Antara Damascus, Dubai dan Depok...

UmayyadAlhamdulillah hari ini adalah hari kesepuluh saya melakukan perjalanan ke Damascus dan Dubai, insyaallah besuk sudah kembali ke Depok. Maksud perjalanan ini adalah dalam rangka mengidentifikasi 'bukit' untuk 'pohon zaitun' yang kita tanam agar bisa memberikan hasil yang terbaik karena tumbuh 'tidak di timur dan tidak pula di barat'.


'Pohon zaitun' ini bisa berupa pendidikan untuk anak-anak kita, usaha yang kita bagun, amal islami yang kita persiapkan untuk akhirat kita atau apa saja yang memerlukan lingkungan pertumbuhan yang baik.

Dari kunjungan ini saya membuat analisa dari dua kota Damascus dan Dubai, relatif bila dibandingkan dengan Depok dimana saya tinggal. Yang saya sajikan disini hanya summary dari analisa tersebut.
Damascus

Sejak pertama kali datang berkunjung empat tahun lalu, saya selalu pingin balik ke kota ini. Damascus yang merupakan bagian dari negeri Syam – negerinya para nabi – memang sangat berbeda dari berbagai kota yang pernah saya kunjungi.

Di negeri ini Anda bisa langsung ngaji sama ulama-ulama besar yang hidup di zaman ini. Di masjid-masjid besar seperti Jami' Bani Umayyah, Anda bisa langsung nimbrung majlis ilmunya Dr. Wahbah Zuhaily yang kitabnya jadi referensi ulama kontemporer di seluruh dunia. Atau di masjid lain bisa bergabung dengan majlis ilmunya Dr. M. Said Ramadhan Al-Bouti yang kitabnya juga jadi rujukan di seluruh dunia. Pendeknya bila Ilmu yang Anda cari – bukan gelar – maka insyaallah sangat mudah bagi Anda unttuk memperolehnya disini.

Kota ini juga bagaikan 'surga' bagi para penghafal Al-Quran, mereka dapat memperoleh bimbingan dari para Hafiz yang sanat-nya nyambung sampai Rasulullah SAW. Selama kunjungan di Damascus saya banyak ditemani mahasiswa-mahasiswa sholeh yang sedang mencari sanat hafalan Al-Qu'annya ini.

Yang lebih hebat lagi tentang kota ini adalah ajaran Islam yang diterapkan sungguh-sungguh oleh sejumlah besar warga kota. Selama saya di Damascus misalnya, saya tidak boleh tinggal di hotel karena ada keluarga sholeh yang ingin menerapkan dan mengajari anak- anaknya bagaimana cara menghormati tamu.

Kelompok masyarakat lain melarang saya untuk menyewa mobil dari dan ke lapangan terbang, semata karena mereka ingin berbuat baik dengan tamunya di kota ini. Di toko-toko, tempat minum, warnet dlsb. dengan mudah kita diberi harga khusus atau bahkan gratis setelah kita ngobrol dan mereka tahu kita tamu di kota ini.

Di belahan manapun di dunia, ada orang baik dan tetap ada orang jahat. Damascus nampaknya berbeda, lebih banyak orang baiknya. Lho kok berani saya berkesimpulan demikian ?. Ketika teman saya kehilangan sepatu di masjid; orang-orang yang mengetahui ia kehilangan sepatu membujuk-bujuk dia untuk mengambil sepatu mereka sebagai penggantinya. Ketika dia tetap tidak mau karena akan membeli sepatu lain di toko, gantian saudaranya yang menunggu di masjid yang dibujuk-bujuk untuk mengambil sepatu mereka sebagai pengganti sepatu yang hilang.

Hal-hal tersebut diatas tidak kita jumpai di negeri-negeri lain termasuk negeri kita bukan?.

Dubai

Negeri ini berbeda dari sisi layanannya terhadap pengusaha. Sejak mengurus visa melalui konsultan saya di Dubai segala kemudahan mereka berikan.

Memasuki negeri ini adalah pengalaman saya termudah dibandingkan seluruh negeri lain di dunia, bahkan balik ke negeri sendiri-pun tidak lebih mudah dari memasuki negeri ini.Dubai Mereka cukup memindai mata Anda untuk data base-nya, bahkan tidak perlu isi entry form – kita langsung masuk.

Untuk urusan usaha juga begitu mudahnya. Kalau Anda punya konsultan untuk menyiapkan segala sesuatunya disini, Anda bisa menyelesaikan pendaftaran perusahaan, buka bank account sampai memilih kantor hanya dalam tempo satu hari kerja saja.

Bila pemerintah Dubai ingin melayani sebaik mungkin orang-orang yang akan berusaha di negerinya; tidak demikian halnya dengan orang-orang asing yang bekerja mencari nafkah di negeri ini.

Para sopir taksi, satpam, penjaga toko dlsb. yang rata-rata orang India, Pakistan dan Mesir – mereka tidak ada ramahnya sama sekali. Sangat berbeda dengan citra Dubai yang ingin dibangun oleh pemerintahnya.

Kalau saya jadi pemerintah Dubai; para pekerja ini baru boleh masuk Dubai setelah mereka lolos tes kepribadian yang ketat yang intinya keramahan dalam menghormati tamu. Mereka di garis depan yang selalu bertemu dengan tamu-tamu yang berkunjung ke negeri ini, tanpa penanganan yang baik mereka bisa mencitrakan citra yang berbeda dari yang hendak dibangun oleh Dubai ini.

Depok

Depok memang bukan tandingan Damaskus dari sisi ke-'alim-an ilmu agama dan bukan pula tandingan Dubai dari sisi infrastruktur dunia usaha. Tetapi di Depok inilah lebih dari separuh usia saya tinggal, belum ada niatan saya untuk meninggalkannya.

UIDi tengah-tengah banyaknya ustadz pinter yang sekarang sibuk di dunia politik, masih ada beberapa ustadz yang secara istiqomah mengajarkan Al-Quran, Hadits dan kitab-kitab Agama lainnya. Salah satunya di masjid Darussalam, Griya Tugu Asri – dimana Anda dapat belajar ilmu-ilmu agama ini hampir setiap malam.

Pak Wali kota yang tinggal di komplek yang sama, juga bisa kita temui setiap habis sholat subuh di masjid Darussalam tersebut. Tidak semua masalah bisa diatasi pak wali, tetapi beliau insyaallah mau mendengarkan keluhan-keluhan warganya.

Dari perbandingan tiga kota tersebut; maka seandainya keluarga saya keluarga muda yang sedang menyiapkan generasi Qur'ani masa depan, maka Damascus-lah tempat tingggal pilihan saya. Bila keluarga saya telah matang di Dunia usaha dan siap untuk bersaing dengan pemain global, maka Dubai-lah pilihan saya.

Dua kota ini bisa menjadi bukit yang baik untuk menanam pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak dibarat untuk bidangnya masing-masing.

Sementara Depok adalah tanah datar biasa yang sudah penuh pepohonan dan ilalang, namun alhamdulillah dengan berbagai keterbatasan dan hambatan yang ada – kita masih bisa menumbuhkan pohon zaitun yang relatif baik – meskpin belum yang terbaik. Wallahu A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar