Oleh: Muhaimin Iqbal
Beberapa hari pasca Tsunami Aceh Desember 2004, saya menyaksikan antrian panjang orang-orang dari berbagai kalangan yang hendak terbang dengan pesawat Hercules di Halim Perdana Kusumah. Di Aceh sendiri listrik masih gelap dan bau mayat masih menyengat, tetapi ribuan orang dari berbagai profesi datang dari berbagai penjuru negeri – demi membantu anak negeri yang lagi berduka waktu itu. Bisakah semangat dan keikhlasan para sukarelawan ini ditularkan untuk situasi lain ?
Bukan
hanya di Aceh, saya melihat semangat kerja dan keikhlasan yang sama
ketika terjadi gempa di Jogja dan sekitarnya dua tahun kemudian, juga
musibah letusan gunung Merapi beberapa tahun kemudian. Bahkan saya juga
melihat kedasyatan etos kerja para sukarelawan yang peduli pada problem
saudara-saudara kita yang jauh seperti di Ghaza, Syria dlsb.
Intinya
adalah di setiap musibah, Alhamdulillah masyarakat kita bisa tergerak
untuk bekerja dengan penuh semangat dan keikhlasan – demi membantu
saudara-saudara kita yang lagi berduka. Semuanya insyaAllah baik,
olehkarenanyalah semangat dan keikhlasan para sukarelawan tersebut perlu
di ‘export’ untuk jenis pekerjaan lainnya.
Bila
dalam setiap musibah kerja keras dan ikhlas bukan untuk diri sendiri
itu mudah untuk dibangkitkan, bisakah kerja keras dan ikhlas yang
reaktif terhadap bencana yang sudah terjadi ini ditularkan menjadi kerja
keras dan ikhlas yang proaktif terhadap bencana yang belum muncul ?
Bencana yang baru berupa ancaman atau bencana yang di-antisipasi ?
Harusnya bisa, bila kita bisa membangkitkan kepedulaian yang sama – senses of crisis
yang sama antara musibah atau bencana yang sudah terjadi dengan bencana
yang baru bersifat ancaman atau bencana yang bisa diantisipasi.
Tetapi
bagaimana kita bisa mengatisipasi bencana ini ? dalam kisah Nabi Yusuf
‘Alaihi Salam kita bisa belajar bagaimana kita mengantisipasi musibah
(kelaparan) itu dan bagaimana kita berbuat mencegahnya. Di jaman ini
ilmu pengetahuan dan teknologi informasi juga bisa sangat berguna untuk
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya bencana itu.
Tanpa
mengarti kecilkan musibah-musibah sebelumnya, krisis FEW (Food, Energy
and Water) kedepan bisa menelan korban yang lebih banyak dari
musibah-musibah tsunami, gempa bumi maupun letusan gunung berapi.
Bila prediksi McKinsey
benar bahwa 17 tahun dari sekarang akan ada 25 juta orang Indonesia
yang kesulitan untuk memperoleh air bersih, bisa dibayangkan besarnya
korban jiwa yang ditimbulkan oleh krisis air ini saja.
Bila
prediksi para ahli energi bahwa minyak kita akan habis dalam 10 tahun
mendatang dan gas-pun akan habis dalam 30 tahun – bisa dibayangkan
krisis energi saat itu dampaknya bagi rakyat kebanyakan. Krisis energi
berdampak langsung pada keterjangkauan kebutuhan pokok – karena energi
menjadi komponen utama dalam struktur biaya produksi dan
transportasinya. Krisis energi, pasti berdampak pada krisis kebutuhan
pokok lainnya.
Yang paling langsung dampaknya adalah krisis pangan, sebagai contoh kedelai yang selama ini menjadi komponen protein yang relatif terjangkau oleh masyarakat kita – kinipun mulai bergerak menjauh dari jangkauan rakyat kebanyakan.
Krisis
kedelai bisa menjadi model pembelajaran bagi krisis bahan pangan
lainnya. Mengapa kedelai yang semula terjangkau, kini menjadi semakin
tidak terjangkau ? jawabannya sederhana yaitu karena kita tidak mampu
memproduksinya sendiri secara cukup.
Ketika
kita harus berebut kedelai dari pasar internasional, dua masalah besar
akan terus menghantui kita. Pertama adalah daya beli uang kita terhadap
kedelai yang harus diimpor ini – bila daya beli uang kita cenderung
menurun, maka harga kedelai pastinya akan cenderung terus melonjak – dan
semakin tidak terjangkau oleh rakyat.
Kedua adalah masalah supply-nya
sendiri, China dengan jumlah penduduk 1.4 milyar sebenarnya hanya
sekitar 5.5 kali jumlah penduduk kita yang mendekati 250 juta. Tetapi
menurut Index Mundi, tahun ini China akan mengambil supply
kedelai dunia 33 kali lebih banyak dibandingkan dengan yang diambil
Indonesia. China akan mengimpor sekitar 69 juta ton kedelai atau 66% supply pasar, sedangkan Indonesia ‘hanya’ akan mampu mengambil 2.1 juta ton kedelai dari pasar internasional atau hanya 2 % dari supply pasar.
Mengapa
China membutuhkan begitu banyak kedelai, seolah tidak proporsional
dengan jumlah penduduknya ?, karena selain untuk kebutuhan pangan
manusia langsung – kedelai juga digunakan untuk bahan pakan ternak di
negeri itu.
Bahwa
bahan pangan diperebutkan antar manusia di dunia yang semakin banyak,
dan bukan hanya diperebutkan sesama manusia – tetapi juga dengan ternak
mereka – inilah yang akan membuat ancaman krisis pangan itu akan semakin
nyata kedepan.
Tetapi
ancaman krisis tidak harus menjadi kenyataan bila kita bisa bertindak
benar pada waktu yang tepat. Ancaman krisis FEW yang bisa menelan korban
lebih banyak dari tsunami, gempa bumi dan letusan gunung berapi –
insyaallah bisa dicegah – bila bisa dibangun kesadaran akan adanya
potensi musibah ini, kemudian juga digerakkan aksi-aksi kerja keras dan
ikhlas sebagaimana ditunjukkan oleh masyarakat negeri ini di setiap kali
menghadapi musibah.
Lantas
konkretnya apa yang bisa kita lakukan ? dari sinilah munculnya gagasan
untuk melahirkan suatu generasi atau komunitas yang kita sebut PROVEES
singkatan dari Professional Volunteers
– yaitu para sukarelawan yang proaktif men-antisipasi bencana dengan
menggunakan petunjukNya dan segala kemampuan profesional agar ancaman
atau potensi musibah itu tidak menjadi kenyataan.
Awalnya
kita akan menggarap ancaman atau potensi musibah yang ditimbulkan oleh
krisis tiga kebutuhan pokok yaitu FEW (Food, Energy and Water), maka
silahkan para professional yang terkait dengan bidang-bidang ini bila
mau bergabung lebih dahulu menjadi para sukarelawan professional (PROVEES) di komunitas ini.
Bayangkan bila para professional pertanian/pangan, professional energi baru dan terbarukan dan professional
pengelolaan air bisa dan mau bekerja keras dan ikhlas seperti para
sukarelawan-sukarelawan tsunami, gempa bumi dan letusan gunung berapi –
insyaAllah akan segera muncul solusi untuk antisipasi ancaman atau
potensi musibah-musibah yang terkait FEW tersebut. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar