Oleh: Muhaimin Iqbal
Tujuh tahun sudah saya berhenti dari kegiatan riwa-riwi ke pusat kota setiap hari seperti waktu dahulu masih bekerja di perkantoran. Sekali waktu ada keperluan ke kota yang segera saya saksikan adalah kemacetan yang sudah sangat bertambah parah. Selain kerugian ekonomi yang semakin besar dari pemborosoan energi dan kerusakan lingkungan, saya amati orang-orang di jalan menjadi semakin mudah marah. Kesalahan kecil saja di jalan seperti nyaris senggolan antar kendaraan, sudah cukup untuk membuat orang sangat marah. Sesungguhnya ada kerugian yang lebih besar lagi dari meningkatnya amarah orang kota ini.
Ketika
kita marah tubuh kita melepas hormone steroid yang disebut Cortisol,
pelepasan sedikit Cortisol bisa meningkatkan energi sesaat. Namun
peningkatan Cortisol yang berlebihan akan mengganggu kerja otak,
sehingga orang yang lagi marah besar – otaknya sementara tidak berjalan
dengan normal. Semakin sering orang marah, maka pelemahan kerja otak
tersebut menjadi permanen atau dengan kata lain orang menjadi semakin
bodoh.
Bisa
dibayangkan ketika proses ini menjadi spiral yang terus membesar.
Ketika penduduk perkotaan bertambah banyak dan tidak diimbangi dengan
pelayanan publik yang memadai, yang terjadi adalah semakin banyak orang
marah. Ketika publik marah, kecerdasan mereka serentak menurun. Ketika
kecerdasan menurun, mereka semakin sulit diatur. Semakin sulit diatur,
layanan publik semakin kacau – semakin banyak lagi orang marah dst.
Orang
yang marah bukan hanya bertambah bodoh, tetapi juga lebih mudah
terserang penyakit. Yang punya gejala penyakit diabetes, gulanya bisa
meningkat tajam. Yang punya gejala tekanan darah, bisa melonjak dari
yang normalnya 120/80 menjadi 220/130 !
Ketika orang marah, otaknya berada dalam survival mode
dan tubuhnya melepaskan senyawa kimia yang bisa membekukan darah. Bila
ini terjadi di otak menyebabkan orang stroke , bila terjadi di jantung
membuat orang terkena serangan jantung dan bisa langsung mati.
Melihat
dampak amarah terhadap tubuh diri sendiri yang bisa sangat membahayakan
tersebut, maka tidak heran ketika ada seorang laki-laki yang minta
wasiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam, wasiat beliau
sederhana saja ‘Jangan kamu marah’, kemudian lelaki itu minta wasiat lagi, jawaban beliau tetap ‘Jangan kamu marah’.
Karena
kemampuan mengendalikan amarah juga merupakan bagian dari karakter
orang yang bertakwa, maka meningkatnya tingkat kemudahan marah
masyarakat juga bisa menjadi indikator penurunan tingkat ketakwaan yang
ada di masyarakat.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
|
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS 3:133-134)
Karena
amarah terkait langsung dengan kecerdasan, keimanan dan ketakwaan
tersebut di atas – maka perlu sekali kita semua bisa belajar
mengendalikan amarah. Dengan apa ? Yang paling murah dan efektif adalah
dengan mengamalkan petunjukNya dan juga sabda Nabi tersebut di atas.
Sholat dan dzikir adalah cara efektif untuk membuat hati tenang, “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (QS 13:28)
Maka
bagi Anda para pimpinan perusahaan atau institusi, mudahkanlah karyawan
Anda untuk bisa dengan mudah melaksanakan shalat dan dzikir – baik yang
fardhu maupun yang sunat seperti sholat dhuha. Ini cara yang murah dan
efektif untuk membuat karyawan Anda tetap cemerlang pikirannya, dan
tidak mudah terkena berbagai penyakit berbahaya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar