Oleh: Muhaimin Iqbal
Kita sering mendengar ungkapan ‘fakta berbicara’ untuk menjelaskan suatu kebenaran yang tidak bisa dibantahkan oleh berbagai argumen yang bertentangan dengan fakta tersebut. Seiring dengan pergantian pemerintahan Senin ini, saya ingin berbagi fakta tentang pemenuhan kebutuhan pangan kita selama sepuluh tahun terakhir – mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi pemerintahan baru ke depan. Fakta ini saya olah dari datanya Biro Pusat Statistik – jadi insyaAllah cukup akurat.
Secara
khusus saya mengambil sampel data dari import beberapa komoditi utama
yaitu gandum dan beras untuk mewakili kebutuhan karbohidrat, daging dan
sapi hidup untuk mewakili protein, sayur dan buah untuk mewakili
kebutuhan vitamin dan mineral, serta jagung , kedelai dan kacang tanah
untuk berbagai kebutuhan lainnya.
Data saya ambil untuk tahun 2013 – yaitu data full year
terbaru yang ada saat tulisan ini dibuat, dibandingkan dengan data
sepuluh tahun sebelumnya. Hasilnya kemudian saya sajikan dalam bentuk
table berikut.
Yang saya beri tanda merah adalah kategori red alert
– yaitu peringatan darurat yang terkait dengan peningkatan kwantitas
komoditi yang di impor atau kenaikan harga yang melebihi inflasi
rata-rata kita.
Untuk
kwantitas pembandingnya adalah pertumbuhan jumlah penduduk kita. Dengan
jumlah penduduk kita 216 juta orang (2004) dan 244 juta (2013) atau
mengalami pertumbuhan rata-rata 1.25% per tahun, maka seandainya
pertumbuhan komoditi yang diimpor itu seiring dengan pertumbuhan
penduduk – maka selama sepuluh tahun ini harusnya tidak bertambah lebih
dari 13% secara kumulatif.
Untuk
kenaikan harga, dengan asumsi inflasi rata-rata 6 % dalam Rupiah ,
mestinya kenaikan harga secara kumulatif 10 tahun terakhir tidak lebih
dari 79%. Dalam Dollar mestinya lebih rendah lagi dari ini karena tingkat inflasi Dollar yang lebih rendah dari Rupiah.
Dengan
dua kriteria tersebut, kita lihat di table, hampir secara keseluruhan
kwantitas dan harga mengalami kenaikan melebihi tingkat pertumbuhan
penduduk maupun angka kumulatif inflasi sepuluh tahun terakhir.
Hanya
beras yang mengalami penurunan impor, ini sangat bisa jadi karena
persepsi kita selama ini tentang swasembada pangan – ya swasembada beras
tolok ukurnya – sehingga ya hanya beras ini yang dikejar. Padahal bisa
kita lihat penghematan devisa dari penurunan impor beras itu sangat
kecil bila dibandingkan dengan kenaikan impor bahan pangan lainnya.
Kemudian
impor daging – yang karena high profile – juga nampak menurun, tetapi
ini hanya karena pindah dari impor daging ke impor sapi hidup yang
jumlahnya malah jauh lebih besar dibandingkan dengan penurunan impor
daging.
Impor
sayur dan buah-buahan juga tumbuh sangat tinggi meskipun kenaikan
harganya masih lebih rendah dari inflasi rata-rata kita. Bisa jadi
karena buah dan sayur impor ini relatif murah sehingga pasar kita
dibanjiri oleh sayur dan buah impor.
Yang
menarik adalah impor jagung, yang naik menjadi lebih dari dua kali
lipat sepanjang sepuluh tahun terakhir. Bila kenaikan kebutuhan gandum,
daging sapi, sayur dan buah melebihi jumlah pertumbuhan penduduk – ini
karena dengan semakin makmur manusia lebih banyak membutuhkan makanan
yang lebih enak dan berkwalitas – tetapi apakah rata-rata kita juga makan jagung lebih banyak ?
Kemungkinan
besarnya ini karena jagung dibutuhkan untuk memberi makan ternak kita
khususnya ayam. Ketika kebutuhan daging ayam dan telur dalam negeri
meningkat, maka jumlah kebutuhan jagung juga ikut meningkat.
Secara
umum agka-angka dalam table tersebut di atas sebenarnya juga
mensyiratkan suatu fakta bahwa kita semakin membutuhkan produk pangan
dari luar dengan harga yang tumbuh jauh melampaui akumulasi rata-rata
inflasi kita, kita semakin tergantung pada impor dan semakin tidak punya
daya tawar.
Situasi
ketergantungan pada bahan pangan impor ini tidak boleh terus berlanjut
karena kalau kita tidak berdaulat dalam pangan, kita juga bisa
kehilangan kedaulatan yang lain. Lantas apa yang seharusnya dilakukan
oleh pemerintah kedepan ?
Pertama merubah mindset
bahwa masalah pangan tidak boleh direduksi hanya masalah karbohidrat
atau khususnya beras. Masalah pangan adalah seluruh unsurnya yang
terkait yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Semuanya
harus mendapatkan perhatian yang proporsioal pengembangannya agar tidak
tergantung pada supply dari luar.
Kedua
pemerintah harus mendorong dan memfasilitasi pengembangan sumber-sumber
protein hewani yang efektif – tidak terpaku pada daging sapi karena percepatan produksinya rendah, tidak pula terpaku pada daging unggas – karena dampaknya pada impor biji-bijian khususnya jagung.
Ketiga pemerintah harus mulai mengkampanyekan komposisi makanan yang tidak terpaku pada beras dan biji-bijian lainnya, sumber makanan dari jenis ini mestinya tidak lebih dari 1/5 bagian dari sumber makanan kita. Selain ada dasarnya jelas dari petunjukNya, produksi biji-bijian seperti padi juga mahal karena membutuhkan lahan yang paling subur dan air yang sangat banyak – sedangkan air ini akan bersaing dengan kebutuhan manusia lainnya.
Keempat
pemerintah harus bisa menggerakkan masyarakat untuk secara maksimal
memproduktifkan lahannya. Tidak boleh lagi ada lahan yang dianggurkan
atau dispekulasikan. Secara terstruktur, systematis dan masif pemerintah
pasti dapat melakukan kontrol penggunaan lahan ini karena pemerintah
punya aparat sampai ke desa-desa.
Kelima
pemerintah tidak bisa sendirian, inisiatif-inisiatif dari masyarakat
yang bergerak membantu kecukupan pangan dari masyarakat harus dihargai.
Seandainya toh pemerintah tidak bisa ngurusi semuanya, minimal tidak ngrusuhi apa-apa yang dilakuan oleh masyarakat yang bertujuan membantu kecukupan produksi pangan dalam negeri tersebut di atas.
Selain
langkah pertama sampai ke lima yang sifatnya ikhtiari, pemerintah harus
juga mendorong rakyat negeri ini untuk menjadi umat yang semakin taat
mengikuti syariat dan petunjuk di kitabNya – karena dari sanalah
kecukupan dan keberkahan pangan itu dijamin (QS 5:66 dan QS 7 :96).
Lantas
apa yang bisa dilakukan oleh rakyat kebanyakan seperti kita-kita ini ?
Kita juga tidak boleh tergantung pada upaya pemerintah – mereka manusia
biasa seperti kita, tempat salah dan alpa. Kita semua mendapatkan tugas
yang menjadi alasan penciptaan kita – yaitu untuk beribadah dan
mengEsakanNya, yang bersamaan dengan itu kita juga diberi tugas untuk
memakmurkan bumiNya (QS 11:61). So, let just do it !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar