Oleh: Muhaimin Iqbal
Tinggal setahun lagi pasar tunggal ASEAN atau yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku efektif. Pesaing-pesaing kita dari pebisnis luar negeri telah lama berancang-ancang untuk menyerbu pasar ini dengan berbagai strategi-nya. Mulai dari strategi perang modern yang diadopsi dunia bisnis dari barat, maupun strategi perangnya jendral Sun Tzu yang banyak diadopsi pelaku bisnis dunia timur. Tidak kalah menariknya, kita punya strategi yang unggul sebenarnya dalam menghadapi situasi ini – yaitu strategi dari perang-perangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ada
perbedaan yang menyolok antara strategi perang dunia barat, Sun Tzu dan
strategi perang kita. Dua yang pertama adalah karya manusia, yang bisa
dipelajari dan diikuti oleh siapa saja – termasuk oleh musuh. Sementara
strategi perang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, meskipun sudah
sangat luas dan terbuka ditulis dan bisa dipelajari oleh siapa saja –
tetapi strategi tersebut tidak bisa diikuti kecuali oleh orang-orang
yang beriman.
Mengapa
demikian ? Strategi perang Rsaulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
menuntut keimanan para pelakunya – bahwa kemenangan itu datangnya
hanyalah dari Allah semata. Kita hanya dituntut untuk berikhtiar
semaksimal yang kita bisa, sambil terus memohon pertolonganNya.
“(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan
seribu malaikat yang datang berturut-turut". Dan Allah tidak
menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar
gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 8 : 9-10)
Lantas bagaimana kita menggunakan strategi perangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melawan para pebisnis dari luar yang siap menyerbu negeri ini di era MEA tahun depan ?
Dalam tulisan saya sebelumnya Mengelola Life Cycles Dengan Warfare Strategy sudah saya sajikan 10 template
dari peperangan-peperangan atau perjalanan yang dilakukan oleh Nabi
Shallallhu ‘Alaihi Wasallam yang bisa kita adopsi dalam berbagai medan
perjuangan yang sedang kita hadapi saat ini.
Menghadapi ancaman MEA misalnya, kita bisa gunakan template Hudaibiyah, Hunain, Tabuk atau templates
lainnya sesuai dengan analisa ‘medan peperangan ‘ yang sedang kita
hadapi. Karena MEA intinya adalah perang ekonomi , maka kajian ekonomi
kawasan ini menjadi bahan untuk kita menyusun strategi dalam
menghadapinya.
Secara ringkas, kajian ekonomi ASEAN dapat saya sarikan menjadi tiga grafik berikut.
Grafik
pertama menunjukkan ukuran pasar di ASEAN yang terwakili oleh jumlah
penduduk di masing-masing negara. Indonesia yang memiliki penduduk
sekitar 252 juta jiwa, mewakili 41 % dari pasar tunggal ASEAN yang
tergabung didalamnya 616 juta jiwa penduduk dari 10 negara.
Sebagai
negara dengan penduduk terbesar di ASEAN, otomatis porsi pasar
domestiknya juga yang terbesar. Ini yang membuat strategi kita harus
berbeda dengan strategi negeri lain yang mau tidak mau harus membidik
pasar ekspor karena pasar dalam negerinya yang tidak memadai.
Grafik
kedua adalah menggunakan GDP masing-masing negara untuk melihat
kekuatan ekonominya masing-masing. Indonesia yang GDP-nya sekitar US$
868 milyar, mewakili 36 % dari GDP sepuluh negara anggota ASEAN yang
mencapai sekitar US$ 2,400 milyar.
Lagi-lagi
ekonomi Indonesia adalah ekonomi terbesar di ASEAN yang pesaing
terdekatnya Thailand-pun ukuran ekonominya nya kurang dari separuh
Indonesia. Philippine yang penduduknya sudah di atas 100 juta-pun
ekonominya kurang dari 1/3 dari ekonomi Indonesia.
Grafik
ketiga saya integrasikan dua grafik pertama yaitu jumlah penduduk dan
yang kedua yaitu kekuatan ekonomi, masing-masing negara dibuat relatif
terhadap ASEAN. Dari grafik ini langsung terlihat mana-mana negeri yang
lebih makmur dari rata-rata ASEAN dan mana-mana yang kurang makmur
relatif terhadap ASEAN.
Cara
melihatnya sederhana, bila garis ungu (mewakili GDP) yang di kanan
lebih rendah dari garis merah (mewakili populasi) yang dikiri maka
negeri itu relatif kurang makmur dari ASEAN dan sebaliknya.
Dari
grafik ini kita bisa tahu bahwa Brunei, Malaysia, Singapore dan
Thailand memiliki tingkat kemakmuran yang lebih tinggi dari rata-rata
ASEAN. Dan sebaliknya Cambodia, Indonesia, Laos, Myannmar dan Vietnam
memiliki tingkat kemakmuran yang lebih rendah dari rata-rata ASEAN.
Dengan pembacaan medan perang ekonomi MEA tersebut, maka kita bisa pilih mana-mana template peperangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang fit untuk medan perang ekonomi yang kita hadapi ini.
Pertama saya pilih template Hudaibiyah, yaitu ketika kaum muslimin cool
dengan sakinah yang diturunkan olehNya dan tidak terprovokasi oleh
pancingan-pancingan perang dari pasukan musrikin Mekkah saat itu. Ini fit untuk kita menghadapi MEA tersebut di atas karena pasar domestik kita yang terbesar.
Jangan
sampai kita tergoda untuk menginjakkan kaki berperang di pasar mereka
sebelum kita bisa mengamankan pasar domestik kita sendiri. Jadi
mengamankan pasar domestik yang sangat besar ini adalah top priority kita di era MEA.
Kedua
saya pilih template perang Hunain, yaitu bila kita tidak waspada
‘musuh’ akan bisa ‘menghujani kita dengan panah-panah serbuan mereka’ sehingga
kita menjadi kocar-kacir. Ukuran penduduk dan pasar yang sangat besar
tidak jaminan kita bisa menang bersaing dengan kekuatan-kekuatan yang
lebih kecil bila kita tidak waspada.
Lagi-lagi kita membutuhkan sakinah dariNya untuk bisa cool mengkoordinasikan seluruh kekuatan kita dalam menghadapi serbuan musuh-musuh dagang kita dari perbagai penjuru.
Yang ketiga saya pilih template
perang Tabuk, yaitu setelah kita sanggup mengamankan pasar domestik
kita, sanggup pula mengkoordinasikan seluruh kekuatan yang kita miliki –
maka kita bisa proaktif menyerang pasar mereka di tempat mereka berada.
Konkritnya
seperti apa ? Seluruh sumber-sumber kemakmuran itu adanya di kita baik
berupa SDM yang sangat banyak, sumber-sumber tambang, lahan pertanian,
kebun dan hutan – semua adanya di kita yang terbesar.
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga). Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih
baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada
Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai)
istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah: Dan Allah Maha Melihat
akan hamba-hamba-Nya.” (QS 3:14-15)
Semua
sumber daya kesenangan dunia tersebut kita miliki – bahwasanya negeri
yang sangat kaya ini kurang makmur relatif dibandingkan rata-rata ASEAN –
sangat bisa jadi ini karena kita kurang keras bekerjanya. Padahal
dorongan untuk mengolah dan meraih kemakmuran ini perlu untuk
membangkitkan semangat berjuang kita.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-pun dalam perang Tabuk - perjalanan perang
terjauh di jaman beliau – di tengah berbagai kekurangan logistik
pasukannya, beliau sempat memberikan dorongan ke pasukannya dalam pidato
dengan men-encourage kaum
muslimin yang menyertai beliau saat itu untuk mencari kemakmuran di
dunia dan di negeri akhirat. Dengan dorongan ini pasukan yang sempat down dengan berbagai kekurangan persediaan, pangan dan peralatan – kembali bergairah untuk berperang.
Maka
demikian pula dengan menghadapi MEA, bila muslim yang mayoritas ini
menjauhi urusan dunia atau tidak tertarik untuk bekerja keras mambangun
kemakmuran umat – maka urusan
dunia kita akan dipegang dan dikuasai oleh minoritas yang akan
memperdaya kita dalam segala bentuk kebutuhan hidup kita.
Dengan
berjuang untuk kemakmuran dunia-pun tidak berarti kita meninggalkan
tujuan utama kita yaitu kesenangan abadi di akhirat kelak. Kemakmuran
duniawi kita berguna untuk menjaga kehormatan kaum muslimin ini agar
tidak terhinakan hanya gara-gara kebutuhannya dipenuhi oleh orang lain,
lapangan kerja-nya yang menyediakan orang lain, dan wanita-wanitanya
terpaksa tidak menutup aurat yang benar hanya karena bekerja pada
institusi-institusi dan perusahaan-perusahaan mereka yang bukan muslim.
Maka
dengan berbagai staregi Hudaibiyah, Hunain , Tabuk maupun
strategi-strategi lainnya sesuai pembacaan medan ‘perang’ kita kedepan,
kita akan bisa berjaya di era perang (pasar) terbuka MEA yang akan efektif tahun depan. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar