Oleh: Muhaimin Iqbal
Sepanjang akhir pekan kemarin saya memenuhi undangan guru saya - ulama kenamaan Riau yang juga ahli Al-Qur’an yaitu Dr. Mustafa Umar, Lc. MA. Undangan ini adalah untuk menemani beliau mendakwahkan solusi-solusi Al-Qur’an dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Di Universitas Islam Riau kami berdua membahas masalah pertanian dan perkebunan, di Bank Indonesia membahas masalah ekonomi dan di Masjid Agung membahas masalah yang dihadapi oleh uang kertas. Seolah diberi case study langsung di Riau yang perlu penyelesaian Qur’ani, saya nyaris tidak bisa pulang karenanya.
Hampir
seluruh penerbangan dari Pekanbaru – Riau dibatalkan pada hari
kepulangan saya. Tentu bukan saya penyebabnya, tetapi karena asap yang
menutupi udara Pekanbaru dan Riau pada umumnya. Untuk bisa pulang saya
tidak bisa menunda penerbangan dari Pekanbaru hari berikutnya (hari ini)
– karena tidak ada jaminan kalau hari-hari berikutnya-pun pesawat akan
bisa terbang.
Untuk bisa pulang saya harus me-reroute penerbangan
dengan menempuh 6 jam perjalanan darat ke Padang dan baru dari Padang
terbang ke Jakarta. Penderitaan-penderitaan orang yang sedang menempuh
perjalanan seperti saya - yang selama seharian menunggu kepastian
penerbangan di lapangan terbang untuk akhirnya mendengar pengumuman
dibatalkan, plus penderitaan 6 jam perjalanan darat untuk mecapai
lapangan terbang berikutnya – sesungguhnya bukan apa-apa, bila
dibandingkan dengan penderitaan masyarakat Riau sendiri.
Mereka
sudah sekitar sebulan ini seolah tidak berdaya dikepung oleh asap di
udara mereka. Udara yang oleh pendeteksi di depan kantor BI disebutkan
sebagai – SANGAT BERBAHAYA – tingkat tertinggi dalam ukuran bahayanya,
inilah yang mereka hirup sehari-hari. Tidak mengherankan bila ribuan
orang harus dirawat di rumah sakit karena sebab langsung asap ini.
Siapa
yang salah dalam hal ini ?, meskipun kita tahu kira-kira siapa yang
bisa dipersalahkan dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas
musibah asap tersebut di atas. Namun bukan itu yang ingin kita
sampaikan, yang kita ingin sampaikan adalah solusi yang seharusnya bagi
masyarakat Riau dan juga masyarakat di daerah lain dalam menghadapi
masalah sejenis ini.
Meminjam
kalimat yang diungkapkan oleh Dr. Mustafa Umar, Lc. MA tersebut di
atas, solusi ini sebenarnya jin-pun tahu – apalagi manusia yang beriman
bila mereka mau bener-bener menggunakan keimanannya. Sebagai ahli
Al-Qur’an, tentu ungkapan beliau itu ada dasarnya, yaitu ayat berikut :
“Dan
bahwasanya: jika mereka istiqomah berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar Kami akan memberi air (hujan/rezeki) yang
banyak.” (QS 72 :16)
Air
yang banyak itu bisa bermakna harfiah hujan yang lebat yang dapat
memadamkan api yang menimbulkan musibah asap sebulan ini. Bisa juga
bermakna rezeki yang baik dan banyak – sehingga orang tidak perlu
berbuat kerusakan (seperti membakar hutan dlsb) untuk memperoleh
rezekinya.
Kunci solusi itu adalah istiqomah di jalan yang lurus
– jalan yang ditunjukkan Allah melalui kitabNya Al-Qur’an dan sunnah
NabiNya. Jalan yang lurus inilah yang harus kita tempuh di segala bidang
kehidupan kita, baik ketika kita bertani/berkebun, ketika kita
berekonomi, ketika kita mengelola keuangan keluarga, ketika kita berobat
atau mengelola kesehatan maupun ketika kita beraktifitas apapun dalam
kehidupan ini. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar