Oleh: Muhaimin Iqbal
Pada tahun 1939 Josef Stalin mengadakan perjanjian rahasia dengan Adolf Hittler untuk menguasai tiga negara di sekitar laut Baltic yaitu Estonia, Latvia dan Lithuania. Dalam kekuasaan Uni Soviet, penduduk di negara-negara tersebut dilarang mengibarkan benderanya dan bahkan juga dilarang menyanyikan lagu kebangsaannya. Baru 50 tahun kemudian (1989) penduduk di negara-negara tersebut bisa merdeka. Dengan apa mereka merdeka ? tanpa perang dan tanpa perundingan – mereka merdeka dengan secara harfiah penduduknya bergandengan tangan satu sama lain.
Untuk
membentuk rantai manusia yang setara jarak Jakarta - Magelang ini
diperlukan 1,200,000 orang yang terdiri dari 300,000 orang Estonia,
400,000 orang Lithuania dan 500,000 orang Latvia. Saat rantai manusia
yang sangat panjang ini terbentuk, sekitar 1 dari 5 orang di masing-masing negara ikut dalam gandengan tangan ini.
Hal
kecil yang remeh temeh bila dilakukan sendirian atau sekelompok kecil
orang – hanya sekedar bergandengan tangan, tetapi sangat dasyat bila
dilakukan serentak dalam jumlah orang yang sangat banyak. Maka apa yang
bisa memotivasi mereka untuk berbuat bersama inilah yang sangat penting.
Dalam
hal negeri-negeri Baltics tersebut, yang memotivasi mereka adalah
keinginan untuk merdeka – agar mereka bisa mengibarkan bendera mereka
sendiri dan agar mereka bisa menyanyikan lagu kebangsaannya lagi !.
Beruntung kita sudah 67 tahun lebih merasakan kemerdekaan de jure
itu, kita bisa mengibarkan bendera kita dan juga bisa menyanyikan lagu
Indonesia Raya tanpa ada yang melarangnya. Tetapi secara de facto – sejak awal euphoria kemerdekaan de jure kita-pun sudah ada yang mengingatkannya.
Yang menjajah kita pasca kemerdekaan de jure memang bukan lagi negara tetapi apa yang disebut corporatocracy – gabungan kepentingan antara perusahaan-perusahaan raksasa dunia dengan institusi-institusi global.
Melalui penjajahan corporatocracy
ini peternak sapi dalam negeri terjajah oleh impor daging, demikian
pula dengan peternak susu, petani kedelai, petani jeruk dan berbagi
buah-buahan lainnya. Atas nama perdagangan bebas petani dan pengusaha
kecil di suatu negeri dengan mudah tergencet oleh industrialis raksasa
dari negara-negara besar yang mencengkeram dunia.
Memang tidak dibutuhkan suatu negara untuk menjajah negara. Negeri ini pernah dijajah oleh sebuah perusahaan yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), maka tidak mengherankan bila di jaman modern inipun kembali korporasi-korporasi raksasa dunia bisa menjajah kita.
Dengan
cara mereka, kita dipaksa ‘mengibarkan bendera mereka’ dan dipaksa pula
‘menyanyikan lagu’ mereka. ‘Bendera’ ini terwakili oleh merek-merek
dagang mereka, dan ‘lagu-lagu’ ini terwakili oleh kegemaran kita meniru
budaya mereka.
Beruntunglah
orang-orang di negeri Baltics tersebut di atas – suatu saat setelah 50
tahun terjajah mereka merasakan hal yang sama yaitu rasa terjajah dan
ingin merdeka, lantas mereka bergandengan tangan bareng dan akhirnya
merdeka.
Kita
masih tiga langkah di belakang mereka, pertama kita belum menyadari
bahwa kita terjajah oleh penjajahan modern. Kedua karena belum merasa
terjajah maka kita belum merasa perlu untuk memerdekakan diri. Dan yang
ketiga karena belum merasa perlu memerdekakan diri tentu kita juga belum
merasa perlu untuk berbuat bareng.
Tetapi
mudah-mudahan kita bisa terus melangkah, mengejar ketinggalan kita,
mengejar kemerdekaan hakiki kita. Merdeka dalam system hukum, dalam
system ekonomi, politik, perdagangan, budaya, pemikiran dst. Merdeka
dengan bergandengan tangan… InsyaAllah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar