Urgensi Untuk Kembali

Jum'at, 15 Mei 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Ketika umat ini tidak mengurusi sendiri kebutuhan-kebutuhan hidupnya, segala urusannya diurusi oleh orang lain menurut apa yang mereka anggap baik untuk mereka. Tidak masalah bagi mereka ketika makanan sumber protein nabati utama kita itu tidak lagi thoyyib, tidak masalah pula bagi mereka bila daging sembelihan yang dijual untuk kita adalah dari binatang jalalah. Demikian pula dengan obat-obatan yang teramat sedikit yang bisa disertifikasi halal. Kerusakan di bidang makanan dan obat ini sebenarnya baru sedikit saja dari kerusakan di darat dan laut sebagai akibat perbuatan tangan manusia, tetapi dampaknya yang sangat besar. 


Makanan yang halalan thoyyibah adalah prasyarat dari amal shaleh sebagaimana perintah kepada para Rasul : “Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS 23:51).

Perintah yang sama juga diberikan kepada orang-orang yang beriman sebagai prasyarat untuk ketakwaannya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS 5:88)

Jadi bila makanan yang halal dan baik adalah prasyarat untuk beramal shaleh dan bertakwa, bukankan ini urgent bagi umat ini untuk bisa swasembada dalam hal urusan pangannya ?

Selain halal dan thoyyib, makanan bagi umat ini juga harus diproduksi secara mencukupi. Lagi-lagi kecukupan ini juga terkait langsung dengan ketaatan kita kepada syariatNya. Ibnu Katsir mengungkapkan hal ini secara detil ketika beliau mentafsirkan ayat berikut :



Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS 30:41)

Bahwa kerusakan di bumi yang antara lain diindikasikan dengan menurunnya hasil pertanian adalah karena dosa-dosa manusia. Ketika manusia tidak menyadari dosa-dosanya, maka dosa yang satu akan bertambah dengan dosa yang lain dan kerusakan yang satu menghasilkan kerusakan berikutnya.

Ketika hasil panenan menurun, umumnya orang mengira bahwa ini karena faktor tanah – maka kemudian rame-rame melakukan pemupukan dengan berbagai pupuk kimia. Dampaknya bumi semakin rusak dan hasilnya semakin jatuh dalam jangka panjang.

Atau orang mengira karena faktor bibit, maka dicarilah bibit-bibit yang nampak unggul bahkan kalau perlu dari hasil rekayasa genetika – Genetically Modified Organism (GMO).  Ketika manusia mulai mengkutak-katik gen dari tanaman dan bahkan sampai memandulkannya, maka yang terjadi adalah krisis pangan yang lebih dasyat lagi karena bukan hanya produksi menjadi terbatas secara global – penguasaannya pun menjadi jatuh ke tangan sgelintir kapitalis yang mampu saja.

Sebaliknya bila manusia bertobat dari dosa-dosanya, bumi akan dibukakan kembali keberkahannya oleh Allah sebagaimana janjiNya di surat Nuh berikut : “maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS 71 : 10-12)


Ketika Isa Ibnu Maryam turun ke bumi, salah satu tugasnya adalah menghancurkan Dajjal yang merupakan the ultimate evil – puncak segala kejahatan termasuk segenap pengikutnya, dan pada jamannya pula Ya’juz dan Ja’juz berhasil ditumpas sampai habis.

Saat itulah diperintahkan olehNya agar bumi mengeluarkan seluruh keberkahaannya, satu buah delima bisa dimakan cukup oleh sekelompok orang – bahkan sekelompok orang ini bisa cukup berteduh di bawah pohonnya. Seekor unta hamil-pun cukup untuk memberikan susunya pada sekelompok orang. Ini semua karena stelah Isa Ibnu Maryam turun ke bumi, beliau juga menegakkan syariat yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Cerita keberkahan bumi yang diungkapkan oleh Ibnu Katsir dalam mentafsirkan ayat tersebut di atas tidak hanya mengungkap sesuatu yang masih akan terjadi (future), tetapi juga sesuatu yang sudah terjadi di masa lampu.

Diungkapkan misalnya oleh Imam Ahmad bin Hambal yang mencatat riwayat dari Abu Qadham : “Pada masa Ziyad atau Ibnu Ziyad, seorang menemukan bungkusan kain yang berisi biji-biji gandum yang ukurannya sebesar biji kurma. Padanya tertulis : “ Ini tumbuh pada saat keadilan berlaku””.

Ayat-ayatNya jelas dan penjelasan-penjelasan yang dibuat oleh ulama sekaliber Ibnu Katsir-pun sangat detil, bahwa kunci dari keberkahan hasil bumi ini adalah ketika dosa-dosa ditinggalkan, ketaatan dan keadilan ditegakkan. Baru setelah itulah segala ikhtiar manusia bisa memberikan hasil yang maksimal.

Itulah sebabnya, mengapa melalui tulisan saya yang sebelumnya – Action Plan , Islamic Agriculture - dalam bertani-pun kita harus kembali mengikuti syariatNya. Bila tidak, itulah yang terjadi hingga saat ini – hasil bumi yang terus menurun dari sisi kwalitas maupun kwantitas. Ketika diusahakan diperbaiki tanpa kembali ke syariatNya, yang terjadi justru kerusakan demi kerusakan berikutnya. Maka inilah waktunya untuk kita segera kembali ke jalanNya, insyaAllah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar