Oleh: Muhaimin Iqbal
Ketika pemerintah baru-baru ini mencanangkan lahirnya 1,000 startups, Indonesia Startups Center yang kami rintis di Depok sudah berulang tahun yang ke 3 bulan ini. Meskipun agak terlambat, tetapi tentu kami menyambut baik inisiatif pemerintah ini bila benar-benar ditindak lanjutinya di lapangan. Startups itu seperti tanaman yang (diharapkan) tumbuh dengan cepat, dia butuh tanah yang paling subur, air yang cukup dan iklim yang sesuai. Itulah yang disebut startups ecosystem, yang tentu sangat penting perannya dalam tumbuhnya startups terbaik – dan ini memang butuh dukungan pemerintah.
Seperti
bercocok tanam di lahan tandus, begitulah ketika kami merintis Startups
Center tiga tahun lalu. Istilah startups-pun masih terasa asing bagi
sebagian besar masyarakat kita, sehingga ketika Startups Center berdiri
dan memulai memasang papan nama – orang selau sulit memahami apa
kira-kira yang kami lakukan disini.
Kini
lahan itu mulai nampak hijau setelah beberapa startups bener-bener
terlahir dari tempat ini, bahkan diantaranya ada yang sudah mendapatkan
pengakuan global – karena kami memang memvisikan startups kita pinginnya
tidak hanya jago kandang.
Bersamaan
dengan mulai menghijaunya bumi startups itu ,ecosystem startups mulai
pula terbentuk. Dan apa yang diwacanakan pemerintah untuk melahirkan
1,000 startups tersebut di atas kami harapkan melengkapi ecosystem ini
dengan perbagai regulations yang mendukung.
Unsur
kedua adalah research, karena tidak akan ada startups unggul kecuali
didukung oleh kekuatan research ini. Awalnya semua kami lakukan sendiri
sampai team peneliti kami bisa membibitkan zaitun di negeri ini misalnya
– karena startups yang kami maksud bukan hanya terkait teknologi
informasi, tetapi juga startups di perbagai bidang lainnya.
Kini
dukungan dari lembaga penelitian pemerintah mulai kami terima,
diantaranya adalah untuk startups terbaru kami yang insyaallah tahun ini
akan bisa mengidentifikasi jenis kelamin kurma jantan atau betina –
ketika bibit kurma baru mengeluarkan daun hijau pertamanya.
Startups
yang sarat teknologi semacam ini, butuh laboratorium yang sangat
canggih – yang terlalu mahal bila harus kami adakan sendiri. Maka
startups di bidang ini akan diinkubasi di laboratorium milik lembaga
penelitian pemerintah.
Unsur
ketiga adalah investors, sebelum ini sangat sulit untuk mencari
investors yang mau invest di startups – yang harus diakui memang
rata-rata beresiko tinggi. Tetapi pelajaran menarik justru kami peroleh
dari negeri yang jauh, ketika salah satu startups kami mendapatkan
fasilitas inkubasi dan akselerasi di San Francisco – Amerika Serikat.
Di
sana justru pembiayaan startups yang tidak melanggar syariah itu dengan
mudah bisa diperoleh. Di mereka ada daftar angel investor yang terdiri
dari individu maupun korporasi yang eager untuk mendanai awal tumbuhnya
sebuah startup.
Dana
dari mereka bukanlah hutang, kalau startups yang didanainya gagal –
maka mereka rela uangnya ikut hilang bersamaan dengan gagalnya startups
tersebut. Bila berhasil, maka para investor berhak sejumlah tertentu
dari saham startups yang berhasil tersebut. Kita mengenal ini adalah
prinsip dasar mudharabah.
Bahkan
sebenarnya di Indonesia, Dewan Syariah Nasional sekitar 8 tahun lalu
sudah mengeluarkan fatwa yang cocok untuk ini – yaitu fatwa tentang
Mudharabah Dengan Opsi Saham. Hanya saja selama ini aplikasinya baru
pada bank atau institusi finasial besar yang mengeluarkan convertible
bond syariah.
Fatwa
Mudharobah Dengan Opsi Saham inilah yang menurut saya paling sesuai
untuk menunjang pertumbuhan startups di negeri yang mayoritasnya muslim
ini. Bahkan salah satu startup terbaru kami yaitu Skills Whiz juga didanai dengan skema Mudharobah Dengan Opsi Saham ini.
Unsur
keempat adalah dukungan korporasi besar, ini diperlukan utamanya untuk
akses pasar bagi produk-produk yang dihasilkan dari perbagai startups
tersebut. Kita berani menanam kacang dan pisang dalam jumlah besar
misalnya dalam startup iGrow, karena ada kosporasi-korporasi besar yang
memang siap menerima produknya.
Unsur
kelima adalah services, khususnya di jaman ini yang terkait dengan
telekomunikasi, akses internet berkecepatan tinggi dan data center.
Telkom dan IBM misalnya, pernah mendukung startups center kami dengan
akses internet berkecepatan tinggi dan data center yang sangat besar
untuk salah satu exercises kami di bidang Big Data.
Dan
last but not least adalah unsur budaya. Di negeri yang menjadi pegawai
adalah cita-cita mayoritas penduduk sejak kecil, melahirkan usaha
sendiri sering dipandang sebelah mata. Biasanya hanya dilakukan oleh
orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan, maka barulah terpaksa buka
usaha sendiri.
Namun
Alhamdulillah unsur culture ini juga kami saksikan sendiri sedang
berubah secara cepat. Pemicunya adalah keberhasilan sejumlah anak-anak
muda dengan usahanya yang sangat hebat, maka ini berdampak langsung pada
lingkungan para tokoh pemula yang berhasil tersebut.
Setelah
keponakan kami bersama teman-temannya melahirkan Bukalapak yang sukses
itu misalnya, maka pandangan keluarga besar kami terhadap konsep bekerja
menjadi berubah. Usaha sendiri ternyata bisa menjadi opsi mobilitas
vertical yang sangat cepat, melebihi kecepatan pegawai-pegawai yang
paling sukses sekalipun.
Demikian
pula setelah iGrow menjadi startups yang berprestasi global – dengan
co-founder dan CEO yang masih belia, maka euphoria startups ikut
menginspirasi teman-teman dan adik-adik kelasnya di perguruan tinggi
terbaik dan fakultas terbaik – untuk tidak tergiur dengan
tawaran-tawaran kerja kantoran di perusahaan yang telah mapan dan
bergengsi sekalipun.
Namun budaya untuk melahirkn startups ini tentu masih perlu terus ditumbuh kembangkan dan disebar luaskan pengaruhnya, agar negeri ini bisa bener-bener bersaing dengan negara maju sekalipun.
Di
negeri yang startups ecosystem-nya sudah lebih sempurna, investasi di
startups sudah menjadi bagian portfolio investasi masyarakat. Mereka
invest sedikit tetapi menyebar di sejumlah startups dengan harapan bila
satu saja startups tersebut berhasil – ini sudah sangat cukup untuk
mencover yang gagal.
Juga
dari kalangan professional di perbagai bidang, mereka rela bekerja
ekstra di luar jam kerjanya – untuk mendukung lahirnya sebuah startups
tanpa harus dibayar awalnya. Kontribusi mereka nanti dikonversi menjadi
saham, bila startups tersebut berhasil - baru para professional ini naik kapal untuk full time di startups yang baru ini.
Untuk
yang terakhir ini kami di Startups Center masih kesulitan untuk
menggaet minat high caliber professionals untuk bergabung di startups
kami, padahal kebutuhan kami terus tumbuh seiring dengan lahirnya
startup-startup baru kami.
Rata-rata
yang kami butuhkan adalah co-founder yang akan menjadi CEO atau salah
satu director khususnya yang kuat di bidang finance dan marketing.
Karena rata-rata ide startups dilahirkan dari anak-anak muda yang
cerdas, tetapi untuk implementasinya perlu professional matang di
bidangnya – yang rela bekerja keras untuk mengelola ‘kesemrawutan’
ide-ide cerdas tersebut.
Bersamaan
dengan itu, kami juga butuh orang-orang yang ikhlas – karena dengan
keihklasan kerja inilah kita menghindari perpecahan ketika usaha itu
berhasil maupun ketika usaha itu gagal. Tanpa keikhlasan, usaha akan
pecah ketika berhasil karena pelakunya saling berebut hasil. Juga pecah
ketika gagal atau dalam masalah karena para pelakunya saling
menyalahkan.
Maka ada tiga hal yang kami berusaha menyatukannya di startups center, yaitu ide
besar startups terlahir dari orang-orang yang cerdas, diimplementasikan
oleh orang-orang yang bersedia bekerja keras untuk itu, dan kemudian up
and down-nya dijaga oleh orang-orang yang bekerja ikhlas.
Di
luar sana banyak batu permata berserakan, tetapi ketika masih dalam
bentuk batu – orang tidak melihatnya berharga. Bahkan yang bersangkutan
sendiri tidak melihat dirinya berharga, karena batu itu memang belum
digosok. Yang kami lakukan di startups center adalah menggosok batu-batu
itu, sampai kami bisa melihat keindahannya. Setelah kami melihat
keindahannya, kami bisa tunjukkan ke orang lain – yang kemudian orang
lain tersebut juga akan melihat keindahan yang sama.
Memang
selalu ada resiko sedihnya ketika batu telah menjadi permata akan
disambar orang lain, tetapi justru disitulah letak penting dan indahnya
keikhlasan itu. Menunjukkan sesuatu yang baik adalah sama dengan berbuat
kebaikan itu sendiri. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar