Oleh: Muhaimin Iqbal
Bila ada satu cabang fiqih yang terlewatkan oleh umat jaman ini, yang oleh karenanya kita terpuruk dalam banyak bidang – maka bisa jadi itu adalah fiqih wasilah. Bahwa perkara yang wajib tidak bisa terlaksana secara sempurna tanpa adanya suatu hal, maka mengadakan hal tersebut menjadi wajib pula hukumnya. Tengok sekarang kewajiban-kewajiban di sekitar kita yang belum terlaksana dengan baik seperti memberi makan bagi 19.4 juta penduduk negeri ini yang masih kelaparan menurut laporan FAO terakhir, pengelolaan kebutuhan dasar seperti kesehatan yang masih mengandung riba yang diwajibkan , masalah TKW dan berbagai contoh kasus-kasus lainnya. Bagaimana masalah-masalah ini diselesaikan dengan fiqih wasilah ?
Tiga
contoh kasus yang saya ungkapkan di atas yaitu kelaparan, riba dan
ternodanya kehormatan adalah contoh sejumlah hal yang wajib kita atasi
dan wajib kita peduli. Iman kita tidak sempurna ketika kita tidur
nyenyak sementara ada tetangga kita yang lapar, riba malah mengeluarkan
kita dari iman dan seterusnya.
Tetangga
dalam Islam adalah 40 rumah ke kanan - ke kiri - ke depan dan ke
belakang atau totalnya sekitar 160 rumah di sekitar kita. Dengan data
FAO terakhir 19.4 juta orang di negeri ini yang masih tidur dalam
kondisi lapar, artinya ada sekitar 1 orang lapar di setiap 13 orang di
negeri ini – jadi secara rata-rata ada sekitar 12 rumah yang masih
kelaparan dari setiap 160 rumah yang masuk dalam definisi tetangga kita
tersebut. Bagaimana kita bisa tidur nyenyak karenanya ?
Riba yang kita lanjutkan membuat kita seperti lelaki kusut yang habis menempuh perjalanan jauh, ketika berdo’a Ya
Rabb- Ya Rabb – do’anya tidak terkabulkan karena pakaian dan makanannya
bercampur riba. Bagaimana kita bisa menerima riba yang terus
berkelanjutan ?
Dahulu
di jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika ada kehormatan
seorang wanita muslimah diganggu Yahudi dari kaum Bani Qainuqa’, inipun
cukup bagi Rasullullah untuk mengirim pasukannya. Sekarang
apa yang kita kirimkan ketika sekian banyak wanita-wanita kita yang
kehormatannya terganggu ketika bekerja di negeri yang jauh ?, bahkan
sebagian mereka yang bekerja di negeri non-muslim menutup aurat-pun
tidak dibolehkan.
Apa
yang kita kirimkan untuk melindungi para wanita kita tersebut ?
alih-alih kita mengirim pasukan, kita malah masih terus mengirimkan
lebih banyak lagi wanita-wanita kita ke negeri-negeri yang sudah
terbukti dengan begitu banyak kasus melecehkan wanita kita. Kita baru
punya wacana untuk menghentikannya, entah tahun kapan !
Lihat
sekarang tiga contoh kasus tersebut ? Sekarang wasilah atau jalan apa
yang bisa kita tempuh untuk mengatasinya ? memberi makan bagi yang masih
lapar, memberi solusi masalah kesehatan dlsb yang bebas riba, dan juga
menjaga kehormatan umat ini secara umum dan khususnya wanita-wanita
kita. Apapun solusi untuk itu , itulah wasilah yang menjadi wajib bagi
kita untuk mengadakannya.
Saya
melihat salah satunya adalah hal yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam langsung, yang bisa mengatasi tiga hal tersebut
sekaligus. Apa itu ? yaitu membuat pasar bagi kaum muslimin yang
dibatasi dengan dua hal saja yaitu falaa yuntaqasanna wa laa yudrabanna – jangan dipersempit agar semua orang bisa berjualan, jangan dibebani dengan biaya-biaya agar tidak ada entry barrier bagi yang tidak berpunya untuk mulai bisa berjualan.
Mengapa pasar menjadi sangat penting untuk gerakan memberi makan bagi
yang lapar ini ? Selain perdagangan adalah 9 dari 10 pintu rezeki,
semua gerakan ekonomi itu lokomotifnya ada di pasar. Bila tidak ada
pasar yang bisa diakses, maka unit-unit kegiatan ekonomi itu adalah
seperti gerbong-gerbong kereta yang tidak bisa berjalan karena tidak ada
lokomotif yang menariknya.
Bagi
saya yang terlahir dari keluarga petani dan kinipun masih bertani, kami
para petani ini merindukan sekali akan adanya pasar seperti pasar yang
dibuat Rasulullah Ahallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pasar dimana dagangan
kami tidak dicegat oleh para tengkulak atau calo di tengah jalan dan
dibeli dengan harga seenaknya, pasar dimana tidak ada preman dan mafia
pasar yang mencegat kami di pintu-pintu pasar sehingga tidak bisa
mengakses harga pasar yang sesungguhnya.
Kendala
pasar inipula yang membuat para petani sulit meningkatkan daya beli,
yang kemudian karena faktor inilah sebagian mereka membiarkan anak-anak
gadis mereka pergi untuk bekerja ke negeri yang jauh lengkap dengan
segala resikonya.
Sekarang
kita bisa paham relevansinya pasar dengan pengentasan kemiskinan,
pemberian makan bagi yang lapar dan menjaga kehormatan. Tetapi apa
relevansi pasar dengan upaya meninggalkan riba yang diwajibkan ?
Di
Al-Qur’an riba itu dilawan dengan dua hal yaitu jual-beli dan sedekah
(QS 2:275-276), ketika wasilah untuk berjual beli (pasar) tersedia maka
kegiatan jual beli akan berjalan lancar, umat akan makmur. Umat yang
makmur akan lebih mudah untuk memilih, mereka tidak harus menggunakan
fasilitas ribawi ketika sakit, ketika butuh dana modal dlsb.
Umat
yang lancar perdagangannya diharapkan pula lancar sedekahnya, dana
sedekah yang banyak yang mengumpul di baitul mal- baitul mal akan bisa
digunakan untuk memberi pinjaman atau pertolongan bagi yang
membutuhkannya – tanpa harus menggunakan dana para rentenir.
Kedudukan
strategis pasar dalam mengatasi perbagai persoalan ekonomi umat
tersebut juga tercermin dengan timing (waktu) dari contoh yang diberikan
langsung oleh Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wasallam ketika mendirikan
pasar, yaitu beliau membuat pasar bagi kaum muslimin masih di
tahun-tahun awal setelah beliau hijrah ke Madinah. Ini menunjukkan
betapa pentingnya kedudukan pasar dalam membangun negeri kaum muslimin
saat itu yaitu negeri Madinah.
Kekalahan
kaum muslimin sekarang dalam bidang ekonomi yang kemudian merembet
kemana-mana, juga diawali karena kita kalah di pasar. Maka pasar inilah
salah satu wasilah yang harus diperjuangkan sekuat tenaga – agar kaum
muslimin di jaman ini bisa kembali bangkit di segala bidang.
Setelah
akses pasar terbuka bagi semua orang-pun, masih sangat bisa jadi ada
saja orang yang tetap kelaparan. Mereka adalah orang-orang tua yang
tidak lagi kuat bekerja, para janda yang tidak tahu harus berbuat apa
dan lain sebagainya. Sangat bisa jadi mereka ini adalah bagian dari 12
rumah dari 160 rumah tetangga kita, artinya kewajibannya ada pada kita.
Bisakah
kita membiarkan mereka lapar sementara kita tidur nyenyak ? bisakah
kita beralasan tidak tahu keberadaan mereka sehingga tidak tergerak
untuk menyantuninya ? Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, kemudian
dari sinilah munculnya kewajiban dalam fiqih wasilah yang satu lagi di
jaman ini – yaitu pendataan kelaparan !
Selama
ini kita tidak bisa menyantuni tentangga-tetangga kita yang kelaparan
karena tidak adanya data yang akurat untuk ini – kita tidak rahu
keberadaan mereka, maka pengadaan data orang-orang miskin disekitar kita
ini menjadi wajib berdasarkan kaidah fiqih wasilah diawal tulisan ini.
Di jaman teknologi dimana setiap jengkal tanah di muka bumi bisa
dipetakan, masak data kependudukan tidak bisa akurat mendeteksi fakir
miskin yang butuh pertolongan – insyaallah pasti bisa.
Bila 70 tahun sudah kita merdeka dan 7 presiden telah berganti tetapi
kemiskinan dan kelaparan masih begitu besar seperti data FAO tersebut
di atas, maka sangat bisa jadi solusinya memang bukan dari pemerintah –
tetapi umat inilah yang harus bisa memberi solusi. Untuk membuat pasar
bagi umat memang perlu resources yang sangat besar, namun untuk inipun kami tidak berhenti memikirkan dan mengupayakannya sejak pemikiran Bazaar Madinah kami luncurkan beberapa tahun lalu.
Tetapi
pengadaan data dan solusi untuk mengatasi kelaparan bagi 19.4 juta
orang negeri ini tersebut di atas insyaAllah bisa kita lakukan
bersama-sama secara lebih cepat. Yayasan Dana Wakaf Indonesia bahkan
akan mensponsori situs dan aplikasi crowdsourcing, untuk mendeteksi adanya hot spot kelaparan di negeri ini baik skala kecil (tetangga kita) ataupun skala besar – suatu daerah.
Melalui crowdsourcing
pula kemudian akan dilakukan verifikasi terhadap data-data tersebut,
dan yang terakhir lagi-lagi juga menggunakan pendekatan yang sama (crowd
sourcing) masalah kelaparan ini akan diatasi. Situs dan aplikasi untuk
mengatasi kelaparan tersebut kami berinama HungerZone (hunger.zone) –
numpang ketenaran Hunger Game - untuk menarik anak-anak muda dari
berbagai kalangan dan latar belakang untuk terlibat dalam gerakan
pengentasan kelaparan ini – agar kita semua bisa tidur nyenyak setelah
itu !
Bagi
Anda anak-anak muda yang jago programing, jago membuat game dan
sejenisnya yang berminat membantu kami – silahkan menghubungi kami baik
sebagai sukarelawan untuk menyiapkan situs dan aplikasi HungerZone,
ataupun kerja professional berbayar yang wajar karena Yayasan Dana Wakaf
Indonesia insyaAllah akan menyediakan anggarannya untuk ini.
Dengan
contoh aplikatif dalam mengatasi problem kelaparan kontemporer
tersebut, insyaAllah sekarang kita bisa melihat – bahwa masalah-masalah
besar yang selama ini tidak teratasi oleh pemerintahan demi pemerintahan
negeri ini – solusinya bisa jadi justru pada umat ini ketika umat ini
paham dan mau mengamalkan salah satu cabang ilmu fiqihnya yaitu fiqih
wasilah tersebut di atas.
Bayangkan
sekarang bila fiqih wasilah ini diterapkan dalam segala bidang, maka
tidak akan ada halangan bagi umat ini untuk melaksanakan
kewajiban-kewajibannya kecuali halangan tersebut akan dihilangkannya.
Tidak akan ada lagi hal-hal yang keberadaannya dibutuhkan untuk
terlaksananya suatu kewajiban kecuali hal-hal tersebut diupayakan sekuat
tenaga keberadaannya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar