Oleh: Muhaimin Iqbal
Sebagai individu terkadang kita merasa sudah bekerja ekstra keras siang dan malam, tetapi hasil belum seperti yang kita harapkan – kemakmuran belum juga kunjung datang. Dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara-pun demikian, para pemimpin dan wakil rakyat ketika berkampanye selalu menjanjikan kemakmuran ke rakyatnya – lagi-lagi mayoritas janji-tinggal janji – kemakmuran masih jauh panggang dari api. Apa yang salah ? apa ada yang kurang ? Kemungkinan besar yang kurang itu adalah istighfar !
Kita
sudah bekerja keras tetapi kurang beristighfar, para pemimpin dan wakil
rakyat menjanjikan banyak hal tetapi juga tidak mengajak rakyat untuk
beristighfar – maka hasilnya ya seperti ini. Sudah 69 tahun merdeka
negeri yang subur ijo royo-royo
ini masih harus mengimpor begitu banyak makanannya dan masih harus
disubsidi energi-nya. Lantas apa hubungannya antara istighfar dan
kemakmuran ?
Saya menemukan setidaknya di dua tempat di Al-Qur’an dimana perintah beristighfar itu terkait langsung dengan kemakmuran.
Yang pertama di surat Nuh : “Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS 71 : 10-12)
Yang kedua di surat Hud : “Dan
kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Saleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (QS 11: 61)
Bagi
masyarakat yang umumnya petani di negeri agraris ini misalnya,
istighfar adalah pupuk yang paling efektif bagi kebun-kebun mereka
sebagaimana ayat-ayat tersebut di atas. Mengapa demikian ? Para petani
ini bila tanamannya berhasil , sering lupa bahwa seolah dialah yang bisa
menyuburkan tanamannya.
Para
peneliti dan ilmuwannya lebih-lebih lagi, mereka sering merasa – dan
bahkan mengklaim hak – atas keberhasilan tanamannya, lupa bahwa hanya
Allah lah yang bisa menumbuhkan tanaman-tanaman tersebut sebagaimana
disebutkan dalam surat Al-An’aam ; “Sesungguhnya Allah menumbuhkan
butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup
dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang
memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih
berpaling ?” (QS 6 :95)
Juga pada surat An-Naml berikut : “Atau
siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air
untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun
yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).” (QS 27:60)
Bila
istighfar menyuburkan pepohonan, sebaliknya niat buruk bisa
menghancurkan tanaman. Di surat Nun (68 : 17-33) Allah bercerita tentang
dua pemilik kebun yang bakhil yang berniat menghalangi orang miskin
dari mendapat bagian hasil kebunnya, maka kebun itu dihancurkan oleh
Allah menjadi hitam seperti malam yang gulita.
Di
surat lain yaitu Surat Al-Kahfi Allah bercerita tentang kebun yang
sangat indah - namun kemudian Allah hancurkan karena pemiliknya angkuh
dan kafir, tidak berucap MASYA ALLAH, LAA QUWWATA ILLA BILLAH ketika
memasuki kebunnya.
Jadi
bila niat buruk dan kesombongan menghancurkan kebun, istighfar dan niat
baik-lah yang bisa menyuburkannya. Niat baik bahkan juga akan
mendatangkan hujan khusus bagi pemilik kebun ketika orang lain
kekeringan, yang terakhir ini pernah saya tulis enam tahun lalu dalam Prinsip 1/3.
Lalu
istighfar seperti apakah yang akan menghadirkan kemakmuran dan
pertolonganNya itu ? tentunya adalah istighfar yang benar yang terpenuhi
syarat dan adabnya. DR. Yusuf Qaradhawi menguraikan syarat dan adab istighfar itu antara lain sebagai berikut :
· Niat yang benar dan ikhlas semata ditujukan kepada Allah.
· Kesatuan hati dan lidah ketika beristighfar.
· Dalam kondisi bersuci ketika beristighfar.
· Dalam kondisi takut dan berharap hanya kepada Allah.
· Memilih waktu yang utama, yaitu waktu sahur.
· Istighfar dalam shalat, dalam posisi sujud, sebelum salam atau sesudah salam.
· Beristighfar untuk dirinya sendiri dan bagi seluruh kaum muslimain.
· Beristighfar
dengan redaksi yang dicontohkan dalam Al-Qur’an dan dalam As Sunnah. Di
Al-Qur’an contoh-contoh itu antara lain ada di Al-A’Raaf 23;
Al-Mumtahanah 4-5 ; Ali Imran 147 dan 193 ; dan di surat Al-Hasyr 10.
Meskipun
bahasan di ayat-ayat tersebut di atas terkait dengan kebun, tentunya
ini juga berlaku pada bidang pekerjaan apapun yang lain. Bahwa istighfar
dan niat baik itu akan menghadirkan kemakmuran, sebaliknya nita buruk,
kesombongan , keangkuhan dan kekufuran itu menghancurkan jerih payah
kita sebagaimana api menghanguskan kayu bakar.
Maka
cara jitu bagi calon-calon wakil rakyat dan calon pemimpin kedepan agar
mereka bisa berjanji memakmurkan rakyat dan kemudian juga bisa
menepatinya, isi kampanye yang layak untuk ini hanya lima hal yaitu 1)
mengajak rakyat (dan tentu dirinya sendiri juga) untuk beristigfar
banyak-banyak, 2) meluruskan niat yang ikhlas semata untuk Allah apapun
yang mereka perjuangkan, 3) menjauhi kebakhilan, kesombongaan dan
kekufuran, 4) Mengajak meningkatkan keimanan dan 5) mengajak pada
ketakwaan. Dua yang terakhir – yaitu iman dan takwa – adalah jalan untuk
dibukanya keberkahan dari langit dan dari bumi (QS 7:96).
IsnyaAllah
negeri ini bisa makmur, bila para penduduk, wakil rakyat dan para
pemimpin – semuanya tahu apa yang harus dilakukan, yaitu mulai dari
Istighfar !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar