Oleh: Muhaimin Iqbal
Di awal abad 16 ketika pelaut Spanyol Fernao de Magalhaes atau Magellanes melakukan perjalanan keliling dunia untuk pertama kalinya, di tengah perjalanan yang terdiri dari 5 kapal ini mereka kehabisan bekal gandum ketika sampai Samudra Pasifik. Dalam pencarian bekal pengganti gandum di pulau-pulau Pasifik inilah mereka menemukan apa yang kemudian dikenal sebagai breadfruit atau buah roti. Nama latin dari breadfruit ini adalah Artocarpus altilis, dan tahukah Anda nama buah itu di kita ? Itulah buah sukun !
Buah sukun yang oleh orang barat disebut buah roti atau breadfruit
ini bahkan menjadi idaman mereka sampai beberapa abad kemudian. Sekitar
dua abad setelah ekspedisi keliling dunia Magellanes yang antara lain
menemukan breadfruit
tersebut, angkatan laut Inggris yang dipimpin oleh kapten kapal William
Bligh dengan kapalnya yang terkenal The HMS Bounty – berlayar menuju
Tahiti dengan satu tujuan yaitu untuk berburu bibit pohon breadfruit tersebut.
Untuk
apa ini ? Waktu itu Inggris banyak memiliki negeri jajahan yang
penduduknya mereka perbudak untuk bekerja pada mereka. Bagaimanapun
penduduk negeri jajahan yang diperbudak inipun harus diberi makan yang cukup dan baik agar tetap kuat bekerja, breadfruit inilah yang mereka harapkan untuk menjadi solusi pangan mereka saat itu.
Dalam perjalanannya, kapal the HMS bounty ini mengalami pemberontakan awak kapal atau disebut mutiny – sehingga misi kocar-kacir meskipun kapten kapal Kapten Bligh sendiri selamat bersama 18 crew-nya
yang loyal – menempuh perjalanan 6,710 km dengan kapal kecil mereka
bisa sampai ke Timor sebelum akhirnya balik ke negerinya.
Kejadian
tersebut mengilhami penulis abad lalu Charles Nordhoff dan james Norman
Hall untuk menulis novel yang kemudian diberi judul Mutiny on The Bounty
(1932) yang kemudian difilmkan pertama kali tahun 1935, dan versi
berikutnya tahun 1962 yang melibatkan actor top abad alu Marlon Brando.
Yang ingin saya gambarkan dengan cerita ini adalah tentang adanya buah top yang disebut buah roti atau breadfruit
yang sempat menjadi catatan dalam sejarah tersebut, dan buah yang
sempat jadi buruan bangsa barat tersebut tumbuh sangat baik di negeri
ini di tanah-tanah tegalan yang gersang sekalipun.
Bila
ditanam dengan jarak 6 x 8 m , maka satu hektar bisa ditanami 208 pohon
sukun yang masing-masing bisa berbuah antara 200-400 buah per tahun
(dua kali panen) pada puncak produktivitasnya. Dengan berat rata-rata
1.5 kg /buah, maka 1 pohon bisa menghasilkan total berat buah 600 kg
atau 124.8 ton per hektar per tahun.
Bila
dimasak langsung dari buah yang matang, maka sekitar 78 % bagian buah
sukun bisa dimakan, maka 1 hektar pohon sukun bisa menghasilkan bahan
makanan kaya karbohidrat sebanyak 97 ton !.
Enakkah
makanan dari buah sukun ini ? konon menurut lidah orang barat rasanya
seperti roti yang habis dibakar di oven – dari situlah maka buah ini
disebut breadfruit – atau buah roti !.
Tentu
dibutuhkan keahlian masak kita yang terbaik untuk bisa mengolah sukun
ini menjadi aneka makanan yang paling enak bagi lidah kita sendiri.
Apalagi buah sukun juga bisa dibuat tepung dengan teknologi yang
sederhana, dari tepung sukun ini peluang untuk menjadikannya aneka
makanan menjadi tidak terbatas.
Intinya
adalah di negeri ini, kita punya potensi yang luar biasa untuk
ketahanan pangan antara lain dari tanaman tanah darat atau tegalan yang
bernama sukun atau breadfruit ini.
Kita
tidak harus mengubah tanah darat kita menjadi sawah karena bisa jadi
dalam kondisi tegalan hasilnya jauh lebih baik, sukun hanya perlu
ditanam sekali kemudian bisa dipanen terus-menerus dalam puluhan tahun.
Berbeda dengan padi, jagung dan sejenisnya yang harus bersusah payah
menanam sekali untuk setiap kali panen – Itupun hasilnya per hektar
hanya sekitar 18 ton setahun bila rata-rata panen 6 ton dan 3 kali panen
setahun.
Dalam
konteks tanaman-tanaman di Kebun Al-Qur’an, sukun menjadi bagian dari
bahan makanan yang disebut secara umum ‘buah-buahan’ seperti di surat
‘Abasa ayat 31. Ini melengkapi tanaman Al-Qur’an yang lain yang sudah
menyediakan karbohidrat , protein, lemak, vitamin dan mineral – yaitu
bila kita masih membutuhkan karbohidrat tambahan, karena terbiasa makan
nasi banyak – maka sukun bisa menjadi pelengkapnya atau substitusi nasi
bila nasi semakin langka karena lahan sawahnya yang terus menurun.
Dari
pohon buah roti yang begitu potensial , kita juga berpeluang
meningkatkan penghasilan petani, menurunkan ketergantungan pada impor
gandum dan tidak kalah pentingnya melestarikan lingkungan. Sifat pohon
sukun yang berdahan rindang dan bisa tumbuh di tanah yang marginal
sekalipun, bisa menjadi pilihan sebagai pohon penghijauan – sebagai
pengganti dari pohon-pohon yang tidak memberikan buah yang selama ini
banyak dipakai sebagai pohon penghijauan.
Salah
satu cara untuk menarik minat orang ingin tahu dan mau mencobanya –
ndak ada salahnya kita gunakan nama yang keren – seperti breadfruit
atau buah roti tersebut di atas. Soalnya bila kita pasarkan dengan nama
sukun, mungkin kurang menarik terutama untuk kalangan anak muda yang
akan meneruskan ini pada generasi mendatang – tetapi kalau kita
perkenalkannya sebagai breadfruit atau buah roti – insyaAllah ini akan menjadi bahan pangan baru yang cool !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar