Oleh: Muhaimin Iqbal
Kali ini saya setuju dengan roadmap yang direncanakan pemerintah untuk melahirkan 1,000 teknopreneur seperti yang disampaikan rombongan presiden di San Francisco dua hari lalu. Rayuan pemerintah agar para diaspora pada mau pulang tersebut disampaikan ke sekitar 800-an WNI yang bertebaran di sekitar Silicon Valley dan sekitarnya – termasuk diantaranya team iGrow yang memang lagi di sana. Lantas sebenarnya dimana peluang bagi kita di bidang teknopreneur itu ?
Dalam
roadmap yang disinggung presiden dalam kesempatan tersebut,
diestimasikan akan ada pasar e-commerce sebesar US$ 130 milyar pada
tahun 2020 – Siapa yang akan menikmatinya ?
Menariknya
pasar yang berbasis teknologi ini tdak bisa dikapling oleh para
konglomerat, demikian pula dengan akses modalnya. Jadi peluang suksesnya
sama antara startup milik para konglomerat dengan startup milik rakyat
biasa seperti kita-kita.
Keponakan saya yang bersama teman-teamnnya melahirkan Bukalapak.com yang fenomenal itu
misalnya, lahir dari keluarga guru – kedua orang tuanya guru – yang
tentu tidak mudah membayangkan anaknya bisa sukses sebagai pengusaha
teknopreneur. Peluang seperti ini memang langka di era business
konvensional, tetapi tidak di era startup digital sekarang ini.
Akses
pasar tidak lagi milik para konglomerat – karena ketika pasar telah
menjadi virtual – tidak lagi dibutuhkan modal-modal raksasa seperti
untuk mebangun mall, pasar fisik dlsb. Anak-anak muda yang cerdas dengan
cepat bisa menempatkan produk maupun dirinya pada top of mind dari
pasar yang dibangunnya sendiri.
Dalam
dunia startup bahkan berlaku kaidah bahwa memulai sesuatu usaha itu
tidak harus bermula dari pasar yang sudah ada. Karena bila pasarnya
sudah ada, itu pasti sudah milik orang lain. Justru startup yang cerdas
akan mampu membangun pasarnya sendiri, dan bahkan bisa mengambil pasar dari dunia konvensional yang terlena dengan kemapanannya.
Akses
modal-pun demikian, tidak seperti dunia konvensional yang begitu ribet
dalam mencari modal. Umumnya bank dan lembaga pembiayaan hanya mau
mendanai usaha-usaha yang sudah mapan, lantas siapa yang akan mendanai
ide-ide baru yang cemerlang ?
Di
masyarakat yang sudah terbangun environment yang kondusif untuk
lahirnya startup, investasi di startup menjadi pilihan yang menarik.
Memang ini jenis investasi yang beresiko tinggi, tetapi bisa Anda
bayangkan returnnya ketika investasi Anda ikut melahirkan
perusahaan-perusahaan sekelas Facebook, Twitter, Uber atau sekelas
startup nasional yang sukses seperti Bukalapak, Go-Jek, Tokopedia dlsb.
Kehadiran
para investor yang mau ikut menanggung resiko ketika suatu ide – masih
berupa ide – inilah yang sesungguhnya sangat perlu dibangun dan
difasilitasi oleh pemerintah, bila ingin dunia startup tumbuh dan
berkembang di negeri ini.
Investor
semacam ini yang biasa disebut angel investor – yang bagaikan malaikat –
menolong si kecil baru dan pemula tetapi berpotensi menjadi raksasa.
Tidak seperti bank, mereka tidak bertanya tentang track record – karena
para pemula ini umumnya memang belum memilikinya.
Mereka
tidak juga minta jaminan, karena ini juga yang tidak dimiliki para
pemula. Bahkan dari pengalaman kami berhubungan dengan mereka, system
kerjasamanya justru sangat dekat dengan prinsip syariah – karena mereka
bener-bener mengadopsi konsep profit and loss sharing.
Bila
usaha kita berhasil, mereka akan ikut menikmatinya dalam bentuk
sejumlah saham tertentu. Bila usaha tidak berhasil seed investment
mereka hilang dan tidak membebani para pemula dengan hutang.
Para
angel investor tersebut umumnya menggunakan teknik penyebaran resiko,
agar investasi pada satu startup – yang rata-rata beresiko tinggi –
disebarkan ke sejumlah startup lain. Dengan menaruh small investment
pada sejumlah besar startup, maka secara keseluruhan resiko menjadi
manageable.
Hal
yang sama sebenarnya sangat bisa kita lakukan di negeri ini. Model
pembiayaan oleh para angel investor ini ketika kami test dengan salah
satu project startup yang dibidani di Indonesia Startup Center – iKuttab
, ternyata juga mendapatkan respon yang sangat baik. Hanya dalam 2-3
hari saja sudah terkumpul dana yang cukup untuk melahirkan satu startup
baru.
Dengan
keberhasilan ini, kami melihat portfolio startup-stratup baru yang
lahir di Startup Center juga akan berpeluang sangat baik untuk
memperoleh modalnya. Baik bagi para startuper karena ada akses modal
yang relative mudah, dan baik bagi para angel investor karena bisa
memilih portfolio yang lebih menyebar – untuk mengurangi resiko dan
meningkatkan tingkat keberhasilan.
Di Startup Center, kami tidak hanya menangani startup di bidang IT seperti iKuttab tersebut di atas. Di antara portfolio startup kami ada startup di bidang bioteknologi – bekerjasama dengan para peneliti senior dan lembaga riset pemerintah. Ada startup di bidang pengelolaan SDM, ada yang bergerak di bidang agro industri dlsb.
Yang
terakhir ini misalnya, para mitra engineer kami alhamdulillah telah
berhasil memproduksi mesin pengepress minyak nabati seperti pada foto di
bawah. Industri minyak nabati berkwalitas tinggi – dengan standar
virgin oil dalam negeri kini bisa ditunjang oleh mesin-mesin canggih
produksi anak negeri – yang sudah saya saksikan sendiri reliability-nya !
Maka
melihat trend minat untuk memulai startup dari kalangan anak-anak muda
tersebut, juga minat para angel investor untuk ikut membiayai startup
ini, target yang dicanangkan pemerintah 1,000 teknopreneur nampaknya
terlalu kecil. Mestinya bisa jauh lebih baik. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar