Oleh: Muhaimin Iqbal
Makanan bagi kaum muslimin di jaman penuh fitnah ini tidak lagi cukup halalan- thoyyiban tetapi juga harus azkaa- tha’aaman – makanan yang paling murni. Makanan yang paling banyak dikonsusmi dan digemari kaum muslimin sehari-hari seperti tahu dan tempe – insyaAllah adalah makanan yang halalan thoyyiban, tetapi karena diproduksi dari kedelai impor – yang hampir dapat dipastikan kedelai GMO – maka tahu dan tempe standar kita sudah bukan lagi makanan yang paling murni. Ini sebenarnya peluang besar bagi negeri ini dan kaum muslimin untuk mulai mengurusi makanannya sendiri.
Tiga
produsen kedelai terbesar dunia adalah Amerika dengan tingkat produksi
sekitar 33 % dari kedelai dunia, Brasil 27 % dan Argentina 21 %.
Presentase kedelai Genetically Modified Organism (GMO) di masing-masing negara produsen kedelai tersebut adalah 94 %, 88 % dan 98 %.
Jadi
kalau kita mengimpor kedelai untuk tahu dan tempe kita, asal muasal
kedelainya hampir pasti dari tiga negara tersebut. Bahkan Dubes Amerika
pernah mengakui bahwa kedelai kita 90%nya dari negeri mereka.
Tetapi apakah sebenarnya bahan makanan GMO ini dan apa bahayanya ? Seperti hard disk
computer Anda yang menyimpan seluruh fungsi dan data pekerjaan Anda,
informasi tentang gen tanaman dan hewan termasuk manusia – yang
mengatur fungsi dan data kehidupan - tersimpan dalam apa yang disebut DNA.
Sama dengan ketika Anda membuat film untuk Anda upload di youtube dengan melakukan cut and paste dalam proses editing untuk menghasilkan sequence film yang Anda kehendaki, maka demikianlah para genetic engineer melakukan cut and paste untuk menghasilkan organisme – umumnya tanaman yang dikehendakinya.
Karena
sepandai-pandai manusia, tentu Allah – Sang Pencipta yang
sesungguhnyalah Yang Maha Tahu akan hasil karyanya. Maka tanaman yang
sudah dikutak-katik tersebut mengandung sejumlah bahaya yang tidak kita
ketahui dampaknya bila kita konsumsi.
Bahkan di negeri tanaman-tanaman GMO tersebut diproduksi, sejumlah aktivis telah menolaknya – diantaranya melalui the Non-GMO Project.
Sejumlah ilmuwan ahli genetic sendiri juga menolaknya – karena mereka
tahu bahaya tanaman-tanaman ini. Di antara mereka yang menolak bahkan
sudah menerbitkan buku yang bebas Anda download di situs mereka – Earth Open Source.
Sebenarnya
banyak tanaman GMO di sekitar kita tetapi yang paling rawan dan banyak
dikonsumsi adalah kedelai dan jagung. Maka mestinya kita – negeri
pertanian tropis yang kaya akan biodiversity ini bisa mulai dari dua tanaman ini.
Apa
boleh buat kita sudah terlanjur jatuh cinta sama tahu dan tempe, sumber
protein nabati yang terjangkau. Maka yang dilakukan tinggal ndandani bahan dasar yang digunakan untuk tahu dan tempe tersebut – mengembalikannya ke kedelai yang asli –kedelai kita sendiri.
Dengan
menanam banyak-banyak kedelai sendiri – menjadikan target swasembada
pangan bukan hanya pada beras tetapi juga pada kedelai dan bahan pangan
lainnya – maka sekali merangkuh dayung dua tiga pulau terlewati. Sekali
menanam kedelai, kita menjadi bebas dari ketergantungan impor dan bisa
memperoleh makanan kita yang lebih murni kembali.
Tentu
ini tidak mudah – terlebih apabila pernyataan dubes AS tersebut benar –
yaitu 90 % kedelai kita impor dari mereka. Tidak akan mudah
menggantikannya dengan produk lokal karena size yang harus digantikannya
dan juga bisa karena tekanan politik dagangnya.
Namun somewhere kita harus mulai – seperti ketika pemuda Ashabul Kahfi turun dari gua setelah tidur panjangnya : “…Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih murni,
maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, …”(QS 18:19)
Kalau
secara nasional kita belum bisa misalnya, bisa kita mulai menggarap
yang ada di sekitar kita. Di beberapa daerah di Jawa Timur misalnya,
Jombang, Nganjuk dlsb. orang masih menanam kedelai lokal unggulan
mereka. Produksinya mungkin tidak banyak, tetapi kalau Anda berniat
membuat pabrik tempe dan tahu Non-GMO misalnya bisa mulai dari sana.
Siapa
pasarnya ? saat ini mungkin belum terbentuk di negeri ini, tetapi
disinilah justru peluangnya. Bila kita mulai suatu usaha yang sudah ada
pasarnya besar- hampir pasti pasar yang besar tersebut adalah milik
orang lain yang sudah menggarapnya lebih dahulu.
Bila
kita mulai suatu produk yang belum ada pasarnya, memang kita harus
membuka pasar itu sendiri dengan proses edukasi dlsb. – bila akhirnya
pasar tersebut terbentuk – meskipun kecil – pasar itu menjadi milik
kita.
Lebih-lebih urusan makanan yang lebih murni ini bukan hanya sekedar usaha, tetapi bisa menjadi fardhu kifayah bagi sebagian kita untuk melakukannya – agar seluruh umat bisa memperoleh makanannya yang lebih dari sekedar halalan thoyyiban tetapi juga azkaa tho’aaman.
Ini juga suatu bentuk respon kita atas peringatan Allah : “Dan
apabila ia berpaling (di belakangmu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan keturunan,
dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (QS 2:205)
Kita
tidak bisa menyerahkan urusan yang sangat penting ini – yaitu urusan
pangan – karena bila kita serahkan ke mereka, di belakang kita mereka berbuat kerusakan, merusak taanam-tanaman dan keturunan.
Ini
kita baru membicarakan satu jenis produk pangan saja, padahal sangat
banyak jenis lain yang bila kita teliti bisa jadi kita makan makanan
yang seharusnya tidak kita makan.
Resiko
kita untuk makan binatang jalalah misalnya adalah sangat-tinggi
sekarang. Apa itu binatang jalalah ? yaitu binatang yang semula halal
seperti sapi , kambing dlsb – tetapi dia diberi pakan yang najis.
Dalam sebuah hadis disebutkan : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengkonsumsi hewan jalalah dan susu yang dihasilkan darinya.” (HR. Abu Daud no. 3785 dan At Tirmidzi no. 1824. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Binatang
jalalah bisa menjadi halal lagi daging dan susunya bila sebelum
dikonsumsi daging atau susunya diberi makan makanan yang tidak najis
selama 40 hari.
Kalau
daging dan susu impor mestinya kita harus tahu diberi makan apa
ternak-ternak tersebut di negaranya. Demikian pula di dalam negeri, Anda
dengan mudah menemukan majalah peternakan yang mengiklankan pakan
ternak dari tepung darah.
Lagi-lagi
ini menguatkan kita akan betapa pentingnya kaum muslimin ini harus bisa
mengurusi urusan pangannya sendiri dari A sampai Z, bukan semata atas
alasan peluang ekonomi, tetapi juga peluang untuk berkhidmat memenuhi
kebutuhan umat – agar kita semua bisa makan makanan yang lebih murni,
karena dari sinilah nanti insyaAllah generasi unggulan bisa kita
lahirkan. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar