Sustainable Growth In 3 D

Sabtu, 27 September 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal 
 
Awalnya ada ibu dan bapak saya, lahir dari keduanya 11 orang anak dan dari sini kemudian lahir  28 cucu, dari cucu ini kemudian terlahir ‘baru’ 11 orang cicit. Dari sepasang manusia, dalam waktu kurang dari satu abad telah lahir 50 orang baru di dunia ini. Pertanyaannya adalah bagaimana semua akan terus bisa makan, berpakaian, punya tempat tinggal dan memenuhi perbagai kebutuhan lainnya di bumi yang sama – yang tidak bertambah luas ? Itulah mengapa ada tugas bagi manusia yang terlahir dari bumi ini untuk memakmurkannya ! 


Dengan sumber daya alam yang tidak bertambah, manusia harus bisa tetap hidup memenuhi kebutuhan dan mengatasi persoalannya kini dan juga nanti. Dalam bahasa ekonominya disebut sustainable growth atau tumbuh berkelanjutan. Mengapa harus tumbuh ? ya karena kebutuhan dan masalah terus bertambah seiring dengan lahirnya manusia-manusia baru yang lebih banyak jumlahnya di dunia ini.

Mengapa harus berkelanjutan ? karena bila pertumbuhan tersebut tidak berkelanjutan – hanya mementingkan pertumbuhan sesaat – maka keberadaan sumber daya alam yang ada di bumi akan segera menjadi tidak lagi tersedia bagi semua manusia di muka bumi ini.

Bukankah Allah menjanjikan akan memberi  rezeki  bagi semua makhluk ciptaanNya,  manusia  dan bahkan hewan melata ? (QS 11:6) Betul tetapi Allah juga menugasi manusia untuk memakmurkan bumi (QS 11:61), Dia menghidup dan matikan manusia tersebut untuk diuji siapa yang lebih baik amalnya (QS 67:2).

Hanya manusia yang beriman, menyembah kepadaNya serta meng-EsakanNya yang ditunjuk oleh Allah untuk menjadi khalifah atau wakilnya di muka bumi ini dan untuk memakmurkannya dalam arti yang sesungguhnya.

Untuk bisa memahami mengapa manusia yang tidak beriman dan tidak mengikuti petunjukNya – tidak akan pernah bisa memakmurkan bumi yang sesungguhNya atau tidak akan pernah menjadi khalifah Allah di muka bumi ini, maka saya akan visualisasikan kemakmuran itu dalam bentuk tiga dimensi seperti pada ilustrasi di bawah.


3 Dimensi Kemakmuran
Sesuatu yang hanya memiliki satu dimensi – maka dia tidak terwujud, Anda tidak bisa menyentuhnya apalagi merasakannya. Sesuatu yang memiliki dua dimensi - panjang dan lebar – Anda sudah bisa melihatnya tetapi baru berupa gambar, belum bisa Anda rasakan atau manfaatkan. Gambar makanan yang paling lezat sekalipun – tetap belum bisa dimakan.

Sesuatu yang memiliki tiga dimensi, barulah dia berwujud ! dia bisa Anda pegang, bisa dirasakan dan bisa dinikmati. Film tiga dimensi tidak termasuk kategori ini karena dia hanya ilusi gambar – atau ilusi dari sesuatu yang hanya dua dimensi.

Kemakmuran yang sesungguhnya harus berupa sesuatu yang tiga dimensi – agar dia bener-bener hadir dan memberi manfaat bagi manusia, bukan hanya bayangan dan bukan hanya tontonan.

Maka tiga dimensi itu – masing-masing dimensinya saya beri nama dimensi kehidupan, dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Kemakmuran yang sesungguhnya harus bisa melibatkan ketiganya bila ingin benar-benar terwujud.

Dari sinilah mengapa seorang Bill Gate yang super kaya dan ‘dermawan’ sekalipun – yang bersama Rockefeller  dan sejumlah konglomerat benih GMO dunia, seolah berbuat baik untuk keamanan pangan dunia dengan ‘menyempurnakan’ dan menguasai benih dunia  – tetapi yang mereka lakukan justru membuat banyak petani di India bunuh diri karena mahalnya benih.

Bila kita tidak menanam-pun insyaAllah kita tetap makan sebagaimana janji Allah di surat  Hud tersebut di atas. Bila seluruh muslim tidak ada yang bercocok tanam-pun, insyaAlah kita juga tetap bisa makan karena janji Allah yang sama. Allah Yang Maha Kuasa, tentu sangat berkuasa untuk bisa menggerakkan siapapun makhlukNya untuk berbuat menyediakan makanan bagi makhlukNya yang lain – termasuk makhlukNya yang kafir sekalipun.

Masalahnya adalah ketika kita tidak mengurusi kebutuhan dan mengatasi masalah kita sendiri, kebutuhan dan masalah kita diurusi orang lain untuk kepentingan mereka sendiri – yang bisa jadi mereka hanya mengurusi satu sisi (dimensi) dan mengorbankan sisi atau dimensi lainnya.

Negeri-negeri kaya memproduksi bahan makan yang dijual ke negeri-negeri miskin, untuk membayarnya negeri miskin menguras sumber daya alamnya sampai buminya menjadi rusak dan hutannya menjadi tandus. Semakin sumberdaya alam rusak, semakin miskin negeri tersebut dalam jangka panjang. Inilah bila dimensi ekonomi mengabaikan dimensi kehidupan, baik bagi manusia, hewan maupun tanaman.

Ketergantungan ekonomi pada negeri-negeri maju dan konglomerasi kapitalisme juga berdampak pada kehidupan sosial. Betapa banyak saudara-saudara kita se-iman yang untuk sholat tepat waktu apalagi berjamaah saja amat sangat sulit. Mengapa ? karena mayoritas waktunya sibuk berangkat dan pulang kerja dari kantornya – dan di kantor-pun bekerja seperti diburu-buru setan, tidak tersedia waktu cukup untuk khusuk memenuhi alasan penciptaannya – yaitu untuk beribadah kepadaNya.

Dari gambaran kemakmuran tiga dimensi inilah bisa kita pahami bahwa yang akan benar-benar bisa memakmurkan bumi ini hanyalah khalifah atau wakilNya – yang beriman kepadaNya, beribadah dan meng-EsakanNya dan kemudian ketika bekerja keras memakmurkan bumi-pun tetap dengan terus mengikuti petunjukNya.

Pekerjaan memakmurkan bumi ini adalah pekerjaan yang sangat komplek – multi dimensi. Usia manusia yang terbatas, pengalaman dan kecerdasannya-pun terbatas – tidak akan pernah mampu menguasai keseluruhan dimensi tersebut. Lantas bagaimana manusia yang penuh keterbatasan ini bisa mengemban tugas yang sangat kompleks tersebut ? tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti petunjukNya.

Bila kita hanya mengandalkan kecerdasan dan pengalaman kita, bisa jadi perbuatan yang kita kira baik itu justru berdampak buruk bagi orang lain.  Ketika orang-orang super kaya bersama dengan perusahaan-perusahaan benih dunia membuat Doomsday Seed Fault di laut Barent dekat kutub utara – untuk konon katanya mengamankan benih dunia ketika ‘kiamat’ tiba ! – yang terjadi malah hampir satu milyar orang kelaparan sebelum ‘kiamat’ itu tiba.

Sebaliknya, hal kecil - sederhana yang kita lakukan dengan mengikuti petunjukNya  atau mengikuti contoh-contoh NabiNya – bisa jadi tersimpan di dalamnya hikmah yang sangat besar – baik hikmah itu kita ketahui atapun belum/tidak kita ketahui.

Misalnya syariat ber-Qurban yang akan rame-rame kita lakukan dalam sepekan yang akan datang. Siapa yang memberi contoh ?, yang memberi contoh adalah Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam dan Putranya ‘Ismail ‘Alaihi salam. Apa yang dicontohkannya ? menyembelih seekor sembelihan yang besar. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa yang disebut sembelihan yang besar itu adalah domba atau gibas yang besar dan sempurna (QS 37:107).

Lalu manusia sekarang berfikir ekonomis dan manfaat jangka pendek menurut logikanya sendiri – yang terbatas, yaitu ada paham menyembelih sapi lebih baik karena dagingnya banyak – banyak masyarakat yang bisa menikmati daging pada hari itu.

Meskipun tidak ada yang melarangnya dan berqurban dengan sapi, unta, kerbau dan lain sebagainya semuanya baik – yang tidak baik hanyalah yang tidak berqurban ! tetapi alangkah baiknya lagi kalau kita bisa mencontoh sedekat mungkin dengan contoh aslinya – yaitu menyembelih domba atau gibas yang besar.

Dagingnya tentu tidak sebanyak sapi, tetapi dampak pada dimensi-dimensi lainnya yang insyaAllah sangat luas. Bila qurban-qurban kita kembali ke domba, maka masyarakat akan rame-rame memelihara domba. Apalagi ketika domba-domba ini digembala juga dalam rangka mengikuti perintahNya (QS 20 :54), ketaatan yang satu melahirkan ketaatan berikutnya, manfaat yang satu menggerakkan manfaat berikutnya.

Akibat domba-domba yang digembalakan di tempat-tempat yang juga ditunjukanNya (QS 16:10), maka negeri ini akan menjadi negeri kebun-kebun buah dari segala macam buah-buahan yang ada (QS 16:11). Negeri yang seperti ini dipuji Allah sebagai negeri yang baik – Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur (QS 34;15).

Negeri yang baik, mampu memberi makan cukup bagi rakyatnya – kita tidak perlu lagi impor buah malah meng-ekspornya, kita-pun tidak perlu lagi impor daging dan susu.  Daging domba ini adalah daging yang sekarang disebut the world healthiest food sebagai makanan tersehat didunia, mereka menyebut khusus the grass-fed-lamb yaitu daging domba yang diberi makan rumput (digembala di rerumputan !).

Susu domba selain menjadi minuman yang bersih dan mudah diminum (QS  16:66 ), juga sangat efektif untuk berbagai pengobatan penyakit. Tidak perlu industri farmasi yang canggih-canggih untuk ini, tinggal mengumpulkan dan mengemasnya secara baik saja – sudah akan menjadi industri obat-obatan yang tidak kalah dengan industri obat-obatan milik kapitalis yang telah menjadikan obat sangat mahal.

Ketika domba semakin banyak, ada potensi industri baru yaitu industri pakaian dari kulit atau bulu domba. Bahkan pakaian dari kulit dan bulu domba inipun ada di petunjukNya yaitu di surat An-Nahl 80-81. Kita bisa menjadi produsen dan eksportir pakaian terbaik dunia, tidak seperti sekarang kita menjadi importer untuk pakaian yang sebenarnya  tidak begitu bermutu.

Dari contoh kecil dan sederhana yaitu mengembalikan qurban sedekat mungkin dengan contoh aslinya ini saja – kita insyaAllah sudah bisa menggerakkan seluruh dimensi kemakmuran yang ada. Keturunan kita akan lebih baik, alam kita akan lebih baik, lapangan pekerjaan terbuka luas, demikian pula dengan potensi ekonomi riil dalam negeri yang bisa digarap oleh masyarakat luas.

Barangkali dampak yang begitu luas dalam pertumbuhan yang berkelanjutan inilah maka domba juga disebut sebagai harta muslim terbaik dalam hadits shahih berikut :  “Waktunya akan datang bahwa harta muslim yang terbaik adalah domba yang digembala di puncak gunung dan tempat jatuhnya hujan. Dengan membawa agamanya dia lari dari beberapa fitnah (kemungkaran atau pertikaian sesama muslim)”. (H.R. Bukhari)

Maka yang kita perlu lakukan di usia yang terbatas dan kemampuan juga terbatas ini adalah bagaimana kita mengerjakkan saja perintah-perintahNya dan menjauhi apa-apa yang dilarangNya, maka kita insyaAllah akan semakin dekat dengan takwa – dan orang bertakwa dijanjikan rezeki yang tanpa batas atau tanpa dhihitung ( QS  3:27 ;24:38; 40:40), dan dari sumber yang tidak disangka-sangka  (QS 65:3)  ! InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar