Mencegah Krisis Finansial Berulang : Jangan Pelit & Jangan Pula Boros…


“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (Pelit) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya(Boros) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”(QS 17:29).


Majalah Time edisi Eropa dan Asia pekan ini mengangkat krisis finansial global yang sampai saat ini belum ketahuan jluntrungan-nya sebagai berita utamanya. Headline yang berbunyi “How Can We Get Out of This Mess ?” seolah mencerminkan kepesimisan atas krisis ini.

Karena edisi ini juga hasil liputan mereka pada World Economic Forum yang berlangsung di Davos dua pekan lalu, maka tulisan dan pemikiran Time ini tentunya juga menggambarkan pemikiran para pemimpin dunia yang hadir pada forum tersebut.

Yang menarik dari Time edisi ini adalah cara mereka memformulasikan asal muasal krisis finansial yang ada. Menurut mereka akar permasalahan krisis ini adalah ketimpangan global (global imbalances) antara peminjam dan pemberi pinjaman yang sudah berlangsung satu generasi terakhir ini.
Berbeda dengan image yang terbangun selama ini bahwa peminjam ini adalah negara-negara seperti Indonesia dan negara lain yang lebih parah ekonominya; peminjam terbesar selama ini ternyata adalah negara yang selalu mencitrakan dirinya sebagai adikuasa – siapa lagi kalau bukan Amerika.

Masih menurut majalah tersebut mesin penggerak ekonomi global selama ini adalah konsumen Amerika dengan keborosan mereka; bahkan selama ini pula mereka ‘memakan’ rumah mereka untuk membiayai keborosannya. Ketika mereka tidak lagi bisa menjadikan rumahnya sebagai ‘celengan’ (piggy banks) yang dikuras terus isinya (melalui mortgage dlsb.) – maka berhenti pulalah mesin dari ekonomi global ini.

Disisi lain ada negara-negara asia terutama China yang warganya gemar sekali menabung. Di sanalah sekarang menumpuknya pools of saving and reserve. Tidak masalah sebenarnya dengan saving and reserve ini,  namun karena kegemaran menyimpan uangnya ini membuat mereka sendiri sedikit konsumsi - maka secara nasional  mereka mengandalkan pasar ekspornya. Atau dengan kata lain mereka tidak banyak konsumsi tetapi mengandalkan orang lain yang konsumsinya banyak.

Dampak berantainya adalah ketika si boros kehabisan uang untuk membiayai keborosannya; si pelitpun ikut kena getahnya – mereka tidak lagi bisa mengandalkan si boros untuk membeli barang-barang yang dihasilkan si pelit.

Perubahan fundamental yang perlu dilakukan agar krisis global ini tidak terulang antara lain adalah mendorong agar si boros merubah kebiasaan konsumsinya dan mulai menabung, pada saat bersamaan mendorong agar si pelit juga mulai meningkatkan konsumsinya sendiri. Dengan cara inilah keseimbangan konsumsi dan produksi akan mulai terjaga.

Pemikiran yang nampaknya canggih dari para pemimpin dunia yang berkumpul di Davos tersebut sebenarnya sudah diungkapkan di Al-Qur’an al Karim lebih dari 1400 tahun lalu. Ayat yang saya kutip di awal tulisan ini salah satu buktinya, masih ada beberapa ayat lagi di Al-Quran yang pesannya senada.

Jadi ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala  dalam Al-Qur’an memerintahkan kita agar tidak terlalu pelit dan tidak pula terlalu boros – rupanya bukan hanya untuk kebaikan bagi diri kita sendiri, tetapi juga kebaikan bagi seluruh penduduk dunia. Subhannallah, Maha Benar Allah dengan FirmanNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar