Oleh: Muhaimin Iqbal
Seperti juga dalam berbagai bidang kehidupan lainnya, ekonomi umat saat ini terkepung oleh berbagai kekuatan dan kepentingan yang sangat besar. Musuh utamanya sudah diberitahukan oleh Allah langsung ke kita yaitu riba (QS 2 : 279) – yaitu strategi yang telah digunakan oleh Yahudi selama hampir 2000 tahun – untuk menguasai aset-aset dan sumber daya alam yang mereka kehendaki. Butuh strategi yang luar biasa, yang belum pernah ada sebelumnya – unprecedented strategy untuk mengalahkannya.
riba,
Bahwasanya Yahudi
itu akan terus bergerak menguasai sumber-sumber daya alam khususnya
untuk produksi kebutuhan dasar kita pangan dan air, itu kita sudah juga
diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melalui hadits
dari Mughirah bin Syu’bah, dia berkata : “ Tidak
ada orang yang lebih banyak bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘
Alaihi Wasallam tentang Dajjal daripadaku, dan beliau bersabda kepadaku :
“Hai anakku ! engkau tidak usah terlalu risau memikirkannya. Dia tidak
akan mencelakakanmu ! “ Kataku
: “Orang-orang menganggap bahwa Dajjal itu mempunyai sungai mengalir
dan bukit roti”. Beliau bersabda : “ Itu sangat mudah bagi Allah Ta’ala
untuk menciptakannya”. (Shahih Muslim no 4005 dan Shahih Bukhari no 6589 dengan teks yang sedikit berbeda).
Lho
di hadits tersebut yang disebut Dajjal, bukan Yahudi dan bukan riba –
apa kaitannya dengan riba dan Yahudi ? Sebelum munculnya Dajjal yang
sesungguhnya, muncul dahulu Dajjal-Dajjal kecil (yaitu Yahudi atau
systemnya) yang nantinya akan menjadi pasukan (instrument) Dajjal besar
pada saat kemunculannya.
Barangkali
karena bahayanya (strategy) Yahudi atau systemnya inilah kita
diberitahu oleh Allah begitu banyak tentang karakter dan perilaku mereka
ini di masa lampau. Bila makanan yang dalam hadits disebut akan
mencegah kelaparan – yaitu kurma – disebut Allah 21 kali dalam
Al-Qur’an, Yahudi disebut sampai 37 kali ! Hanya Allah yang tahu makna
yang sesungguhnya dari penyebutan-penyebutan ini.
Pemahaman
sederhana saya adalah makanan (dan air) yang semestinya cukup untuk
seluruh manusia itu, bisa menjadi tidak cukup bila dikuasai hanya oleh
pihak-pihak tertentu sebagaimana Dajjal menguasai bukit roti dan sungai
dalam hadits tersebut di atas.
Lantas
bagaimana kita bisa melawannya ? Secara umum kita mengikuti uswah kita –
sebagaimana Yathrib yang seluruh aspek kehidupannya dikuasai Yahudi
bisa berubah menjadi Madinah yang seluruh aspek kehidupannya diatur
sesuai syariat – hanya kurang dari 10 tahun.
Secara
khusus kita juga harus mampu menyusun strategy yang sesuai jaman kita
untuk menghadapi masalah spesifik yang sedang kita hadapi – yang tentu juga tidak terlepas dari dua petunjuk kita yaitu A-Qur’an dan Hadits.
Misalnya
di jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam perang Ahzab, ada
strategi yang luar biasa yang tidak dikenal oleh musuh-musuh Islam saat
itu – yaitu dengan membuat benteng pertahanan dari parit-parit.
Kemudian
sekitar 800 tahun kemudian, panglima terbaik pada jamannya yang
memimpin pasukan terbaik dari umat ini juga memiliki strategi yang luar
biasa yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia sebelumnya – ketika
mereka menaklukkan Konstantinopel. Pemimpin umat – Al-Fatih – saat itu
menggunakan strategi kapal-kapal dalam jumlah besar yang mendaki dan
menyeberangi bukit dalam waktu satu malam.
Persamaan
dari keduanya adalah keduanya melawan kekuatan yang sudah terbangun
berabad-abad, dengan pertolonganNya keduanya menang, dan kemenangannya
menjadi momentum kejayaan umat ini atas umat-umat lain yang sebelumnya
mendominasi dunia.
Khusus
dalam bidang ekonomi, saat ini yang kita hadapi sangat mirip dengan
situasi yang dihadapi oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam
situasi perang Ahzab.
Ada berbagai kekuatan di luar sana yang saling bersekutu untuk siap menyerbu kita -
kekuatan yang jauh lebih besar dari yang kita miliki. Dalam perang
Ahzab yang bersekutu itu antara lain adalah Yahudi Bani Nadhir dan Bani Qainuqa yang bersekutu dengan suku-suku Arab di seputar kota Madinah sampai ke suku Quraish di Makkah.
Sementara
dikepung dari luar dengan kekuatan sekitar 10,000-12,000 tentara musuh,
pertahanan di dalam nyaris ambrol oleh pengkianatan Yahudi – yang
harusnya menghormati perjanjiannya dengan kaum Muslimin. Yahudi Bani
Quraizah ternyata sudah bersiap-siap dengan 1,500 pedang dan 1,500
tameng untuk memerangi kaum muslimin yang tengah dikepung oleh kekuatan
hebat dari luar.
Di
tengah kaum muslimin sendiri yang kekuatannya hanya sekitar 3,000
orang, tidak semuanya tulus berjuang. Sebagiannya adalah orang-orang
munafik yang memiliki agenda sendiri-sendiri. Maka perang Ahzab ini
djadikan pula oleh Allah untuk menguji keimanan kaum muslimin.
“(Yaitu)
ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika
tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke
tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
purbasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan
(hatinya) dengan goncangan yang sangat.” (QS 33: 10-11)
Sebagaimana ujian pada umumnya, ada yang lulus dan ada yang tidak. Yang tidak lulus adalah kaum munafik :
“Dan
(ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit
dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada
kami melainkan tipu daya". (QS 33:12)
Sedangkan yang lulus adalah orang-orang yang imannya benar dan membenarkan janji-janji Allah :
“Dan
tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS 33 : 22)
Apa
relevansinya Al-Ahzab tersebut dengan kondisi ekonomi kontemporer yang
kita hadapi saat ini ? Pada peristiwa Al –Ahzab, tidak sampai terjadi
perang fisik – setelah sekitar satu bulan mengepung kaum muslimin –
dalam suatu malam musuh dihalau oleh Allah melalui petir, badai topan
dan angin dingin yang memporak-porandakan mereka.
“Dan
Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan
Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS 33:25)
Yang
kita hadapi saat ini-pun bukan perang fisik, tetapi perang urat syaraf
dan perang strategy – tetapi Allah sendiri yang menyebutnya dan
mengumumkannya sebagai perang:
“Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” (QS 2:279)
Maka seperti soal ujian multiple choice, dalam perang dingin Al-Ahzab setidaknya ada 4 pihak yang terlibat di dalamnya :
a) Kaum Yahudi dan sekutu-sekutunya suku-suku Arab seputar Madinah sampai Mekkah.
b) Kaum Yahudi di Madinah yang sebenarnya terikat perjanjian dengan kaum muslimin tetapi kemudian terang-terangan mengingkarinya.
c) Kaum munafik dan orang-orang yang hatinya ada penyakit yang tidak yakin dengan janji Allah (QS 33:12).
d) Orang beriman yang membenarkan janji Allah dan RasulNya dan terus bertambah keimanannya (QS 33: 22).
Dengan
mudah dalam ‘perang dingin’ ekonomi ini kita akan menemukan pihak-pihak
yang kurang lebih sama. Untuk (a) dan (b) jelaslah kita tahu siapa
mereka ini, mereka yang kini mengelola keuangan dunia sejak Breton Woods Agreement
(1945), sampai pengingakarannya tahun 1971 dan para pelakunya hingga
kini yang melanggengkan system riba yang diperangi Allah tersebut di
atas – hingga kini.
Yang
(c) adalah orang-orang yang disekitar kita – sepertinya berjuang
bersama kita – tetapi tidak pernah yakin hatinya atas janji-janji Allah,
bahkan berprasangka buruk terhadap Allah seolah janjiNya adalah tipu
daya belaka. Allah menjanjikan derajat tertinggi untuk umat ini (QS
3:139), menjanjikan kecukupan pangan dari bawah kaki dan dari langit (QS
5:66), menjanjikan keberkahan juga dari langit dan dari bumi (QS 7:96) –
seolah ini semua isapan jempol belaka – maka orang-orang ini tetap
menempuh jalannya sendiri-sendiri dan mengabaikan petunjuk-petunjukNya.
Golongan
(d) – semoga kita semua bisa masuk ke golongan ini, yaitu orang-orang
yang yakin akan kebenaran janjiNya. Kemudian ikut bersungguh-sungguh
‘menggali parit’ untuk membangun pertahanan ekonomi umat ini dari
serangan musuh-musuh kita dan musuh Allah (karena Allah yang menyatakan
perang terhadap mereka sebagaimana QS 2:279 di atas).
Bisa
jadi upaya kita sangat terbatas, bahkan seandainya dengan strategy yang
paling canggih sekalipun – strategy yang tidak ada sebelumnya – unprecedented strategy,
itupun hanya bagian dari ikhtiar. Hanya Allah-lah yang menentukan
kemenangan itu, maka di perang dingin Al-Ahzab kita juga diajari untuk
berdo’a khusus dalam situasi demikian.
“Allahumma munzilalkitabi, sarii'al hisaabi, ihzimil Ahzaabi – ya Allah yang Menurunkan Kitab, Yang Cepat perhitunganNya, Aku mohon kepadamu untuk mengalahkan yang bersekutu” (HR. Bukhari)
Sebagaimana perang dingin Al-Ahzaab,
strategy yang luar biasa –unprecedented strategy – sekalipun tetap
hanya ikhitar maksimal yang bisa dilakukan oleh manusia. Dia harus
dilakukan tetapi bukan dia penentu kemenangan. Kemenangan mutlak
prerogatifnya ada di tanganNya semata, maka itulah perlunya do’a, agar
yang kita lakukan ini menjadi wasilah atau sarana untuk turunnya pertolongan Allah. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar