Dicari : Solusi Ekonomi Yang Tidak Mengandalkan Hutang…

Debt
Allahumma innii a’udzubika minal hammi wal khazan, wa a’udzubika minal ‘adzji wal kasal, wa a’udzubika minal jubni wal bukhl, wa a’udzubika min ghalabati al-daini wa khohri al rijaal.


“Ya Allah saya bersungguh-sungguh berlindung kepadaMu dari rasa susah dan sedih, dan aku berlindung kepadaMu dari rasa lemah dan malas, dan aku berlindung kepadamu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepadamu dari lilitan hutang dan tekanan orang lain.”

Kalau saja hutang itu baik untuk membangun negeri, mungkin kita tidak diajari oleh Usmatun Hasanah kita untuk berlindung dari lilitan hutang seperdi do’a yang matsur (dicontohkan) tersebut diatas setiap pagi dan petang. Tetapi karena hutang ini bisa melilit kita dan membuat kita terjebak dalam tekanan orang lain, maka penting sekali bagi kita untuk berlindung dari hutang ini.

Sepuluh tahun lalu ekonomi negeri ini porak poranda sampai uang kita tinggal bernilai seperempatnya, antara lain penyebabnya adalah gedenya hutang luar negeri kita. Kebutuhan akan Dollar yang begitu tinggi dibandingkan dengan kemampuan kita untuk menghasilkan Dollar telah menyebabkan mata uang Dollar naik lebih dari empat kali lipat selama krisis.

Kini kesalahan yang sama terulang – seolah kita begitu mudah melupakan kesalahan sebelumnya. Kalau keledai saja tidak terperosok dalam lubang yang sama dua kali, kita bisa terperosok ke lubang yang sama berulang-ulang.

Prihatin saya membaca berita di Republika hari ini yang mengungkap hutang korporasi kita telah mencapai kisaran US$ 50 – 60 milyar, sedikit saja dibawah hutang negara yang mencapai US$ 62 milyar.  Yang lebih menyedihkan lagi adalah jumlah hutang yang akan jatuh tempo tahun ini saja akan mencapai US$ 17.4 Milyar, jumlah yang berpotensi untuk menggerus cadangan devisa kita yang per maret hanya US$ 53.7 Milyar.

Seingat saya pada saat kita mengalami krisis dulu, ada komitmen  (pemimpin) negeri ini untuk mengawasi hutang-hutang swasta ke luar negeri ini; Wallahu A’lam – apakah pengawasan tersebut jalan ?, siapa yang bertanggung jawab untuk ini ?; Mengapa rakyat seperti kita harus sering-sering terkejut dengan masalah yang sudah sangat serius dan akhirnya hanya menjadi korban ?.

Besar kemungkinan masalah-masalah semacam ini akan terus berulang selama kita masih salah dalam memilih uswah (contoh); Kalau Rasulullah SAW – Uswatun Hasanah kita memberi contoh utnuk berlindung dari hutang seperti dalam do’a tersebut diatas; negeri ini lebih suka mencontoh guru-gurunya yang di barat yang mengajarkan hutang itulah solusi.

Ben Bernanke, Chairman dari the Fed yaitu bank sentralnya Amerika yang menjadi contoh/rujukan bank-bank sentral dari negara-negara di dunia mencontohkan bahwa dalam prediksinya negeri itu akan bisa bebas dari resesi akhir tahun ini atau awal tahun depan dengan syarat Perbankan Mau Meminjamkan Lebih Banyak Dana Secara Bebas…!. Artinya lebih banyak hutang ditebar….

Sekarang ada dua contoh, yang satu Uswatun Hasanah kita mengajarkan kita untuk berlindung dari hutang pagi dan petang (artinya semaksimal mungkin menghindar dari hutang). Yang kedua Ben Bernanke yang merepresentasikan ekonomi dunia saat ini yang mendorong banyak-banyak hutang, lantas siapa yang yang seharusnya kita pilih sebagai contoh ?.

Sudah seharusnya kita pilih contoh dari  Uswatun Hasanah kita Rasulullah SAW; pertanyaan berikutnya adalah  apa bisa proyek-proyek besar negeri ini di danai tanpa hutang ?. Jawabannya adalah pasti bisa !. Agama ini adalah agama akhir zaman, uswah kita adalah Nabi Akhir Zaman – maka solusinya pasti valid sampai akhir zaman.

Contoh yang sudah kita mulai adalah pencetakan Dinar emas yang kita sebar luaskan ke masyarakat; meskipun modal kita tidak banyak – alhamdulillah kita bisa terus mencetak Dinar yang dibutuhkan oleh masyarakat tanpa sedikitpun ‘hutang’ seperti dalam pengertian bisnis konvensional. Solusi Qirad atau Mudharabah sudah cukup bagi kami untuk terus dapat berkarya memenuhi kebutuhan yang ada di masyarakat.

Contoh lain adalah krisis daging nasional. Untuk menurunkan kebutuhan daging impor tinggal 10 % saja seperti tagetnya Departemen Pertanian RI untuk tahun 2010 misalnya, negeri ini membutuhkan 2.5 juta tambahan sapi dalam 2 tahun kedepan. Bagaimana mengatasi kekurangan ini ?; Pendekatan konvensionalnya adalah cari pemodal besar yang dia tidak harus punya uang – toh bisa pinjam bank ! untuk memodali pengadaan bibit sapi yang dibutuhkan; maka peluang besar penambahan 2.5 juta sapi tersebut akan menjadi kesempatan bagi pemodal besar. Kelak kalau dia tidak bisa mengembalikan pinjamannya – rakyatlah yang jadi korban dengan kredit macet perbankan, atau tergerusnya devisa bila pinjaman tersebut adalah pinjaman luar negeri.

Bagaimana kalau pendekatannya kita ubah sekarang; bukan mengandalkan pemodal besar tetapi mengandalkan pemodal individual yang kita mitrakan dengan peternak sapi yang juga individual – bukan korporasi. Kalau saja satu orang individu yang terlatih dapat mengelola 5 sapi, kemudian masing-masing investor individu juga dapat berinvestasi rata-rata 5 ekor sapi ; maka problem daging nasional tersebut kini berubah menjadi kesempatan baru bagi 500,000 peternak dan 500,000 investor individual !!!.

Teorikah ini ? insyaallah tidak terbatas teori, kita akan terus mencari jalan agar ide-ide kita tidak berhenti di tataran teori semata. Insyaallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar