Oleh: Muhaimin Iqbal
Salah satu tantangan terbesar bagi pemimpin Dinaria adalah bagaimana me-restorasi generasi yang telah dirusak oleh peradaban sebelumnya. Peradaban sebelumnya ini dicirikan oleh banyaknya ilmu sedikitnya amal, sumber daya melimpah tetapi mayoritas penduduk negeri justru miskin, konsentrasi kemakmuran ke segelintir orang, pemimpin a la demokrasi yang lalai memperhatikan kepentingan rakyat serta krisis pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan, air dan energi.
Sang Pemimpin melihat semua masalah ini saling terkait satu sama lain, maka solusinya-pun harus integratif meng-address seluruh masalah secara sekaligus – bukan masalah ayam dan telur yang mana yang lebih dahulu harus diatasi.
Ketika
orang mengejar ilmu tetapi tidak menjadi dasar amal, budaya yang
terbangun adalah budaya perdebatan, budaya wacana dan budaya akan ini
dan itu. Maka Sang pemimpin mulai merintis program aplikasi amal dari
ilmu yang sudah ada di masyarakat, dan selanjutnya program-program
pendidikan bagi para penuntut ilmu lebih difokuskan untuk pembelajaran
ilmu yang akan menjadi dasar amal.
Tidak
kurang luasnya ilmu yang sudah ada di masyarakat untuk mengelola
sumber-sumber kekayaan alam yang melimpah misalnya, maka dengan
meng-amal-kan ilmu-ilmu mereka ini kemiskinan akan terkikis.
Masyarakat
sebenarnya sudah lama tahu bahwa sumber-sumber kekayaan alam itu harus
dikelola untuk kemakmuran rakyat dan bagaimana mengelola yang
seharusnya, tetapi system kapitalisme telah mengkooptasi kekayaan alam
tersebut sehingga tidak terjamah oleh rakyat. Maka Sang Pemimpin bukan
mengambil begitu saja kendali sumber-sumber kekayaan alam dari tangan
kapitalisme dengan nasionalisasi atau sejenisnya, tetapi melibatkan
rakyat untuk membeli kembali kekayaan alam mereka.
Dana-dana
rakyat yang selama ini menumpuk di bank-bank tanpa rakyat tahu siapa
yang menggunakan dana mereka dan untuk apa, maka Sang Pemimpin mengubah
tabungan masyarakat ini menjadi Asset-Based Investment atau investasi berbasis asset.
Setiap
investasi atau tabungan masyarakat, terkait langsung dengan asset-asset
tertentu yang mereka bisa memilih sendiri diinvestasikan ke asset yang
mana dana mereka ini – rakyat bisa memilih siapa yang memutar dana
investasinya dan untuk apa. Melalui cara ini tidak ada lagi sumber daya
alam negeri yang tergantung pada investasi dari segelintir orang
golongan tertentu atau investasi dari luar negeri Dinaria.
Melalui
cara ini pula, sumber daya alam secara elegan bisa pindah kembali ke
tangan rakyat – tinggal kemudian para professional mengelolanya untuk
sebesar-besarnya manfaat bagi para stakeholder mereka yaitu rakyat itu
sendiri. Karena pemegang kendali pengelolaan sumber daya alam bervisi untuk semaksimal mungkin manfaat bagi rakyat, maka tinggal memformulasikan apa yang paling dibutuhkan oleh rakyat ini.
Kepentingan
rakyat terbesar adalah terjaganya kebutuhan pokok mereka untuk hidup,
terjaganya keyakinan mereka, kehormatan mereka, terjaganya kemerdekaan
pemikiran mereka, terjaganya keturunan mereka dan tentu juga terjaganya
jiwa dan harta mereka. Maka inilah visi pengelolaan sumber daya alam
Dinaria itu.
Ketika
rakyat terjaga kebutuhan pokoknya untuk hidup, maka penduduk Dinaria
tidak perlu merendahkan diri mengorbankan kehormatan dan kadang
keyakinan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
Ketika
kebutuhan pokok, keyakinan dan kehormatan terjaga, maka mereka hidup
dengan pemikiran yang merdeka. Pemikiran yang merdeka ditunjang oleh
keamanan jiwa dan harta rakyat, akan mampu melahirkan generasi demi
generasi yang meningkat kwalitasnya.
Generasi
yang terus meningkat kwalitasnya akan mampu mengatasi tantangan jaman
yang mereka hadapi. Penduduk Dinaria bisa terus meningkat jumlahnya di
tengah sumber daya alam yang terbatas, tetapi karena mereka mampu
meningkatkan produktifitas-nya – keterbatasan sumber daya alam tidak
lagi menjadi kendala.
Bukan
banyak atau sedikitnya penduduk yang menentukan kemakmuran suatu
negeri, tetapi adalah kwalitas penduduk itu sendiri. Biar manusia itu
sedikit jumlahnya, bila kwalitasnya rendah maka mereka adalah liability – yang sedikit yang baik. Sebaliknya manusia sebanyak apapun , bila kwalitasnya tinggi – mereka adalah asset - maka yang banyak yang lebih baik.
Atas
dasar ini di negeri Dinaria tidak dikenal pembatasan jumlah penduduk,
yang ada adalah upaya terus menerus untuk meningkatkan kwalitas penduduk
itu sendiri. Sejauh yang lahir adalah generasi asset, maka sebanyak
apapun mereka hanya akan menambah kemakmuran negeri Dinaria itu sendiri.
Tetapi
sumber pangan, air dan energi kan terbatas ? mesti juga ada batasan
maksimal penggunaannya ? betul batasan itu mungkin saja ada, tetapi Sang
Pencipta-lah Yang Maha Tahu di mana batas itu berada. Yang jelas Dia -
Sang Pencipta menyediakan cukup rezeki bagi seluruh makhluk ciptaanNya,
maka tugas para makhluk ini untuk meng-eksplorasi rezeki dengan seluruh
ilmu yang menjadi dasar amal tersebut di atas.
Bahan
pangan misalnya, ketika yang satu habis atau tidak lagi mencukupi –
dengan ilmu dan amal akan dihasilkan bahan-bahan pangan yang baru.
Energi juga demikian, ketika bentuk energy yang satu habis – ilmu dan
amal akan melahirkan energy baru untuk menggantikan bentuk energy
sebelumnya.
Air
yang jumlahnya di seluruh bumi tetap, dan kebutuhan air tidak ada
substitusinya –pun tetap bisa diatasi bila penduduk negeri menggunakan
ilmu-nya untuk menjadi landasan amal bagi solusi permasalahan yang ada.
Ilmu
dan teknologi baru bisa terus disempurnakan untuk konservasi air yang
efektif dan efisien sehingga air hujan kapanpun bisa tersimpan secara
cukup di bumi-bumi yang subur. Recycling technology
yang semakin maju akan membuat air sisa kembali bisa digunakan secara
baik untuk berbagai keperluan lainnya. Teknologi desalinasi yang semakin
murah dan efisien akan bisa mengubah air laut menjadi air tawar dalam
jumlah yang mencukupi.
Pangan,
air dan energy adalah barang langka pada peradaban sebelumnya karena
selain sedikitnya ilmu yang diimplemantasikan menjadi amal, juga karena
akses pengelolaannya yang tidak adil. Penduduk yang sedikit menguasai
sumber daya yang sangat banyak, sedangkan penduduk yang sangat banyak
nyaris tidak memiliki akses terhadap sumber daya yang ada.
Walhasil
kunci dari semua itu ada pada kwalitas manusia itu sendiri utamanya
dari sisi ilmu, amal dan keadilan system hukumnya. Maka dari sinilah
Sang Pemimpin membangun negeri Dinaria dengan visi untuk bisa eksis
sampai menjelang akhir jaman – ketika saat itu kemakmuran melimpah dan
bahkan bumi arab yang gersang-pun kembali menjadi hijau. Sang Pemimpin
memulainya dengan me-restorasi generasi untuk mengembalikannya menjadi
generasi asset dan bukan generasi liability !
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar