Oleh: Muhaimin Iqbal
Kekhusu’an kita dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan tahun ini - khususnya 10 hari pertama - kemungkinan akan terganggu oleh kegaduhan PEMILU Presiden. Maka PEMILU ini harus disikapi secara proporsional, jangan sampai gara-gara ini terganggu silaturahim kita apalagi terjebak dalam fitnah-memfitnah, penyebaran berita yang tidak benar dan sejenisnya. Lebih dari itu kita perlu mengenal jaman dimana kita sekarang sedang berada, agar kita tahu prioritas apa yang harusnya kita lakukan tahap demi tahapnya.
Rata-rata ulama kita sepakat bahwa saat ini kita hidup di jaman Mulkan Jabariyah dalam pergiliran jaman yang pentahapannya diuraikan melalui hadits berikut : “Adalah
masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas
kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki
untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak
kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah.
Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki
untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit
(Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah
mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian
adalah masa Kerajaan yang memaksa (Mulkan Jabariyah),
adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia
menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang
menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian
beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad).
Dalam jaman raja-raja yang memaksa ini, siapapun yang memimpin negeri ini belum akan membawa banyak kebaikan karena belum akan mengikuti aturan syariatNya. Karena hukum yang berlaku belum akan sesuai syariat - yang haram-pun masih bisa diwajibkan, maka belum bisa kita memilih saudara-saudara kita yang shaleh untuk memimpin negeri seperti ini.
Kita
justru akan menjerumuskan mereka dalam kedhaliman - yang bisa jadi
mereka tidak sadari - bila kita memilih mereka menjadi pemimpin negeri
dalam jaman yang masih seperti ini. Seperti apa contohnya ? Berapa
banyak sudah kita punya kepala daerah dan kepala negara yang muslim,
sebagian bahkan berlatar belakang ustadz. Tetapi apa sikapnya terhadap
riba yang difatwakan oleh MUI no 1 tahun 2004 ?
Tidak ada pemimpin yang meng-gubris sedikitpun fatwa ulama tersebut untuk setidaknya membebaskan daerah atau wilayah yang dipimpinnya dari riba. Malah mereka juga menjadi pelaksana dan bahkan penganjur
system riba itu sendiri – yang kini menjadi wajib dengan adanya BPJS
dan JKN. Kasihan bukan bila saudara-saudara kita yang (dahulunya) shaleh
kemudian terjerumus menjadi pemimpin yang harus melaksanakan dan bahkan
ikut menganjurkan riba ini ?
Lantas
apa yang seharusnya kita lakukan di jaman Mulkan Jabariyah yang seperti
ini ? Akan lebih baik bila kita berada di luar jalur pemerintahan
tetapi bersamaan dengan itu kita membangun barisan yang kuat, agar bisa
setiap saat tiada berhenti ‘menasihati’ pemerintah dengan kekuatan umat
yang solid – agar mereka yang memimpin tidak menambah kerugian bagi umat yang besar ini.
Mengapa
tidak berada di dalam pemerintahan saja agar lebih mudah berbuat ?
Suasana batinnya yang akan berbeda. Bila kita menjadi bagian dari
pemerintahan, maka kita akan cenderung membela dan membenarkan apa yang
dilakukan pemerintah – bahkan bila hal itu melanggar syariat sekalipun.
Budaya kita belum memungkinkan seorang bawahan menasihati atasan !
Bila
saya sampaikan ke saudara-saudara saya yang menjadi bagian dari
pemerintahan tentang Riba yang diwajibkan dalam BPJS dan JKN tersebut di
atas misalnya, maka spontan mereka membelanya – bahwa ini dilakukan
demi kebaikan dan kesejahteraan rakyat. Masya’ iya harus dengan riba ?
Dengan memerangi Allah dan RasulNya ( QS 2 :279) kita bisa
mensejahterakan rakyat ?
Mungkin
belum banyak yang bisa kita lakukan di luar system, tetapi setidaknya
kita sudah menolaknya di hati kita – kita tidak ikut terjebak membelanya
– sambil terus berusaha agar keberadaan kita membawa manfaat yang besar
bagi jaman ini dan juga anak keturunan kita nanti. Lantas apa yang
secara konkrit bisa kita perbuat ketika kita hidup di jaman Mukan
Jabariyah yang penuh fitnah ini ?
Secara
umum ada tiga hal yang harus bisa kita lakukan, yaitu meningkatkan
keimanan, ketakwaan dan amal shaleh. Ini adalah pekerjaan yang sangat
luas yang bisa dilakukan oleh siapa saja dalam bidang apa saja.
Yang
akan membuat negeri ini makmur di jaman ini bukanlah para pemimpinnya,
tetapi dari rakyat atau penduduknya yang beriman dan bertakwa. Apapun
janji kemakmuran yang akan dibawa oleh para (calon) pemimpin yang sedang
merayu hati rakyat saat ini – tidak akan pernah terpenuhi janji
tersebut – selagi para (calon) pemimpin tersebut tidak mengajak kepada
keimanan dan ketakwaan. Sampai saat ini saya belum melihat adanya
kampanye yang fokusnya mengajak kepada dua hal ini – keimanan dan
ketakwaan. Padahal inilah kunci kemakmuran itu sebagaimana ayat berikut :
“Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS 7:96)
Jadi
dua langkah saja cukup untuk membawa kemakmuran bagi negeri ini, yaitu
yang pertama meningkatkan keimanan dan yang kedua meningkatkan
ketakwaan.
Kemudian
langkah ketiganya adalah meningkatkan amal shaleh di segala bidang.
Ingat bahwa saat ini kita berada di jaman Mulkan Jabariyah, entah berapa
lama waktunya kita akan sampai pada jaman berikutnya yaitu jaman Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).
Apa
yang bisa kita lakukan saat ini untuk menyongsong jaman tersebut ?
buanyak sekali amal shaleh yang terkait dengan persiapan ini. Kinilah
waktunya kita menyiapkan pendidikan terbaik kita, agar anak-anak dan
cucu keturunan kita kelak memenuhi syarat untuk mengusung jaman Khilafah
yang menempuh jejak Kenabian tersebut.
Kinilah
waktunya untuk kita mulai merintis seluruh system kehidupan yang
mengikuti syariat, mulai dari ketika kita berdagang, mengelola modal,
mengelola kesehatan, mengelola pasar, mengelola sikap dalam berpolitik
dlsb.dlsb.
Kini
pulalah waktunya kita menggunakan petunjukNya yang langsung melalui
ayat-ayat Al-Qur’an maupun melalui sunnah-sunnah nabiNya, dalam
mengelola seluruh sumber daya alam yang melimpah yang memang beban tugas
memakmurkannya ada di pundak kita ( QS 11:61).
Tidak
berada dalam pemerintahan – bukan berarti kita pasif dan menyerahkan
urusan pada yang bukan ahlinya. Sebaliknya kita bisa aktif berbuat untuk
persiapan kemakmuran yang sesungguhnya, tanpa terjebak dalam jaman
dimana kita ‘dipaksa’ mengikuti system yang melanggar syariat.
Bahwa
dengan langkah-langkah yang mengikuti syariat ini kita yakin akan
makmur, ya karena ada janji Allah dalam ayat di QS 7:96 tersebut di
atas. Kita juga tidak akan membiarkan siapapun yang memerintah nanti
berbuat semaunya yang merugikan umat – seperti riba yang diwajibkan
tersebut di atas, kita akan bisa menolaknya bila umat yang besar ini
bersatu dan justru tidak terbelah-belah sebagian membela system riba
yang lain menolaknya.
Bahwa
kunci kemakmuran ada di umat atau penduduk ini, selain dijanjikan di
ayat di atas juga dikabarkan melalui hadits berikut : " Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi
dia idak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu.
Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan
padang-padang rumput dan sungai-sungai " (HR. Muslim).
Kemakmuran yang tergambar dalam hadits tersebut di atas – jelas kemakmuran di jaman Islam karena diindikasikan dengan kalimat “…laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya…”, siapa lagi yang sadar zakat kalau bukan muslim ?
Tetapi tentu saja kemakmuran ini tidak datang secara ujug-ujug,
kemakmuran ini perlu ikhtiar kerja keras kita, bersamaan dengan itu
kemakmuran ini perlu pertolonganNya – yang tidak mungkin kita peroleh
bila kita melawanNya dengan system yang ribawi misalnya.
Untuk
memperoleh pertolonganNya perlu keimanan dan ketakwaan, sedang
jangankan sampai ketakwaan – keimananpun tidak ada bila kita masih
menggunakan system riba apalagi mewajibkannya. Perhatikan ayatNya
berikut : “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS 2:278)
Ayat
tersebut jelas bahwa sesudah perintah beriman dan bertakwa kita disuruh
meninggalkan riba – jika kita beriman !, jika tidak ? tahu sendiri
maknanya.
Kepemimpinan
akan kembali ke umat ini bila syaratnya sudah kita penuhi, bahkan bukan
hanya kepemimpinan negeri ini tetapi kepemimpinan dunia. Dan ini pasti
terjadi karena Dia sendirilah yang berjanji, kapan itu ? Setelah kita
bisa membangun generasi yang benar-benar beriman dan beramal shaleh. Saat itulah umat ini akan kembali memimpin dunia !
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.” (QS 24:55)
Jadi jelas, tugas umat di jaman Mulkan Jabariyah ini bukan berebut kekuasaan
di pemerintahan tetapi melakukan hal-hal yang harus dilakukannya. Dari
penjelasan di atas, ada setidaknya 3 points dari things to do yang insyaallah kita semua bisa mulai melakukannya di bidang dan posisi kita masing-masing.
Tiga
hal tersebut adalah : Pertama meningkatkan keimanan, Kedua meningkatkan
ketakwaan dan Ketiga meningkatkan amal saleh. Tiga hal inilah kunci
turunnya berkah dari langit dan dari bumi (Iman dan Takwa), dan kunci
kembalinya kepemimpinan ke tangan umat (Iman dan Amal Shaleh).
Maka
jangan sampai kegaduhan politik yang akan berlarut sampai memasuki 10
hari pertama di bulan Ramadhan nanti, justru menjauhkan kita dari
kunci-kunci kemakmuran dan kepemimpinan umat yang sejati ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar