Oleh: Muhaimin Iqbal
Organisasi-organisasi kemasyarakatan Islam di negeri ini luar biasa banyaknya, bahkan beberapa diantaranya meng-klaim memiliki anggota yang sampai puluhaan juta orang. Umat ini memiliki masjid, sekolah, rumah sakit dan bahkan juga partai politik. Tetapi dalam kegiatan ekonomi apa yang kita miliki ?, nyaris belum ada. Dalam kegiatan ekonomi umat yang banyak ini hanya menjadi semacam kerumuman (crowd) di pasar, belum berjama’ah membentuk kekuatan ekonomi.
Karena
tidak membentuk suatu jama’ah, maka masing-masing kita seperti kawanan
kambing yang terlepas dari gerombolannya sehingga sangat mudah ditangkap
oleh sang serigala. Persis seperti yang diingatkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
“Sesungguhnya
syetan itu serigala bagi manusia, seperti serigala bagi kambing yang
menerkam kambing-kambing yang keluar dari kawanannya dan menyendiri.
Karena itu jauhilah perpecahan, dan hendaklah kamu bersama jama’ah dan
orang banyak”.(HR. Ahmad)
Serigala
itu bisa berupa jaringan retail yang menangkap semua kebutuhan
sehari-hari ratusan juta umat ini, mulai dari sembako, sabun dan
sejenisnya sampai urusan yang lebih besar seperti urusan
kendaraan/transportasi, urusan keuangan, urusan politik, urusan
kepemimpinan dan berbagai urusan lainnya.
Masalahnya
adalah cengkeraman serigala itu sudah begitu kuat dan luasnya sehingga
ketika satu persatu umat ini mulai sadar-pun, tidak selalu mudah mencari
alternatifnya. Ketika hadir satu atau dua (calon) kekuatan umat di
bidang apapun, tidak jarang kemudian ditanggapi secara apatis “…ah ternyata sama saja…!”.
Mengapa
umat yang begitu besar ini tidak bisa menjadi kekuatan ekonomi
tersendiri misalnya ? mengapa kita tetap menjadi kerumunan orang di
pasar, bukan menjadi kekuatan ekonomi berbasis Jama’ah ?. Sejarah
panjang telah merusak dengan sengaja budaya ekonomi umat ini, penjajah
belanda yang meng-kapling-kapling pekerjaan secara turun temurun telah
menghancur luluhkan mental berdagang dan bersyirkah dari umat yang
mayoritas ini.
Kemudian
tidak lama setelah kemerdekaan, umat ini pun mestinya punya kesempatan
untuk bersatu – tetapi unsur pemecah itu datang lagi di tahun 1955
ketika umat Islam kemudian terpecah menjadi sejumlah partai-partai
Islam.
Kesempatan
berikutnya datang di era Orde Baru ketika Partai Islam hanya satu,
namun karena saat itu ketika ada tiga partai – yang satu partai penguasa
dan yang dua adalah partai jadi-jadian-nya sang penguasa, umat inipun
tetap tidak (dikehendaki) bersatu.
Datang
lagi era reformasi yang menjadi peluang emas untuk umat ini bersatu
dalam kesatuan yang lebih besar, eh malah kembali seperti era tahun 1955
ketika tiba-tiba umat ini terpecah belah (lagi) menjadi sejumlah besar
partai yang bermasa Islam.
Walhasil sejak era penjajahan sampai era reformasi di abad 21 ini, jalur poltik atau partai nampaknya belum bisa mempersatukan
umat ini – malah sebaliknya cenderung menjadi unsur pemecah belah umat.
Di masa kecil, murid-murid madrasah desa sebelah suka sekali menyerang
saya dan teman-teman saya karena kyai kami yang berbeda pandangan politik dengan kyai mereka.
Kejadian
semacam ini terus berlanjut dengan format berbeda hingga kini, umat
sholat berjama’ah dalam masjid yang sama dengan imam yang sama. Tetapi
karena aliran politik yang dianut satu sama lainnya berbeda, mudah
sekali menangkap adanya perbedaan dan bahkan terkadang sampai ke tingkat
pertentangan di antara umat ini.
Lantas
dengan apa umat ini bisa dipersatukan dalam satu jama’ah ? Hanya aqidah
yang lurus yang insyaAllah akan mempersatukannya, pegangan yang sama
Al-Qur’an dan Al-hadits insyaAllah akan menjadi pemandu untuk kembali
bersatunya umat ini.
Secara khusus Allah memerintahkan kita belajar dari proses pembuatan rumah terindah di bumi yaitu rumah lebah : “Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit,
di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan.” (QS 16 :68-69).
Ketika
lebah membuat rumahnya, sejumlah besar lebah memulainya dari titik yang
berbeda-beda. Ajaibnya adalah meskipun mulainya berbeda, ketika menjadi
satu bangunan – bangunan tersebut menjadi rumah lebah yang indah,
manusiapun tidak bisa membedakannnya lagi sel-sel segi enam rumah lebah
itu tesambung antara yang mulai dibuat lebah a, dengan yang dibuat lebah
b dst.
Apa yang membuat bangunan rumah lebah nampak seamless – mulus tanpa sambungan ? Karena lebah membuatnya dengan petunjuk wahyu ! maka disinilah salah satu pelajaran terpentingnya itu.
Pekerjaan
apapun yang kita (mulai) lakukan, bila dia didasari petunjuk wahyu –
maka insyaAllah akan menyatu dengan pekerjaan lain yang dimulai oleh
saudara kita lainnya yang menggunakan petunjuk wahyu yang sama.
Sebaliknya
juga demikian, seberapa besar dan seriusnya pekerjaan sekalipun,
seberapa baik penampakan luar ideologinya sekalipun – tetap tidak akan
bisa membuat bangunan Islam yang seamless – tanpa sambung kemulusan dan keindahannya bila dia tidak didasarkan dengan wahyu yang sama.
Maka kurang lebib seperti itulah, kami hanya ingin ikut memulai membuat sekeping puzzle kecil dari big puzzle yang perlu dirangkai dan disusun umat ini. Puzzle kecil itu berupa pasar yang menggabungkan teknologi mobile dengan pasar fisik – http://www.lastfeet.com, pasar yang diharapkan memenuhi kriteria dalam hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam – falaa yuntaqoshonna wa laa yudrabanna.
Karena ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah wahyu “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)
“ (QS 53:4), berusaha mengikuti sunnah beliau termasuk dalam hal pasar
inipun insyaAllah juga dalam rangka mengikuti petunjuk wahyu itu.
Maka langkah kecil, keping kecil dari big puzzle bangunan
Islam itu kini sudah siap. Mudah-mudahan ketemu keping-keping lain yang
dimulai oleh saudara-saudara kita lainnya yang juga digerakkan wahyu
yang sama.
Saat
itulah bangunan Islam yang indah itu akan bisa kita hadirkan
bersama-sama, dan saat itulah umat ini menjadi satu kesatuan jama’ah dan
bukan lagi sekedar kerumunan semata. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar