Presiden Terpilih, Pak Kyai dan Durian…

Jum'at, 5 September 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Sebelum PEMILU Presiden saya ‘bermimpi’ para capres sowan ke Pak Kyai, maka setelah KPU menetapkan pemenangnya yang kemudian dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi – sayapun melanjutkan ‘mimpi’ saya sebelumnya. Kali ini presiden terpilih sowan lagi ke Pak Kyai disertai team transisinya dan sudah dengan pengawalan kepresidenan. Pak Kyai bisa melihat beban berat yang diemban presiden terpilih ini dari melihat raut wajahnya, dan sesekali dia nampak menggaruk-garuk kepalanya ataupun memegang jidatnya – kebiasaan yang terbawa sejak sebelum terpilih menjadi presiden


Setelah berbasa-basi saling menanyakan kabar dan kesehatannya, Pak Kyai mendahui menanyakan ke sang presiden terpilih, sambil bercanda sebagaimana kebiasaan Pak Kyai : “PEMILU sudah usai, dan Anda dinyatakan menang - mestinya ini yang Anda harapkan ? kenapa malah nampak kusut begini ?

Candaan Pak Kyai ini ditanggapi serius oleh sang presiden terpilih : “ Anu Pak Kyai…., belum juga dilantik sudah segudang masalah besar nampak di depan mata. Di antaranya yang terberat – seperti yang Pak Kyai mungkin sudah tahu dari media masa – adalah masalah supply dan harga BBM. Untuk inilah antara lain kami sowan ke Pak Kyai”.

Dengan guyonannya lagi Pak Kyai menjawab : “Lho bukankah Anda sudah didampingi team dari para pakar di bidang ini – yang seharusnya mumpuni untuk mengatasi masalah ini ?, mengapa malah datangnya ke saya – Kyai ndeso yang ndak paham ekonomi ?”.

Presiden terpilih ingin menunjukkan keseriusannya – bahwa dia butuh nasihat Pak Kyai, dia menjawab : “Tidak demikian Pak Kyai, kami dan team berusaha semampu kami mengatasi masalah-masalah yang memang menjadi konsekwensi tanggung jawab kami – tetapi di atas itu kami butuh nasihat Pak Kyai – yang kami pandang memiliki wawasan lain diluar yang kami mampu memikirkannya”.

Pak Kyai manggut-manggut dan kemudian berkata : “Baiklah kalau demikian, tetapi mohon maaf sebelumnya ya bila pandangan Pak Kyai nanti nampak nyleneh dan tidak seperti yang Anda harapkan”.

Kemudian Pak Kyai melanjutkan : “Adapun amburadulnya harga BBM – dan juga harga-harga barang lainnya - yang gejolaknya bisa menyebabkan beberapa presiden sebelumnya jatuh, itu adalah karena kualat dari mengatur yang seharusnya tidak diatur dan tidak mengatur yang seharusnya diatur”.

Mendengar kata kualat – presiden terpilih langsung paham maksud dari kata kualat dari bahasa Jawa yang belum ada terjemahannya ke bahasa Indonesia ini, dia-pun memotong penjelasan Pak Kyai : “ Apa maksud Pak Kyai dengan kualat  karena mengatur yang tidak boleh diatur dan tidak mengatur yang seharusnya diatur ?

Pak Kyai-pun berusaha menjelaskannya : “Begini, dahulu di jaman Kanjeng Nabi harga barang-barang juga pernah naik. Kemudian masyarakat datang kepada beliau minta beliau mengatur harga. Beliau tidak mau mengatur harga karena takut nanti di akhirat ada yang mengadukan kerugiannya karena harga yang diatur ini. Harga harusnya dibentuk di pasar, bukan diputuskan oleh penguasa – ini yang saya maksud yang seharusnya tidak diatur kok dipaksakan diatur”.

Kemudian yang seharusnya diatur tetapi tidak diatur oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya adalah keadilan dan kesamaan akses pasar bagi semua. Di pasar tidak boleh ada monopoli, kartel, mafia, korupsi, premanisme dlsb-dlsb. yang bisa men-distorsi mekanisme pasar dalam membentuk harga tersebut”.

Setelah dibisikin oleh team transisinya, presiden terpilih bertanya lagi ke Pak Kyai : “Tapi Pak Kyai, kalau dibiarkan mekanisme pasar berjalan untuk harga BBM. Maka harga BBM bisa melambung tinggi hampir dua kalinya dari harga sekarang, dampaknya pasti sangat menyakitkan bagi masyarakat bawah”.

Pak Kyai rupanya juga siap dengan pertanyaan yang pelik ini, beliau menjawab: “Begini, masalah BBM itu seperti orang sakit panas. Selama ini pemerintah-pemerintah sebelumnya hanya mengobati gejala panas tersebut dengan obat turun panas. Sumber penyakitnya sendiri tidak didalami apalagi di atasi, sehingga sakit panas tersebut selalu kambuh lagi dan lagi”.

Tidak sabar dengan wejangan Pak Kyai dalam masalah ini, presiden terpilih menyela : “Lantas dalam masalah BBM di negeri ini, sumber penyakit yang sesungguhnya apa menurut Pak Kyai ?

Dengan kalemnya yang khas Pak Kyai menjawab : “Sederhana, sumber masalah utamanya adalah di daya beli – bukan pada harga ! Biar harga BBM dua kali dari sekarang karena mengikuti mekanisme pasar – bila daya beli masyarakat bawah bisa Anda dongkrak menjadi lebih dari dua kalinya – maka insyaAllah tidak akan ada lagi masalah harga BBM ini !

Karena menyangkut teknis, presiden terpilih mempersilahkan team ekonominya langsung nanya ke Pak Kyai, mereka-pun dengan ilmu ekonominya berusaha menyanggah pernyataan enteng Pak Kyai  : “Kenyataannya tidak demikian Pak Kyai, sejak Orde Lama dahulu, Ke Orde Baru dan Ke Era reformasi – pendapatan rakyat kita termasuk yang dibawah sekalipun – telah naik berlipat-lipat, tetapi harga BBM tetap menjadi masalah bila dinaikkan menuju harga pasar yang sesungguhnya”.

Pak Kyai yang rajin membaca ini tidak mau kalah dengan sang ekonom : “Begini nak, yang Anda sampaikan naik berlipat-lipat itu kalau ndak salah kan masalah pendapatan dalam satuan Rupiah atau-pun US Dollar. Yang saya maksud perlu dinaikkan adalah daya beli yang riil, bukan sekedar angka dalam pendapatan Rupiah atau Dollar !”.

Sang ekonom-pun manggut-manggut, dia tahu bahwa ternyata yang dimaksud pak Kyai adalah daya beli riil – bukan sekedar angka pendapatan yang konversinya ke daya beli riil memang tergerus oleh inflasi dari waktu ke waktu. Tetapi rasa penasarannya membuat dia minta ijin ke presiden terpilih untuk bertanya sekali lagi ke Pak Kyai.

Mengangkat daya beli riil ini yang lebih mudah diucapkan ketimbang dilaksanakan Pak Kyai, menurut pak kyai bagaimana kita bisa mengangkat daya beli riil masyarakat tersebut secara nyata di lapangan ?

Pak Kyai merasa diingatkan untuk bertanggung jawab dengan apa yang diucapkannya, dia langsung ingat surat Ash Shaff ayat 2 – 3 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.

Setelah beberapa kali istighfar, Pak Kyai-pun menjawab pertanyaan sang ekonom : “Begini, orang seperti saya yang banyak ngomong – harus sering-sering istighfar dan harus banyak-banyak berbuat agar tidak dibenci oleh Allah”.

Dia kemudian melanjutkan : “Maka saya hanya akan omong solusi yang sedang kami coba untuk menjalaninya. Berdasarkan apa yang kami kaji di pesantren ini, kami tahu struktur masyarakat pyramid kita membuat mayoritas orang berdaya beli rendah atau yang dikenal dengan Bottom of Pyramid. Kalau surveynya McKinsey dua tahun lalu dianggap benar, maka ada sekitar 125 juta orang di negeri ini yang daya belinya kurang dari US$ 2 per hari. Kalau dikonversikan ke nishab zakat, maka ada sekitar 125 juta orang yang daya belinya hanya sekitar 1/5 nishab zakat !

Kali ini suara Pak Kyai bergetar karena apa yang dikatakannya membuatnya sangat sedih : “Kemiskinan massal inilah yang Anda harus bisa atasi, kalau ini tidak bisa Anda atasi – maka pemerintahan Anda hanya akan sama dengan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Sebaliknya bila Anda bisa atasi yang ini, masalah seperti harga BBM insyaAllah akan otomatis teratasi.”

Mendengar pesan yang sangat serius ini, presiden terpilih ingin mendalaminya : “Tadi Pak Kyai bilang, bahwa Pak Kyai sudah juga mencoba langsung bagaimana mengatasi krisis daya beli ini. Bentuk konkritnya seperti apa pak Kyai ?

Rasa sedih Pak Kyai mulai berangsur hilang, dia kembali bersemangat ketika menceritakan apa yang sedang dia coba dengan para santrinya di pesantren : “Dari 125 juta orang yang miskin di negeri ini tersebut, kami perkirakan sekitar 55 jutanya adalah para petani. Maka dari sinilah kami mulai bereksperimen. Bila selama ini petani kita dianggap gurem – dus konsekwensinya berdaya beli rendah – karena lahan yang mereka bisa olah sangat kecil, maka kami ingin memulainya di sana. Kami ingin mendongkrak pendapatan kotor petani bisa mencapai setara 1 kg emas untuk lahan per hektar per tahun !

Makin penasaran saja presiden terpilih dan team ekonominya mendengar target dalam satuan emas ini. Presiden-pun memotng dan bertanya : “ Mengapa 1 kg emas Pak Kyai ? Apa ada benchmark-nya untuk ini ?

Dengan tersenyum Pak Kyai menjelaskan : “Kalau saya gunakan target itu dalam Rupiah ataupun Dollar, ini target yang menipu – karena bisa saja sekian tahun dari sekarang target itu tercapai dengan mudah, tetapi petani tidak tambah makmur – karena angka-angka dalam Rupiah dan Dollar mudah sekali terdepresiasi oleh inflasi”.

Pak Kyai melanjutkan : “Mengenai target hasil setara 1 kg emas/ha/tahun ini; saya ambilkan dari kunjungan kami ke salah satu negeri yang diberkahi – Gaza/Palestina – bagaimana negeri yang diboikot Zionis sewindu lebih ini bisa tetap survive. Dengan pertolongan Allah tentu saja, hasil pertanian mereka bisa mencapai US$ 50,000 per ha per tahun saat kunjungan kami tahun lalu. Saat itu angka tersebut setara dengan sekitar 1 kg emas”.

Presiden dan team masih belum mudeng; maka Pak Kyai melanjutkannya : “ Bila di negeri padang pasir saja, 1 ha lahan bisa menghasilkan setara 1 kg emas. Bukankah negeri yang subur ijo royo-royo ini harusnya bisa menghasilkan yang sama  atau bahkan lebih ?. Satu kilogram emas ini setara dengan sekitar 235 Dinar, anggap biaya pengelolaan kebun sampai panen rata-rata termasuk zakat 30 % , maka kebun tersebut memberikan hasil bersih 165 Dinar. Tingkat kemakmuran dalam Islam diukur dengan nishab zakat yang 20 Dinar, maka hasil kebun 1 hektar tersebut cukup untuk membuat 8 keluarga makmur !”.

Semakin penasaran, presiden terpilih-pun bertanya lagi : “ Apa saja yang ditanam Pak Kyai untuk bisa memberikan hasil yang mencapai setara 1 kg emas tersebut ?”.

Pak Kyai menjelaskan : “Kuncinya ada pada apa yang ditanam dan bagaimana menanamnya. Yang ditanam adalah tanaman-tanaman unggul bahkan juga tanaman yang diberkahi seperti kurma, anggur, zaitun, delima, tin dan segala macam buah-buahan lainnya. Cara menanamnya dengan petunjukNya pula yang tidak melibatkan pupuk-pupuk kimia yang merusak lahan, dengan demikian bukan hanya murah biaya pengelolaan kebunnya tetapi juga kebun tersebut terjaga kelestariannya.”

Masih penasaran sang presiden, : “Tapi Pak Kyai, apakah tanaman-tanaman tersebut bisa tumbuh di negeri ini ?

Karena berulangkali dalam berbagai kesempatan Pak Kyai mendapatkan pertanyaan yang serupa, tentu beliau sangat siap menjawabnya : “Karena kita banyak bertanya dan sedikit berbuat, kita ketinggalan belasan tahun dengan Thailand yang sekarang sudah siap membanjiri pasar ASEAN dengan kurma-kurma mereka yang sudah siap panen. Di Indonesia-pun sudah banyak sekali kurma terbukti berhasil berbuah, kami bahkan juga sudah mengajarkan cara-cara pembibitannya. Demikian pula zaitun, sudah berhasil kita bibitkan massal dan mulai ditanam di sejumlah lahan percobaan. Buah Tin bahkan sudah menghasilkan di tahun pertama atau keduanya.

Disamping itu, tidak harus juga menunggu buah unggul itu dari kurma , zaitun dlsb. Sambil menunggu hasil yang sesungguhnya sehingga bisa dibuat analisa ekonomisnya, kita bisa juga menanam buah-buah lokal unggulan. Buah unggul tidak harus hasil rekayasa genetika dlsb. Cukup kita pilih bibit yang fitrahnya unggul kemudian kita tanam dan pelihara secara disiplin – maka insyaAllah hasilnya akan unggul.”

Dengan antusias pak kyai memberi contoh buah kesukaannya yaitu durian : “ Durian misalnya, ada durian jenis tertentu yang kini dijual sampai Rp 250,000 per buah di toko buah impor. Padahal durian jenis ini aslinya dahulu juga dari Indonesia. Bila kita bisa tanam secara sungguh-sungguh dan pada tahun ke 7 mulai memberikan buah yang maksimal di sekitar 200 buah per musim, maka kebun buah durian kita akan bisa menghasilkan 100 (1 hektar bisa diisi 100 pohon) x 200 (buah per pohon per musim) x Rp 100,000 ( asumsi harga tidak setinggi harga supermarket – hanya 40%-nya saja) = Rp 2 Milyar. Tapi nanti dahulu, katakanlah dari berbagai factor kita hanya berhasil 25% saja dari target , maka kita masih bisa menghasilkan Rp 500 juta per ha per musim – ini cukup untuk membeli emas 1 kg. Artinya target hasil 1 kg emas per ha bisa dicapai tanpa harus ada rekayasa genetika dlsb. di dunia pertanian. Hanya disiplin dan keseriusan kita dalam memilih jenis tanaman dan cara mengelolanya”.

Pak kyai masih terus melanjutkan : “ Tidak juga harus durian, bisa kelengkeng unggul, bisa manggis, bisa jeruk keprok untuk melawan jeruk mandarin impor dlsb.”

Presiden terpilih masih bertanya sekali lagi : “Itu semua sudah berhasil Pak Kyai lakukan ?”

Dengan tertawa lebar Pak Kyai menjawab : “Ya belum ! tetapi kami sudah mencobanya dengan sangat serius untuk hampir seluruh jenis tanaman yang saya sebut tadi. Pilihannya begini, Anda bisa menunggu kami berhasil beberapa tahun lagi kemudian baru Anda ikuti – maka Anda akan ketinggalan beberapa tahun dari kami dan mungkin saat itu Anda sudah lengser juga. Atau Anda bareng kami mencobanya dari sekarang, insyaAllah kita akan bisa menikmati keberhasilan bersama sebelum Anda lengser lima tahun lagi !

Kali ini presiden terpilih yang tertawa terbahak-bahak. Sebelum berpamitan ternyata team ekonominya masih penasaran dan bertanya : “ Katakanlah kita berhasil memakmurkan petani yang 55 juta tadi Pak Kyai, lantas bagaimana dengan 75 juta di pekerjaan-pekerjaan lain ?”.

Pak Kyai kaget dengan pertanyaan sang ekonom ini, dengan serius dia menjawab : “ lho iki piye to ? (Lho bagaimana ini ), sampeyan kan yang ahli ekonomi lulusan universitas terbaik di luar negeri, saya hanya Kyai ndeso  – you figure it out !” Pak Kyai berusaha bicara dalam bahasa sang ekonom.

Tapi Pak Kyai kawatir juga kalau sang ekonom tetep belum mudeng juga, maka dia singgung sedikit konsep transformasi spiral : “Bila 55 juta petani makmur, akan ada peningkatan daya beli yang luar biasa di negeri ini. Mereka butuh makanan yang lebih bervariasi, baju yang lebih baik, peralatan rumah tangga yang modern, rumah yang lebih nyaman dlsb. dlsb. yang menjadi kesempatan industri lain untuk tumbuh dan meningkatkan lapangan kerja di sektornya masing-masing – inilah efek spiral kemakmuran yang di-trigger dari meningkatnya daya beli masyarakat terbawah !”.

Presiden dan team merasa terlalu banyak sudah nasihat Pak Kyai yang perlu dicerna secara seksama. Setelah mereka berpamitan, saya terbangun dengan suara sirine mobil pengawal presiden totot…totot…tuing…tuing….o a la…cuma mimpi tho !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar