untuk membeli bibit dan sarana produksi.
Di
sinilah perubahan mendasar yang harusnya bisa dilakukan, bagaimana
petani akan bisa kembali menanam dari hasil panenannya sendiri – tidak
membeli benih setiap kali hendak menanam, bagaimana petani tidak lagi
butuh pupuk dan obat-obatan yang dibeli, bahkan juga mereka tidak lagi
perlu membeli pakan ternak mereka. Bisakah ?
Ya mestinya harus bisa, lha wong
manusia di abad pertengahan – lebih dari 1,000 tahun lalu sudah
melakukannya kok – masak manusia modern justru tidak bisa melakukannya ?
Harus bisa !
Yang
mungkin menjadi kendala adalah bumi yang telah dirusak dengan berbagai
zat yang berasal dari pupuk dan obat-obatan kimia, maka kendala ini yang
harus mulai diatasi dahulu. Bagaimana caranya ? Supaya semua orang bisa
melakukannya dan tidak ada yang mengambil keuntungan ekonomis dalam
proses perbaikan kondisi bumi kita ini, maka proses ini harus gratis
bagi siapa saja yang mau melakukannya.
Ingat dengan kisah sumur Utsman ? kapitalisme terhadap sumber-sumber daya alam bisa
dihentikan dengan mudah bila ada solusi pengganti yang gratis ! Maka
gerakan menyuburkan lahan ini harus bener-bener gratis, sehingga tidak
ada lagi yang perlu membeli pupuk, obat kimia, microba – atau apapun
yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan ini.
Diapakan
bahan-bahan ini ? dibuat kompos dengan proses yang memerlukan udara –
Aerobik. Tidak saya gunakan pengkomposan modern yang menggunakan
An-aerobik, karena kalau ini yang kita gunakan – nanti masih ada yang
perlu dibeli – sehingga menimbulkan berbagai peluang untuk dimanfaatkan
maupun diganggu supply-nya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Cara
membuatnya-pun sederhana, wadah terbuka seperti pada gambar di atas, di
dasarnya adalah ranting-ranting sebagai alas – agar udara dan air bebas
bersirkulasi.
Kemudian di lapisan pertama diisi dengan daun-daun kering -
itung-itung sambil buang sampah – sampai setebal 20 cm kira-kira. Di
atas daun kering ini diberi sampah basah dari hijauan atau bahan-bahan
organic lainnya, tetapi jangan bekas daging, tulang dlsb – karena
mengundang tikus. Tebalnya sedikit kurang dari 20 cm.
Di atas bahan
organic basah ini ditambahkan (kalau ada) kotoran ternak – sampai
secara keseluruhan bahan organik basah + kotoran ternaknya sama tinggi
dengan bahan organik kering (20 cm), begitu seterusnya bisa di
selang-seling yang kering kemudian yang basah dst.
Setelah
cukup memenuhi wadah yang disediakan baru disiram sedikit air dan
ditutup di atasnya saja dengan kayu atau terpal supaya tidak menguap dan
tidak langsung kena hujan – kanan kirinya tetap terbuka untuk udara
masuk. Biarkanlah tempat ‘sampah’ seperti ini dalam waktu tiga bulan,
maka insyaAllah akan menjadi pupuk gratis yang bisa digunakan untuk
menyuburkan lahan-lahan kita dimana saja berada.
Bila
hal yang sederhana ini dilakukan terus menerus oleh masyarakat, maka
insyaAllah lahan-lahan pertanian kita baik sawah maupun tegalan akan
memperoleh sumber penyuburan baru yang tidak perlu dibeli. Masyarakat akan dapat bertani dengan biaya murah kembali.
Pada
waktunya insyaAllah akan saya tulis lagi cara mengatasi berbagai
penyakit pertanian, cara membuat bibit dan benih dslb. yang semuanya
berbasis open source – sehingga tidak ada yang perlu dibeli, agar petani
bergairah kembali untuk bertani sehingga tidak ada lagi beras dari plastic ! InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar