Oleh: Muhaimin Iqbal
Dalam berbagai tulisan sebelumnya telah banyak saya ulas mengenai kurma, zaitun, anggur, delima, tin dan berbagai tanaman lain dalam Al-Qur’an. Tetapi dimana kita bisa belajar langsung tanaman-tanaman ini di habitat aslinya ? Dimana lagi kalau bukan di tempat-tempat yang juga disebutkan dalam Al-Qur’an ! Sayangnya negeri-negeri Syam yang secara khusus disebutkan keberkahannya ini lagi dalam kondisi perang, bisakah kita belajar bertani dari mereka ? InsyaAlah sangat bisa !
Maka
di sela-sela mendampingi para sukarelawan Indonesia mengunjungi
saudara-saudara kita di Gaza beberapa hari ini, kami menyempatkan diri
juga untuk belajar dari para petani di negeri yang terdholimi secara
luar biasa ini. Meskipun kondisi alamnya sangat berbeda, insyaAllah
sangat banyak yang bisa kita pelajari.
Untuk
kurma misalnya, menurut publikasinya FAO pohon kurma bisa bertahan di
cuaca dingin dengan suhu dibawah 0 derajat Celcius. Zero vegetation
point (suhu di mana kurma berhenti tumbuh) adalah 7 derajat Celcius,
artinya dibawah suhu tersebut pohon kurma bisa bertahan hidup tetapi
berhenti tumbuh. Di atas 7 derajat Celcius kurma tumbuh normal, sampai
mencapai suhu 40 derajat Celcius - kemudian mulai menurun daya tumbuhnya
pada suhu di atas ini.
Kurma
juga terbukti tumbuh di belahan bumi utara di Asia, Afrika dan Amerika,
maupun di belahan bumi selatan seperti Australia. Jadi dari sisi
geografis maupun iklim, Indonesia mestinya berada pada posisi yang cukup
ideal untuk pertumbuhan kurma - apa yang bisa kita pelajari di Gaza,
insyaallah juga bisa kita aplikasikan di Indonesia.
Untuk
anggur, wilayah Indonesia yang umumnya cenderung panas dan lebih banyak
dataran rendahnya ketimbang yang di dataran tinggi – maka anggur
dataran rendah lebih berpeluang besar untuk dibudi-dayakan secara masif
mendampingi budi daya kurma. Anggur di Gaza juga anggur dataran rendah
karena lokasi Gaza yang pas di pinggir pantai.
Pekan
lalu sebelum berangkat ke Gaza ini saya lebih dahulu mengunjungi suatu
pusat pengembangan tanaman Anggur di Jawa Timur, yang telah memiliki
sejumlah besar varietas tanaman Anggur yang cocok untuk dikembangkan di
Indonesia. Konon tempat ini sudah ada sejak jaman Belanda, jadi mestinya
kita sudah sedari dahulu dapat menjadi produsen Anggur – minimal cukup
untuk mengisi pasar kita sendiri.
Mengapa
Anggur ini penting untuk menjadi perhatian ? Anggur adalah tanaman
kedua terbanyak yang disebut di Al-Qur’an setelah kurma. Anggur juga
menjadi tanaman terbanyak di Al-Qur’an yang disebutkan secara
berdampingan dengan kurma.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam Ath-Thibbun Nabawi menerangkan manfaat Anggur sebagai berikut : “Anggur
merupakan buah yang paling baik dan paling banyak manfaatnya. Dapat
dimakan dalam keadaan basah dan kering, masih hijau maupun masak. Anggur
adalah buah di antara buah-buahan yang lain, makanan pokok diantara
makanan pokok yang lain, sebagai obat bila dibandingkan dengan
obat-obatan yang lain, dan minuman apabila digabungkan dengan aneka
minuman lainnya.”
Secara
ilmiah Anggur juga terbukti berperan dalam berbagai pengobatan jantung,
obat anti lelah dan anti virus, mengikis kanker, menangkal stroke,
mencegah insomnia, mencegah kerusakan gigi dan gusi dlsb.
Secara
ekonomi anggur berpotensi tinggi, meskipun diusahakan di pekarangan
yang sempit sekalipun. Saya menyaksikan sendiri bagaimana di atap-atap
rumah penduduk Gaza, mereka banyak menanam buah yang satu ini.
Selain
rumah menjadi tambah asri, menurunkan suhu di musim panas – juga ikut
meningkatkan kemampuan bertahan penduduk Gaza yang sudah di-blockade atau lebih miripnya dipenjarakan oleh Zionis Israel lebih dari lima tahun terakhir.
Di
negeri muslim yang terdholimi secara luar biasa ini, saya menyaksikan
atau lebih tepatnya belajar – bagaimana pertanian mereka hidup dengan
kebun-kebun kurmanya, kebun zaitunnya dan juga anggur-anggurnya yang
mudah dijumpai di sepanjang jalan sampai atap-atap rumah mereka tersebut
di atas.
Pelajarannya
bukan hanya sekedar bagaimana bertanam kurma, zaitun dan anggur –
tetapi lebih dari itu adalah pelajaran untuk mensyukuri nikmatNya yang
tidak terhingga. Bahwa di bumi yang gersang-pun barakah itu melimpah
manakala penduduknya beriman dan bertaqwa.
Nampaknya
bukan karena petani-petani mereka lebih pinter, karena ketika kami coba
bertanya ke mereka tentang bagaimana membedakan pohon kurma jantan dan
betina – hanya satu dari tiga petani yang bisa menjawabnya dengan baik.
Lantas
apa pembedanya ? kemungkinan terbesarnya adalah ketakwaannyalah yang
membedakan mereka. Seorang petani yang kami kunjungi tidak mengijinkan
kami pulang sebelum kami memasuki rumahnya dan menikmati minuman yang
disuguhkannya. Dia menuturkan bahwa hasil panenan mereka langsung turun
manakala mereka lalai dalam membayar zakat.
Barangkali
inilah yang harus banyak-banyak kita pahami dan sebar luaskan, bahwa
bertani bukan hanya terkait dengan kesuburan lahan dan kepandaian kita
bercocok tanam, bertani terkait langsung dengan keimanan dan ketakwaan.
Bila
hanya Dia yang mampu melahirkan benih dari bijinya (QS 6:95), dan hanya
Dia yang mampu menumbuhkan tanaman-tanaman ini (QS 56 : 63-64), lantas
mengapa hakNya tidak kita berikan ?.
Maka
sosialisasi dalam membayar zakat pertanian ini, mestinya tidak kalah
pentingnya dengan berbagai program sosialisasi dan penyuluhan pertanian
lainnya.
Zakat
adalah cerminan keimanan dan ketakwaan, maka bila di Gaza yang padang
pasir dan terkepung saja petaninya bisa makmur – mengapa tidak dengan
kita yang hidup di tanah merdeka nan subur ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar