Brain Plasticity Dan Dzikr

Selasa, 1 Maret 2016
Oleh: Muhaimin Iqbal

Otak manusia itu sangat lentur sehingga sebenarnya mudah untuk belajar segala sesuatu yang baru. Meskipun demikian mengapa lebih banyak orang yang suka menekuni satu bidang yang sama berpuluh tahun, mengapa orang bisa patah hati dan putus asa, orang bisa mengalami kesedihan yang berlebihan dan lain sebagianya – karena tidak memanfaatkan kelenturan otak itu. Sebaliknya bila kita bisa  memanfaatkan kelenturan otak kita atau yang disebut brain plasticity secara optimal – maka dengan mudah kita bisa belajar berbagai skills yang baru, beradaptasi dengan situasi yang berbeda dlsb. Bagaimana caranya ?


Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya dalam tulisan Menghafal Ilmu dan Membangun Skills , otak manusia itu awalnya terdiri dari sel-sel syaraf (neurons) yang acak tidak tersambung satu sama lain. Ketika kita bayi, kita mendengar dan melihat segala sesuatu – tetapi sangat sulit merangkainya menjadi informasi yang melahirkan ilmu.

Ketika kita beranjak dewasa dan kita mulai belajar sesuatu, sel-sel syaraf tersebut mulai terhubung satu sama lain dengan apa yang disebut synapses dan membentuk neural pathways atau jalan setapak diantara belantara sel syaraf.

Pelajaran yang terus-menerus diulang dan apalagi dilakukan, akan membentuk jalan setapak yang menjadi semakin permanen seperti jalan yang dicor. Pada tahap ini kita bisa melakukan apa saja tanpa harus mengingat-ingat lagi caranya. Kita bisa berjalan, bisa berbicara dengan begitu banyak kosa kata dlsb karena jalan yang telah dicor tersebut.

Ketika sesorang melakukan pekerjaan yang sama berpuluh tahun, sejatinya dia seperti mengecor jalan setapak tersebut di dalam otaknya. Saking kuatnya cor-coran jalan ini, membuat dia tidak siap untuk mengantinya dengan jalan yang lain. Itulah mengapa 9 dari 10 pensiunan tidak siap ketika masa pensiun tiba, padahal rata-rata orang pensiun masih berada pada puncak kematangan usia produktifnya 55 tahun – usia dimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  memulai perang besar pertamanya.

Proses pengecoran jalan itu juga tidak harus berjalan berpuluh tahun, bisa berjalan sangat singkat – tetapi bila pengalaman itu begitu kuat membekas – dia sudah menjadi jalan setapak yang dicor.

Contohnya adalah seorang yang jatuh cinta, meskipun sangat singkat tetapi karena otaknya dipenuhi dengan segala sesuatu tentang orang yang dicintainya – maka dia sejatinya telah membangun secara kilat jalan setapak itu. Maka ketika yang dicintainya meninggalkannya, dia bisa putus asa , patah hati dan lain sebagainya – karena tidak bisa memikirkan ada jalan setapak lain yang bisa dibangunnya.

Namun sebagaimana dampak negative dari brain plasticity ketika kita tidak menggunakannya, bila sebaliknya kita bisa menggunakan brain plasticity kita secara optimal – berbagai dampak positif akan dapat kita alami.

Kita akan dengan mudah belajar berbagai skills baru atau memperluas koleksi skills yang sudah ada, kita dengan mudah bisa recover dari kesedihan ketika ditinggalkan orang yang kita cintai, bahkan kita bisa menterapi diri kita untuk sembuh dari berbagai penyakit dlsb.

Bagaimana caranya ? ya dengan memahami cara kerja otak kita tadi, seperti orang yang jatuh cinta tadi. Mengapa dia bisa membangun jalan setapak yang dicor sangat kuat meskipun dalam waktu yang singkat ? Karena ketika dia jatuh cinta, dia memenuhi otaknya dengan apa saya yang terkait dengan cintanya.

Dalam kaitannya dengan skills baru yang kita pelajari, kita bisa menguasainya dengan sangat cepat bila kita bisa ‘jatuh cinta’ pada skills tersebut. Siang malam kita pikirkan , dan bahkan dalam tidur sekalipun kita bermimpi dengannya – maka dalam waktu yang cepat kita akan menguasi skills baru tersebut.

Siapa yang mengajarkan cara ini ? bukan para ahli syaraf. Lebih dari 1400 tahun sebelum para ahli syaraf mengetahi cara kerja otak kita ini, kita sudah diajari oleh Allah melalui Al-Qur’an – bahwa untuk menjadi ahli dalam setiap inti persoalan atau yang disebut ulil albab – kita harus terus memikirkan atau mengingatnya tanpa henti baik ketika kita sedang berdiri (beraktifitas) , sedang duduk atau bahkan sedang tidur.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulil albab), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS 3:190-191)

Mengingat atau dzikr adalah keyword yang digunakan oleh Allah dalam berbagai urusan lainnya, karena dengan mengingat – yang dampaknya kita menjadi hafal – itulah sesungguhnya jalan setapak antar sel syaraf di otak kita dibangun.

Maka ketika hati kita lagi galau, pikiran ruwet dan sejenisnya – cara menenangkannya juga dengan mengingat Allah :

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS 13:28)

Banyak-banyak mengingat Allah juga menjadi kunci keberuntungan, seperti di ayat berikut :

Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS 62:10).

Bahkan dengan menginat Allah banyak-banyak, kita juga akan bisa merubah segala persoalan yang kita hadapi menjadi peluang bagi kita untuk menjadi khalifah di muka bumi – memimin dunia di bidang yang kita miliki :

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).” (QS 27:62)

Lantas apa hubungan mengingat atau dzikr ini dengan skills baru yang bisa menjadi sangat mudah untuk dipelajari – bahkan kita bisa menjadi ahlinya dalam waktu cepat ? Karena orang yang banyak-banyak berdzikir otaknya menjadi fokus atau khusu’ , seperti belantara yang sudah dibersihkan dengan land clearing – tinggal membangun jalannya – jalan setapak apa saja yang kita ingin taruh diatasnya akan mudah terbangun. Itulah mengapa banyak sekali ulama-ulama dahulu yang menguasai berbagai bidang ilmu dan keahlian yang sangat luas.

Dalam profesi (baru) yang kita bangun – jalan setapak tersebut juga akan mudah sekali terbangun bila kita benar-benar melaksanakannya di lapangan, bukan sekedar teori.  Tahun 1980-an Center  for Creative Leadership mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa hanya 10 % saja pendidikan formal itu berkontribusi pada leadership skills seseorang.

Selebihnya 20 % berasal dari exposure atau interaksi dengan orang lain yang sudah ahli di bidangnya, dan selebihnya yang paling dominan 70% oleh experience yang dia lakukan sendiri. Mengapa demikian ? karena melakukan adalah cara yang paling mudah dan cepat dalam membangun jalan setapak di otak kita tersebut.

Sekali Anda bisa berenang – seterusnya Anda bisa berenang, sekali bisa naik sepeda – seterusnya Anda bisa naik sepeda. Anda tidak bisa berenang hanya dengan membaca buku terbaik tentang teori renang, Anda juga tidak bisa bersepeda – hanya dengan memahami cara kerja sepeda.

Itulah skills, dia menuntut tangible exercises – yang dalam bahasa agama adalah Amal. Yang akan memimpin dubia di bidangnya masing-masing adalah orang yang memiliki skills – yaitu orang yang beramal shalih – bukan orang yang bergelar atau yang pandai berteori. Dan ini adalah janji Allah – siapa yang lebih menepati janji selain dari pada Dia ?

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS 24:55)

Lantas apa yang bisa kita lakukan agar tidak terjebak pada sekedar teori atau wacana ? Ya dengan melakukan tangible exercises  atau amal nyatanya di lapangan itu tadi. Itulah inti dari project Skills Whiz yang digagas Startup Center untuk bisa menyediakan solusi web-based ataupun aplikasi – yang diaharapkan dapat menjadi platform bagi tumbuhnya berbagai skills baru secara terstruktur, sistematis dan massive di negeri ini – karena kita butuh tambahan skilled-worker yang sangat banyak (58 juta orang sampai 2030) dan dengan masing-masing produktifitas yang meningkat 60%. InsyaAllah kita bisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar