Keluar Dari Poverty Trap, Mengejar Kemakmuran…

Oleh: Muhaimin Iqbal
Jum'at, 31 Agustus 2012

Dari sekitar 7 milyar penduduk dunia saat ini, 1 milyar diantaranya tinggal di negeri –negeri kaya seperti Amerika, Jepang dan Eropa. 4.5 milyar tinggal di negeri-negeri menengah seperti China, Brazil dan Afrika Selatan. Sisanya 1.5 milyar tinggal di negeri-negeri yang berpenghasilan rendah seperti Pakistan, Nigeria, Nicaragua dlsb. Dimana posisi kita yang di Indonesia saat ini ?


Kita lihat angka GDP per capitanya.  Di negeri-negeri kaya GDP per capita itu rata-rata diatas US$ 30,000. Di negeri-negeri menengah rata-rata GDP per capita berada di kisaran US$ 10,000. Di negeri-negeri sisanya yang tergolong berpenghasilan rendah, GDP per capita berada di kisaran angka US$ 3,650 atau bahkan lebih rendah lagi. Tahun lalu GDP per capita kita Rp 30.8 juta atau sekitar US$ 3,260, jadi kita termasuk dalam 1.5 milyar penduduk dunia yang tinggal di negeri-negeri berpenghasilan rendah.

Berpenghasilan rendah tidak berarti harus rendah diri. Sisi positifnya adalah negeri-negeri yang berpenghasilan rendah ini sebenarnya memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan negeri-negeri yang sudah makmur. Ada teori ‘catch-up’ dari para ekonom yang kurang lebih berbunyi begini “ GDP per capita negeri-negeri miskin akan konvergen dengan GDP per capita negeri-negeri kaya…”, atau dengan kata lain GDP negeri miskin akan ‘catch –up’ (mengejar) GDP negeri kaya !. Kok bisa ?

Ini terkait dengan teori lain yaitu teori marginal, masukan yang sama menghasilkan keluaran yang berbeda tergantung kondisi yang diberi masukan. Orang kurus diberi makan yang sama dengan orang gemuk, maka yang kurus akan lebih cepat gemuk ketimbang yang sudah gemuk.

Maka jumlah investasi yang sama bila ditanamkan di negeri miskin akan lebih cepat meningkatkan GDP-nya ketimbang investasi tersebut ditanamkan di negeri yang sudah kaya – dari sinilah negeri-negeri miskin seharusnya bisa mengejar kemakmurannya menyamai negeri-negeri yang kaya. Korea Selatan adalah salah satu negeri yang berhasil mengalami proses ‘catch-up’ ini.

Mengapa hal yang sama tidak atau belum terjadi di negeri-negeri lain – seperti juga kita yang di Indonesia ?. Negeri-negeri lain yang belum bisa mengejar kemakmurannya rata-rata masih terjebak dalam apa yang disebut poverty trap atau jebakan kemiskinan seperti dalam ilustrasi dibawah.


Di negeri-negeri yang penghasilannya rendah, perang saudara atau setidaknya kerusuhan massal mudah sekali terjadi oleh berbagai sebab, korupsi dan inefisiensi terjadi di lembaga-lembaga pemerintahannya. Dampaknya adalah selain terjadi instabilitas, kepastian hukum tidak terjamin bagi siapapun yang mau investasi. Ketika investasi tidak banyak yang masuk, maka negeri tersebut akan sulit ‘catch-up’ GDP negeri lain yang lebih maju dan lebih stabil.

Jadi untuk bisa mengejar kemakmuran, kita harus bisa keluar dahulu dari poverty trap yang membelenggu itu. Tugas siapa ini ?, ya tugas kita semua. Sebagai rakyat, jangan mudah terpancing isu-isu yang memecah belah dan mengadu domba. Sebagai pemimpin, harus bisa mengayomi seluruh komponen bangsa dan menyelesaikan potensi-potensi konflik dengan bijak, kikis habis korupsi dan hindari inefisiensi di seluruh bidang. Sebagai penegak hukum, tegakkanlah hukum se-adil-adilnya tanpa pandang bulu.

Mudah diucapkan dan sulit diterapkan ?, kalau negara lain ada yang bisa – mengapa kita tidak ?. Insyaallah kita juga bisa bila mau memulai dari diri kita. Wa Allahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar