Oleh: Muhaimin Iqbal
Sampai kemarin di beberapa daerah, perajin tahu tempe masih mogok produksi. Akibatnya para tukang gorengan juga terpaksa berhenti berjualan, menu-menu utama di warung-warung Tegal-pun ikut absen. Demikian pula tukang ketoprak, rujak cingur dan sejumlah makanan tradisional lainnya. Sebuah ecosystem perekonomian terganggu di salah satu mata rantainya yaitu kedelai, padahal kemungkinan kedelai memang bisa hilang dari Indonesia atau setidaknya tidak terjangkau bila tidak segera dicarikan solusinya.
Mengapa
kedelai bisa hilang dari Indonesia ?, karena sampai saat ini produksi
kedelai kita hanya di kisaran 800-900 ribu ton saja dan kekurangan
konsumsi kedelai diimpor dari negara lain, tahun ini kedelai yang
diimpor oleh Indonesia menurut Index Mundi akan mencapai 2.1 juta ton
atau lebih dari dua kali dari produksi kita sendiri.
Masalahnya adalah supply
kedelai dunia sudah mendekati mentog, negeri Soylandia (antara lain
Brasil) sudah tidak dapat lagi meningkatkan produksinya kecuali dengan
membabat hutan Amazon mereka. Tambahan kebutuhan kedelai impor China
saja setahun terakhir mencapai 10 juta ton dari 59 juta ton (2012)
menjadi 69 juta ton (2013). Sepuluh tahun terakhir bahkan kebutuhan
impor kedelai China naik lebih dari empat kalinya, yaitu dari sekitar 17
juta ton (2003) menjadi 69 juta ton (2013).
Apa
hubungannya impor kedelai China ini dengan kita ?, artinya kita akan
bersaing habis-habisan dengan mereka untuk memperebutkan kedelai dunia
yang terbatas. Karena mereka pembeli yang sangat besar dibandingkan
dengan kita, kemungkinannya kita akan kalah dalam perebutan ini –
pembeli yang lebih besar umumnya memiliki posisi tawar yang lebih baik
ketimbang pembeli yang kecil.
Walhasil
kecil kemungkinan supply kedelai akan bisa bertambah untuk negeri ini,
peluang berkurangnya menjadi lebih besar. Demikian pula dengan harganya,
kecil kemungkinannya akan turun, malah kemungkinan naiknya akan lebih
besar. Inipun bila kedelai masih bisa diimpor untuk memenuhi kebutuhan
sumber protein yang (dahulunya) paling terjangkau oleh rakyat ini.
Lantas
apa solusinya ? Bukankah Allah menjanjikan kecukupan rezeki bagi
seluruh makhlukNya ? Betul demikian, tetapi yang dijanjikan bukan
kedelai – sangat banyak sumber protein pengganti kedelai yang bisa
dihasilkan di negeri ini. Dalam jangka pendek salah satunya adalah koro
pedang, yang salah satunya kami ikut panen perdananya di Nganjuk – Jawa
Timur dalam rangkaian Tour de Jawa kali ini.
Bukan hanya kedelai sebenarnya yang supply-nya
perlu diperbaiki, konsumsi protein hewani (daging, susu, telur, ikan)
kita yang sangat rendah – juga seharusnya dapat diperbaiki. Dengan apa
?, dengan memperhatikan makanan ternak kita !
Ketika
Allah memerintahkan kita untuk memperhatikan makanan kita (Surat Abasa
24-32), di rangkaian ayat tersebut Allah sebutkan ada rumput-rumputan
(Surat Abasa 31), lantas Apakah ini untuk kita ?, itu untuk makan ternak
kita – baru kemudian bila kita dapat memberi makan yang baik untuk
ternak kita, dagingnya (juga susu dan telurnya) nanti juga untuk kita.
Kedelai
memang bisa saja hilang dari bumi pertiwi ini, tetapi bila penduduk
negeri ini beriman dan bertakwa (QS 7:96) keberkahan akan melimpah di
negeri ini. Bentuk dari keimanan ini antara lain adalah keyakinan kita
bahwa petunjukNya itu meliputi segala hal (QS 16:89), dan petunjukNya
itu disertai penjelasan yang detil (QS 2:185).
Jadi
di seluruh aspek kehidupan kita, di seluruh masalah yang kita hadapi –
jalan keluar itu pasti ada – asal kita mengikuti perintahNya dan
menjauhi laranganNya (bertakwa : Surat At-Thalaq 2). Bisa saja kedelai
akan menghilang dari negeri ini, tetapi bahkan ganti yang lebih baik-pun
insyaAllah akan bisa kita hadirkan dengan pertolonganNya semata.
InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar