Oleh: Muhaimin Iqbal
Sejak menulis Visi Untuk Negeri : Baldatun Thayyibah , pertanyaan yang terus datang dan menghantui adalah bagaimana mewujudkannya. Maka hari-hari ini team kami mengadakan perjalanan Wikitani Tour de Jawa, untuk memetakan kira-kira seberapa jauh kondisi kita kini dengan visi tersebut. Hasilnya mengejutkan, ternyata ada daerah yang sudah sangat dekat berjalan ke arah sana ! Siapa mereka ?
Sebagaimana peta jalan pada umumnya konsep Baldatun Thayyibatun WaRabbun Ghafur
atau untuk kepentingan penulisan ini kita singkat BTWG, kita
visualisasikan dalam grafik dua dimensi agar mudah diikuti. Sumbu X-nya
adalah keimanan dan ketakwaan, sedang sumbu Y-nya adalah kondisi fisik
alam setempat.
Untuk
melihat kondisi keimanan dan ketakwaan kita hanya bisa melihat kondisi
dan aktifitas fisik masyarakat, sedangkan kondisi alam setempat kita
melihat dari sisi kesuburan dan kemanfaatannya. Hasilnya adalah untuk
daerah-daerah yang kami kunjungi/survey, kami plot di antara sumbu X dan Y tersebut menjadi seperti pada grafik berikut.
Daerah yang berada di posisi A adalah
daerah yang menurut kami berada di garis terdepan dalam ikhtiar menuju
BTWG. Masyarakatnya sudah antusias mengaji, pengajian Ahad subuh di
pesantren terdekat selalu dihadiri oleh ribuan orang. Ibu-ibu yang
bekerja di sawah-pun sadar untuk memakai jilbab secara benar.
Tanah mereka subur makmur, dan bahkan eksekutif-eksekutif dari Jakarta yang menemani
kami survey di lokasi tersebut ‘ngiri’ dengan gaya hidup para petani di
sini – damai, makmur dan mereka nampak hidup dengan quality time. Mereka bekerja efektif dan banyak pula bisa mengaji.
Daerah
yang ada di posisi B adalah daerah dimana sudah mulai ada ustadz-ustadz
yang membina masyarakat, tetapi belum nampak dampaknya pada kemakmuran
masyarakatnya. Masih perlu terus ditingkatkan keimanan dan ketakwaan
masyarakat, serta perlu digenjot amal shalehnya untuk memakmurkan bumi
sekitarnya.
Daerah
di posisi C adalah daerah-daerah yang subur, secara fisik tidak
kekurangan apapun – tetapi masyarakatnya nampak masih jauh dari keimanan
dan ketakwaan. Aneka sesajen masih ada di sawah-sawah mereka, dan belum
ada aktivitas dakwah ke mereka untuk mengajak pada keimanan dan
ketakwaan.
Daerah
di posisi D adalah kilometer nol dalam perjalanan menuju BTWG,
upacara-upacara syirik masih mewarnai kehidupan mereka dalam bertani
mupun aktifitas ekonomi lainnya. Dan kondisi alam mereka juga masih
merana seolah masyarakatnya pasrah bahwa daerah mereka adalah daerah
yang minus dan tandus. Di daerah ini busung lapar dan sejenisnya menjadi
peristiwa sehari-hari.
Dari
kaca mata dakwah dan ikhtiar menuju BTWG, Baik yang sudah di posisi A,
maupun yang masih di posisi B, C dan D menjadi peluang tersendiri bagi
Anda-Anda yang mau terlibat di dalam mewujudkan BTWG ini.
Peluang
kita dimana untuk masyarakat yang sudah ada di posisi A ini ?,
sederhana, bergabung dalam jama’ahnya – bisa tinggal bersama mereka atau
secara berkala mengunjungi mereka untuk bisa belajar dan menerapkannya
di tempat lain. Sambil bila ada ilmu-ilmu professional kita yang
diperlukan mereka, bisa kita sumbangkan ilmu kita untuk penyempurnaan
jalan menuju BTWG tersebut.
Daerah
yang berada di posisi B, perlu banyak juru dakwah diterjunkan di daerah
ini sekaligus juga para professional yang bisa membimbing masyarakat
untuk peningkatan kemampuannya dalam memakmurkan buminya. Kedua hal ini
saling berkorelasi karena masyarakat akan mudah diajak pada keimanan dan
ketakwaan bila mereka bisa merasakan langsung dampak dari perbaikan
iman dan takwa ini pada kehidupan mereka.
Daerah
yang berada di C , mereka sudah mampu mengolah buminya dengan baik,
hanya mereka sangat perlu banyak-banyak diajak untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaannya agar keberkahan hadir di bumi mereka (QS
7:96).
Dari
diskusi kami dengan para tokoh masyarakat di daerah D tersebut, mereka
sangat merindukan pendamping dalam memikirkan survivalitas
masyarakatnya. Di daerah seperti ini para wakil rakyat dan kepala daerah
hanya datang setiap lima tahun, menjelang PEMILU atau PEMILUKADA –
setelah itu mereka dilupakan. Saat ini mereka membutuhkan bantuan tidak
hanya materi tetapi juga pendampingan sehari-hari, kalau tidak bisa
setiap hari ya minimal setiap minggu. Kalau tidak bisa setiap minggu ya
minimal setiap bulan, kalau tidak bisa setiap bulan minimal sering
dikunjungi dari waktu ke waktu tetapi yang jelas tidak boleh hanya
dikunjungi lima tahun sekali.
Semua
yang saya gambarkan daerah A, B, C, D tersebut ada di Jawa, dan jarak
mereka dari kota besar terdekat rata-rata kurang dari 1 jam. Maka dengan
pemetaan seperti inilah, insyaAllah jalan menuju BTWG itu mulai nampak
jelas di depan mata.
Tetapi
tentu saja satu pekan Tour de Jawa tidak cukup untuk mewujudkan BTWG,
ini hanya awal dari perjalanan panjang itu. InsyaAllah dalam waktu dekat
kami akan merintis majlis pengajian rutin - Majlis BTWG, antara lain
untuk mengajak para sukarelawan lintas generasi dan lintas profesi,
untuk belajar dari daerah A – kemudian menularkannya ke daerah B, C dan
D.
Dan tentu saja tidak hanya di Jawa, team yang lain insyaAllah bekerja untuk Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Irian dlsb.
Maka bila Anda masih sering bete wa galau
(btwg), tidak tahu harus berbuat apa untuk negeri ini dan untuk diri
Anda sendiri, untu bekal hidup Anda nanti, dan bekal untuk hidup sesudah
mati – barangkali bergabung dengan Majlis BTWG ini bisa menjadi
solusinya.
Anda
akan surprise bahwa kebahagian dan hidup yang lebih hidup bisa datang
sama baiknya baik di daerah A - ketika Anda menimba ilmu dan pengalaman,
maupun di daerah D – ketika ilmu dan pengalaman Anda sangat dibutuhkan
oleh masyarakat yang rata-rata dhuafa ini. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar