Food, Energy and Water Trilemma

Food, Energy and Water (FEW) adalah tiga pilar kebutuhan dasar manusia yang ketersediaan dan keterjangkauannya (availability and accessibility) menjadi penopang keamanan (security), keadilan (prosperity) dan kesetaraan (equity) suatu negara.  Masalahnya adalah pengadaan ketiganya sekaligus seiring kebutuhan manusia yang terus meningkat sungguh tidak mudah dan bahkan menjadi challenge terbesar peradaban saat ini – karena ketiganya berebut sumber daya yang sama.

Pangan yang merupakan kebutuhan dasar manasia pertama, saat ini masih ada 785 juta orang kelaparan di dunia. Dunia membutuhkan pertumbuhan 43 % dari sekarang sampai tahun 2050 untuk menjaga agar penduduk bumi tetap bisa makan.

Di tengah kebutuhan yang meningkat ini, justru ketersediaan lahan pertanian yang turun drastis, dunia kehilangan 5 – 10 juta hektar per tahun tanah yang semula subur menjadi lahan yang tidak lagi produktif, masih ditambah 0.3 – 1.5 juta yang rusak karena air tanahnya menjadi asin atau tanah terendam air.

Di tengah menurunnya sumber daya untuk produksi pangan ini, hasil dari tanaman pangan juga direbut untuk kepentingan produksi energy. Ketika tanaman penghasil pati atau gula digunakan untuk memprodusi bioethanol, tanaman penghasil minyak digunakan untuk biodiesel – maka bila ditargetkan kontribusi 2 % bioethanol/biodiesel terhadap supply energy dunia saja, target ini sudah cukup untuk menyedot  34% hasil tanaman pati, gula dan minyak nabati  dan melipat duakan food-gap dunia.

Di sisi lain, kebutuhan energy dunia juga akan meningkat lebih pesat ketimbang kebutuhan pangan. Dari sekarang sampai tahun 2040, dibutuhkan tambahan energy sampai 50 % di tengah habisnya sumber minyak dari sejumlah pemain ekonomi utama dunia saat itu.

Menjadi simalakama yang lebih rumit lagi karena kegiatan pertanian tanaman pangan dan energy yang sekarang berlangsung, menyedot 70 % air tawar di dunia . Padah saat inipun ada 2.1 milyar orang yang tidak memiliki akses air bersih, 4 dari 10 orang penduduk dunia mengalami kelangkaan air.

Lantas bagaimana mengelola simalakama yang pelik ini ? Pengelolaan ketiganya harus terintegrasi, tidak bisa sektoral lagi. Baik di tingkat pemerintah maupun swasta, yang selama ini mengelola Food, Energy and Water secara terpisah, oleh departemen atau instansi yang terpisah yang minim kordinasi harus mulai intensive berkoordinasi.

Apalagi di tingkat swasta, perusahaan pangan atau pertanian hampir selalu terpisah terpisah dari perusahaan energy dan pengelolaan air. Masing-masing mengejar profit centernya sendiri tanpa memperdulikan dampaknya pada yang lain. Maka mereka harus mulai memperhatikan dampaknya bagi sektor yang lain.

Perlunya synergy dalam pengelolaan Food, Energy and Water ini juga diisyaratkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput, air dan api” (HR. Sunan Abu Daud). Padang rumput untuk penggembalaan atau produksi daging dan susu (pangan), air ya air atau mata air, sedangkan api adalah apa yang sekarang kita sebut energy.

Lebih jauh Al-Qur’an juga memberi petunjuk detil tentang seluk beluk makanan kita, dari mulai jenisnya, komposisinya, cara menanamnya, dimana menanamnya, kapan dlsb. Sedangkan untuk api atau energy Allah memberi petunjuknya yang sangat jelas di setidaknya tiga surat yaitu Yaasin, Al-Waqi’ah dan An Naba.

Demikian juga tentang air, dari mana asalnya, cara mengelolanya sampai menghasilkan mata air dan bahkan anak sungai, juga larangan-nya. Sembilan orang yang disebut berbuat kerusakan di muka bumi dalam Surat An-Naml ayat 48 adalah sembilan orang yang menguasai sumber air yang seharusnya milik masyarakat.

Pengelolaan air yang keliru seperti yang dilakukan oleh bangsa Tsamud dengan ekonomi Tsamudian-nya, menjadi contoh buruk tentang pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya untuk masyarakat luas tetapi dikuasai oleh segelintir orang saja.

Di jaman modern ini-pun bahkan ada bukti empiris bahwa negara-negara yang bisa mengelola Food, Energy and Water baik dari sisi ketersediaan maupun keterjangkauannya, maka negara-negara tersebut menjadi negara yang lebih stabil. Ini dibuktikan oleh hasil riset dari sejumlah peniliti PBB yang kesimpulannya dituangkan dalam grafik berikut ;


Ingin negeri tetap stabil ? maka salah satu jalannya adalah make sure urusan makanan, energy dan air ini tersedia dengan cukup dan terjangkau. Para kontestan di PILKADA maupun Pemilu eksekutif maupun legislative seharusnya punya program yang konkrit untuk mengatasi ketidak-terjangkuan bahkan kelangkaan (few) dari FEW (Food, Energy and Water) ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar