Oleh: Muhaimin Iqbal
Dari 243 negara yang ada di dunia saat ini, ada 15 negara yang dianggap maju dan menguasi 94.5 % dari patent yang didaftarkan di seluruh dunia. Secara bersama-sama 15 negara ini juga menguasai sekitar 70 % dari ekonomi dunia yang diukur dari GDP-nya. GDP per capita rata-rata di 15 negara tersebut adalah US$ 21,908 , sedangkan rata-rata GDP per capita di 228 negara-negara lainnya kurang dari ¼ nya yaitu hanya US$ 4,676. Fakta ini mengingatkan kita tentang pentingnya inovasi, namun pada saat yang bersamaan juga harus ada pengendaliannya agar inovasi tidak menjadi alat untuk eksploitasi manusia atas manusia lainnya.
Fakta
bahwa 15 negara maju yaitu Jepang, Amerika, China, Korea Selatan,
Jerman, Perancis, Rusia, Inggris, Swiss Italy, Nedherland, Swedia,
Canada, Australia dan Finlandia – yang secara bersama-sama menguasai 70 %
ekonomi dunia tersebut tidak terlepas dari inovasi mereka dari berbagai
bidang. Tentu amat sangat banyak inovasi mereka yang baik, yang
dibutuhkan untuk peningkatan kwalitas kehidupan manusia seluruhnya.
Namun
karena tidak adanya pengendalian – paling tidak dari sisi moral values,
tidak jarang inovasi tersebut justru digunakan untuk mengesploitasi
manusia lain. Contohnya adalah inovasi terhadap benih-benih tanaman
unggulan, tidak jarang oleh para pelakunya ini disertai perusakan baik
terhadap benih yang dihasilkannya maupun benih lain yang seharusnya
tersedia bebas di alam.
Perusakan
pada benih yang dihasilkannya adalah dengan maksud agar benih-benih
tersebut hanya bisa ditanam sekali, kemudian ketika petani akan menanam
berikutnya harus membeli benih lagi. Perusakan benih-benih lainnya
adalah agar semua yang membutuhkan terpaksa membeli benih dari pemilik
patent dari benih tersebut – karena memang tidak lagi tersedia benih
lainnya.
Bahwasanya akan ada manusia yang merusak tanaman dan keturunannya ini, kita sudah diingatkan oleh Allah lebih dari 14 abad lalu. Mereka
ini pandai menguasai panggung dunia seolah yang mereka lakukan adalah
suatu kebaikan, tetapi sejatinya mereka merusak sumber-sumber makanan
bagi seluruh manusia di muka bumi.
“Dan
di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia
menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi
hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia
berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanaman dan keturunan, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan.” (QS 2:204-205)
Lantas
apakah salah negeri-negeri maju dengan inovasinya kemudian berhasil
mengambil porsi ekonomi yang jauh lebih besar – sampai menguasai ekonomi
dunia sedemikian rupa ? Bisa jadi ini bukan salah mereka, ini salah
kita sendiri mengapa bukan kita yang menguasai ekonomi itu ?
Uswatun
Khasanah kita membangun kekuatan negeri Madinah dalam segala bidang
tentu juga antara lain membangun kekuatan ekonomi rakyatnya. Enam abad
penguasaan ekonomi Yahudi di kota yang semula namanya Yathrib berhasil
digantikan sepenuhnya dalam periode kurang dari 10 tahun saja.
Dalam
waktu kurang dari sepuluh tahun, rakyat di negeri baru Madinah terlepas
dari kungkungan pasar, monopoli produksi dan jeratan riba. Kondisi ini
tergambar baik ketika di tahun 9 H Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam menggerakkan pasukan untuk perjalanan perang yang sangat jauh
ke Tabuk.
Para
sahabat berlomba membiayai perjalanan perang ini, Usman RA menyediakan
200 unta yang dibekali 200 ounce emas dan menyerahkan 1000 Dinar ke
pangkuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - sampai-sampai beliau berucap “Mulai dari sekarang dan selanjutnya, tidak ada apapun yang bisa merugikan Usman dari apapun yang dilakukannya” (HR Tirmidhi). Usman terus menambah sedekahnya sampai mencapai 900 unta dan 100 kuda.
Selain
Usman, Umar RA juga menyerahkan separuh kekayaannya, sedangkan Abu
Bakar bahkan menyerahkan seluruh kekayaannya. Begitu pula
sahabat-sahabat yang lain mayoritasnya minimal bisa membiayai dirinya
sendiri untuk ikut berperang. Dengan semua perbekalan tersebut – umat
ini saat itu mampu memberangkatkan 30,000 orang pasukan untuk menyerang
musuh yang kekuatannya diperkiraan sampai sekitar 200,000-an.
Hanya
sedikit sekali sahabat yang tidak bisa berangkat karena tidak memiliki
bekal, mereka ini sangat ingin berangkat tetapi hanya karena tidak ada
bekal yang mereka miliki atau untuk dibagi lagi – mereka menangis
bercucuran air mata. Begitu memilukannya kesedihan mereka ini sampai
Allah menceritakannya di Al-Qur’an untuk menjadi pelajaran kita.
“Dan
tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu,
supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak
memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata
mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak
memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS 9:92)
Dari
pelajaran tersebut mestinya umat di jaman ini juga harus lebih banyak
yang seperti Abu Bakar, Umar , Usman dan sahabat-sahabat lainnya yang
minimal mampu untuk membiayai ‘perang’-nya sendiri. Dan disinilah letak
perlunya kekuatan ekonomi itu.
Karena
di jaman modern ini kekuatan ekonomi juga tidak terlepas dari
inovasi-inovasi di berbagai bidang, maka umat ini juga harus pandai
ber-inovasi. Bila dari 15 negara pengumpul 94.5 % patent dunia tersebut
tidak satupun yang memiliki penduduk muslim mayoritas di negerinya, maka
disinilah kesalahan kita. Mengapa dengan petunjuk kita yang sangat
jelas, kita belum berhasil ber-inovasi secara massif ?
Padahal
dengan petunjukNya inovasi-inovasi itu mestinya jauh lebih mudah karena
kita akan mencari di tempat yang sudah jelas. Sedangkan orang lain yang
tidak mendapatkan petunjuk, mereka mencarinya dari tempat yang tidak
jelas – kadang dapat, kadang juga tidak.
Saya
beri contoh misalnya para penggerak lingkungan dunia, setelah susah
payah meneliti – mereka menemukan akhirnya bahwa pohon zaitun-lah yang
paling efektif untuk bisa menyerap emisi carbon dunia. Dari temuan
inilah kemudian muncul dagangan baru di Global Carbon Offset yaitu
Anda bisa meng-offset emisi CO2 dari seluruh aktifitas Anda dengan
membeli atau membiayai penanaman pohon zaitun dimanapun di seluruh
dunia.
Contoh lain adalah apa yang dilakukan perusahaan obat di California yang dalam
serangkaian penelitiannya akhirnya menemukan bahwa obat herbal yang
paling efektif menyerap radikal bebas adalah ekstrak daun zaitun.
Kemampuan menyerap radikal bebas yang diukur dengan apa yang disebut ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity) dari ekstrak daun zaitun bisa mencapai angka 6,857,600 sementara tanaman terdekatnya hanya kurang dari 1/20-nya.
Dengan sami’na wa atho’na
kita menanam zaitun bukan hanya karena berharap berbuah, tetapi ada
yang lebih penting dari itu – yaitu membenarkan petunjukNya dan
mengharapkan keberkahan yang dijanjikanNya – karena berkah bernilai
tidak terhingga bila dibandingkan dengan buah. Jadi yang kita harapkan
adalah berkah – didalamnya bisa juga ada buah, tetapi bila tidak ada
buah-pun tidak akan mengurangi keberkahan.
Maka
melalui forum ini saya juga mengundang teman-teman para peneliti dan
para penemu untuk meneliti phon-pohon zaitun yang sudah ribuan kami
tanam. Bila orang di luar Islam bisa menemukan pohonnya untuk carbon offset
dan ekstrak daunnya untuk obat yang sangat efektif – apa yang bisa kita
temukan ? Inovasi apa yang bisa kita hasilkan dari pohon yang banyak
berkahnya ini untuk membangun kekuatan umat ?
Jangan
sampai orang lain lagi yang menguasai segala hal yang baik dari pohon
yang penuh berkah ini, dan jangan sampai pula kita hanya bisa bercucuran
air mata karena ingin berjuang dan berbuat banyak menolong sesama
tetapi tidak ada daya dan kekuatan – padahal seluruh petunjukNya yang
jelas dan meliputi segala sesuatu itu ada di depan kita.
Ini
kesempatan terbaik bagi kita semua, dari para peneliti dan pengkaji
maupun bagi Anda yang memiliki kelonggaran rezeki – Anda sudah bisa
memiliki kebun zaitun Anda sendiri dalam program KKP kita,
siapa tahu dengan ini kita bisa bersama-sama mendulang inovasi antara
lain mulai dari pohon-pohon yang sudah ditunjukkan olehNya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar