Perbedaan Inflasi Yang Dhalim Dengan Naik-Turunnya Harga Yang Fitrah

Agak teknis sedikit, untuk menjelaskan inflasi yang dhalim saya akan gunakan rumus yang digunakan para monetarist yaitu M x V = P x Q . Dimana M = jumlah uang, V= kecepatan berputar; P= Tingkat harga dan Q = Jumlah barang dan Jasa.


Apabila uang yang kita gunakan adalah uang kertas yang bisa dicetak terus tanpa ada yang membatasinya, kemudian uang tersebut dengan sistem bunga ‘ditarik’ dari peredaran dan disimpan dalam bentuk tabungan , deposito dan lain sebagainya sehingga membuat sektor riil tidak bergerak; maka harga-harga barang akan naik, ini yang disebut inflasi.

Apabila kenaikan ini berlangsung terus secara spiral akan dapat menimbulkan apa yang disebut sebagai hiper inflasi. Inflasi yang terjadi melalui proses demikian adalah inflasi yang dhalim karena didorong oleh kedhaliman pencetakan uang yang tidak terkontrol dan menahan uang dari sektor riil melalui meknisme bunga bank yang ribawi.

Selain kedhaliman dalam jumlah uang yang berlebihan, kenaikan harga juga bisa terjadi karena penimbunan barang dan monopoli yang keduanya juga terlarang dalam Islam. Inflasi atau kenaikan harga-harga yang dhalim demikian –baik karena jumlah uang yang dicetak berlebihan atau ada tindakan yang tidak adil misalnya dalam penimbunan barang dan monopoli– adalah kenaikan harga yang tidak dibolehkan atau bahkan harus dicegah.

Dilain pihak meskipun kita menggunakan uang Dinar dan Dirham, bunga bank atau riba kita tinggalkan, maka kemungkinan naik-turunnya harga akan tetap ada. Namun naik-turunnya harga bukanlah disebabkan oleh kedhaliman, melainkan karena fitrah perdagangan, yaitu keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Apabila barang yang ditawarkan jumlahnya lebih sedikit dari yang dibutuhkan maka tentu saja harga barang tersebut akan naik. Kenaikan harga yang demikian inilah yang juga pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Bahkan Rasulullah SAW tidak mau menghentikan atau mempengaruhi kenaikan harga ini sebagaimana kita bisa lihat dari Hadits Ashabus Sunan dengan perawi yang shahih sebagai berikut :

Telah meriwayatkan dari Anas RA., ia berkata :” Orang-orang berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, harga-harga barang naik (mahal), tetapkanlah harga untuk kami. Rasulullah SAW lalu menjawab, ‘Allah-lah Penentu harga, Penahan, Pembentang, dan Pemberi rizki. Aku berharap tatkala bertemu Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedhaliman dalam urusan darah dan harta’” .

Naik-turunnya harga yang fitrah penyebabnya murni supply and demand, dalam jangka pendek bisa berfluktusi tergantung posisi supply and demand tersebut – tetapi jangka panjang akan cenderung stabil. Stabilitas tercipta oleh mekanisme pasar itu sendiri, yaitu pada saat supply berlebih, harga akan turun – produsen akan mengerem produksinya. Sebaliknya pada saat demand berlebih, harga akan naik – yang mendorong produsen untuk menambah produksi yang kemudian menambah supply dan dampaknya akan mendorong harga turun kembali.

Dari penjelasan diatas, persamaan pertukaran atau equation of exchange M x V = P x Q dapat dipakai untuk menyimpulkan secara sederhana, mana kebijakan moneter yang fitrah dan memakmurkan rakyat dan mana kebijakan moneter yang dzalim dan menyengsarakan rakyat. Apabila pemerintah mencetak uang, tetapi tidak berdampak pada naiknya ketersediaan barang dan jasa (Q) maka pasti harga(P) yang naik, berarti upaya pemerintah mencetak uang menjadi musibah bagi masyarakat karena inflasi akan menaikkan harga-harga seluruh barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ini yang terjadi di sistem uang fiat yang dianut oleh seluruh pemerintahan di dunia saat ini.

Apabila pemerintah dapat mengendalikan jumlah uang yang ada (M) pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan produksi barang dan jasa, maka jumlah barang dan jasa (Q) naik sementara M relatif tetap, maka pasti harga-harga (P) akan turun, inilah kebijakan pemerintah yang akan memakmurkan rakyat. Ini bisa terjadi apabila uang Dinar dan Dirham dipakai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar