Oleh: Muhaimin Iqbal
Diciptakannya kita umat manusia oleh Allah adalah untuk beribadat menyembah kepadaNya dan mengesakanNya, bersamaan dengan itu kita juga ditugaskan untuk menjadi khalifah yang memakmurkan bumiNya (‘imarah al-ardh). Tugas yang pertama sudah begitu banyak menjadi perhatian dalam pendidikan, dakwah dan penyiapan sarana-sarananya. Tetapi bagaimana dengan tugas yang kedua ini ? jangankan pendidikan dan sarananya, sebagian besar kita malah tidak merasa mendapatkan tugas tersebut – kita salah menduga bahwa itu tugas orang lain – bukan tugas kita.
Dua tugas tersebut oleh Allah diungkap dalam ayat berikut : “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Saleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya.
Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa
hamba-Nya)." (QS 11:61)
Tugas
pertama mayoritas kita sudah tahu dan bahkan juga sebagian hafal
ayatnya karena ada ayat lain yang menekankan tugas untuk beribadah ini :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS 51:56)
Karena
kesadaran untuk beribadah kepadaNya inilah begitu banyak sudah
pengajian-pengajian yang mengajarkan secara detil cara-cara beribadah
kepadaNya baik yang sifatnya khusus maupun yang sifatnya umum. Urusan
beribadah ini juga sudah diajarkan di setiap tingkat sekolah dari yang
paling awal – pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi.
Sarananya-pun juga sudah begitu banyak dibuat berupa masjid, surau,
majlis taklim, sekolah-sekolah dlsb.
Lantas
bagaimana dengan tugas kedua yaitu tugas untuk memakmurkan bumi ?
nyaris belum menjadi kesadaran umat, belum banyak dikaji dan diajarkan
apalagi dipraktekkan. Banyak memang yang sudah belajar memakmurkan bumi
dengan ilmunya, tetapi ilmu yang digunakan rata-rata terpisah dengan
petunjukNya.
Padahal
bila tugas pertama yaitu beribadat dan mengesakanNya kita sudah dipandu
dengan petunjukNya dan contoh-contoh langsung dari NabiNya, seharusnya
demikian pula dengan pelaksanaan tugas yang kedua ini.
Ketika
orang-orang yang merasa memakmurkan bumi tidak merasa perlu menggunakan
petunjukNya, maka kita lihat justru kerusakanlah yang terjadi di bumi
ini. Dan inipun bahkan disadari oleh para pemimpin dunia yang sudah lebih dari dua puluh tahun lalu mengadakan konferensi di Rio De Janeiro – yang kemudian melahirkan konsep sustainable growth – konsep yang tetap menjadi sekedar konsep setelah lebih dari 20 tahun berlalu.
Usaha memakmurkan bumi yang mengandalkan ilmu manusia berupa dzan atau
dugaan-dugaan juga menghasilkan pemakmuran yang semu dan sesaat. Empat
dasawarsa lalu di era pemerintahan Orde Baru – konon sawah-sawah kita
bisa memberikan panenan padi yang baik sehingga presiden kita waktu itu
bahkan sempat mendapatkan penghargaan dunia dari FAO karena upayanya
dalam bidang swasembada pangan.
Tetapi
mengapa justru ketika jaman bertambah maju, teknologi seharusnya
menjadi semakin canggih – upaya untuk swasembada pangan ini malah jauh
panggang dari api ? Salah satu penyebabnya ya karena ilmu yang dipakai
saat itu adalah dzan, benar untuk saat itu tetapi menjadi diragukan saat ini.
Pupuk-pupuk
kimia yang sempat dianggap pahlawan penyelamat untuk kecukupan pangan
dunia, kini mulai dijadikan kambing hitam di mana-mana. Mulai dari
pencemaran lingkungan sampai menjadi penyebab pemanasan global. Terlepas
benar atau tidaknya ini, tetapi memang begitulah bila ilmu itu adalah dzan – bukan yang hak yang datangnya dari Yang Maha Mengetahui.
Lantas
apakah Dia Sang Pencipta dan Yang Maha Berilmu juga memberi kita
tuntunan dalam memakmurkan bumi ini ? tentu saja. Selain Dia memberi
tuntunan ke kita bagaimana beribadah dan mengesakanNya, kita juga diberi
tuntunan untuk memakmurkan bumi itu dengan ilmu yang sedetil-detilnya.
Karakter kitabNya yang menjadi “…petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan atas petunjuk itu dan menjadi pembeda…”(QS 2:185) dan “…Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu…” (QS 16:89), adalah jaminan bahwa segala ilmu dan petunjuk detil itu ada di dalam kitab yang satu ini.
Jadi
ketika tugas kedua yaitu memakmurkan bumi ini tidak kita sanggupi untuk
melaksanakannya, atau kalau toh kita sudah melaksanakannya tanpa
mengikuti petunjukNya – maka inilah yang sekarang kita alami di negeri
ini.
Di
negeri yang beriklim tropika nan subur, hujan kita peroleh lebih dari
separuh waktu dalam setahun, matahari berada di kita sepanjang tahun,
tanaman-tanaman tidak mengalami masa dormant (musim dingin) –
tanaman-tanaman selalu berada dalam posisi hidup dan tumbuh, tetapi kita
malah mengimpor begitu banyak makanan untuk kita.
Dalam skala dunia ketimpangan supply and demand
pangan ini juga terjadi, negeri yang rata-rata miskin justru harus
membeli pangan dari negeri yang rata-rata kaya. Ini baru sebagian kecil
saja dari dampak ‘pemakmuran’ bumi yang tidak mengikuti petunjukNya,
dampak lainnya begitu banyak berupa ketimpangan dan keresahan sosial
bahkan juga sampai perang.
Berangkat
dari sinilah maka sebagaimana pendidikan, dakwah dan penyediaan sarana
beribadah kepadaNya (tugas pertama manusia) dipersiapkan dan
dilaksanakan – maka demikian pulalah seharusnya pendidikan, dakwah dan
sarana untuk melaksanakan tugas yang kedua juga dipersiapkan – yaitu
memakmurkan bumi.
Bukankah
sudah ada perguruan-perguruan tinggi pertanian dan industri yang
bergerak di bidang ini ? juga sekolah-sekolah menengah kejuruan
pertanian dan industrinya ? betul, kita bisa mulai dari sana – tinggal
diarahkan agar ilmu dan teknologi yang mereka pelajari dan kembangkan
diberi kerangka atau fondasi berupa petunjuk-petunjukNya.
Kalau
sekolah-sekolah tinggi ekonomi ingin sesuai syariah, maka mereka
belajar tentang ekonomi syariah berupa bank, asuransi dlsb. Tetapi masa
perguruan tinggi pertanian juga ikut-ikutan ikut-ikutan belajar tentang
bank syariah, asuransi syariah dan sejenisnya ?, tidak dilarang, tetapi
alangkah baiknya kalau mereka fokus belajar bertani dan membangun
industrinya dengan menggunakan petunjukNya.
Demikian
pula sebaliknya, bila teman-teman saya di Dewan Syariah Nasional begitu
banyak membantu teman-teman di perbankan dan asuransi syariah agar
mereka bisa berjalan sesuai petunjukNya, mengapa tidak sekarang mereka
juga dengan ilmunya yang tinggi membantu para petani, pelaku industri
dan sektor riil lainnya agar semuanya bisa melaksanakan tugas yang kedua
– yaitu memakmurkan bumi – dengan mengikuti petunjuknya pula.
Sambil
menunggu institusi-institusi besar seperti perguruan-perguruan tinggi,
MUI dan DSN rame-rame menggali petunjukNya untuk memandu pelaksanaan
tugas kedua yaitu memakmurkan bumi ini, maka kami-pun telah memulainya
semampu kami dengan kapasitas yang ada di kami.
Kami
mulai secara intsensif menyediakan pelatihan dan praktek bagi mereka
yang ingin melengkapi ilmu pertaniannya dengan petunjuk Al-Qur’an, atau
bagi mereka yang sudah menguasai Al-Qur’an dan ingin menerapkannya
kedalam praktek pelaksanaan tugas memakmurkan bumi ini.
Pelatihan
ini dapat dilakukan per kelompok perusahaan atau institusi, ataupun
secara individu. Bahkan bagi sarjana baru yang memiliki passion
kuat di bidang ini, kami sediakan program 3 bulan yang kami sebut
Agroforestry Apprenticeship Program (AAP) – yang semuanya gratis. Bagi
perusahaan atau institusi, program ini bisa berupa pengajian di
kantor-kantor sampai program outing sambil praktek di kebun kami.
Bayangkan
bila kita tidak melalaikan tugas yang kedua ini – yaitu memakmurkan
bumi , insyaAllah kita semua akan hidup berkecukupan di muka bumi ini.
Bila ini tercapai, maqasyid syariah insyaAllah juga akan lebih mudah tercapai. Iman, jiwa, pikiran, keturunan dan harta insyaallah lebih mudah terjaga.
Tidak
ada yang perlu menggadaikan imannya hanya karena kemiskinan, tidak ada
kejahatan yang membunuh jiwa yang juga penyebab umumnya kemiskinan atau
rebutan harta, pikiran akan merdeka dan tidak terjajah karena
ketergantungan ekonomi, tidak ada perbuatan asusila bahkan
komersialisasinya – yang konon alasannya dari sisi supply juga lebih sering karena kemiskinan.
Sebagaimana
tugas pertama beribadah dan mengesakanNya diajarkan dari usia dini,
perguruan tinggi sampai juga usia lanjut melalui pengajian-pengajian,
kami-pun bercita-cita demikian. Tugas yang kedua – yaitu memakmurkan
bumi, juga harus mulai diajarkan dari usia dini sampai usia lanjut –
agar tidak ada di antara kita yang melalaikan tugas yang kedua ini. Dan
tidak terbatas pada pendidikan atau pelatihannya, kami juga insyaAllah
akan terus menyediakan sarana untuk pelaksanaan tugas ini berupa
lahan-lahan yang siap dimakmurkan baik dengan memilikinya lebih dahulu
(seperti program KKP) ataupun tanpa harus memilikinya lebih dahulu
(seperti program SKP), InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar