Oleh: Muhaimin Iqbal
Bila kita mendengar kata inovasi, yang langsung terbayang adalah sesuatu yang canggih, sophisticated , njlimet dlsb. Padahal inovasi bisa menyangkut hal-hal yang sederhana, yang kita anggap sepele di sekitar kita – tetapi dari hal yang sederhana dan sepele ini dihasilkan nilai yang baru. Inilah yang disebut inovasi nilai, dan kita membutuhkannya di perbagai bidang kehidupan kita. Bidang inovasi nilai ini bisa menjadi peluang terbesar bagi orang awam seperti kita-kita yang bukan scientist dan bukan professional innovator.
Di
Pati – Jawa Tengah ada orang-orang yang bisa menggoreng kacang –
kebisaan yang sangat biasa bagi kita-kita, tetapi mereka bisa
ber-inovasi dalam nilai – sehingga dari jualan kacang goreng ini mereka bisa mensponsori club sepakbola ternama Dunia.
Prinsip dasar inovasi nilai dapat saya sederhanakan seperti dalam ilustrasi dibawah.
Bila Anda sebagi produsen, pasti Anda ingin menjual barang Anda lebih tinggi dari cost yang Anda keluarkan karena kalau sama – Anda kerja bakti, kalau jualan dibawah cost artinya Anda rugi.
Sebaliknya,
sebagai pembeli – Anda pasti mengharapkan manfaat yang sebesar-besarnya
diatas harga yang Anda bayarkan. Anda bisa saja membeli harga barang
dengan murah, tetapi bila manfaatnya lebih rendah dari yang Anda
harapkan – Anda tentu akan kecewa dan tidak membeli lagi.
Contoh
yang seperti ini dapat kita saksikan dalam berita televisi hari-hari
ini, dimana masyarakat kecewa dengan beras murah yang dibelinya. Mengapa
mereka kecewa padalah mereka membeli beras hanya dengan Harga Rp 7,500
ketika harga dipasaran melonjak Rp 11,000 ? Karena mereka mendapati
kwalitas beras yang tidak seperti yang diharapkannya.
Tetapi
di masyarakat, mereka tidak selalu tahu apa yang mereka harapkan ini –
sehingga kebanyakan masyarakat tidak tahu apakah mereka membeli produk
yang memiliki nilai lebih dari harga yang dibayarkan atau tidak. Ketidak
tahuan masyarakat inilah yang sering dimainkan oleh dunia periklanan,
sehingga masyarakat sering membeli sesuatu yang dianggapnya bernilai
padahal tidak.
Untuk membuktikan teori tersebut, sebelum saya menulis tulisan ini saya menyempatkan mampir di salah satu outlet
dari minimarket kenamaan. Saya membeli sejumlah makanan instant yang
paling laris dibeli orang dari jenis mie instant, bubur sampai oatmeal -
baik yang produksi lokal maupun yang impor.
Kemudian
saya perhatikan harga yang muncul di stroke pembelian saya, dan secara
khusus saya perhatikan label nutrisi masing-masing. Lebih tajam lagi
saya lihat kandungan proteinnya, karena di protein inilah problem
makanan kita yang sesungguhnya yang membuat rata-rata penduduk negeri
ini 13-14 cm lebih rendah dari rata-rata dunia.
Hasil
dari observasi saya tersebut kemudian saya sederhanakan dan tampilkan
dalam grafik dibawah, dari sinilah Anda akan tahu bahwa makanan yang
sangat banyak dibeli masyarakt selama ini ternyata memiliki kandungan
protein yang memang sangat rendah.
Di
tengah produk-produk yang sangat populer dibeli masyarakat, tetapi
bernilai protein rendah tersebut – dibutuhkan inovasi nilai, agar
masyarakt bisa membeli produk dengan harga yang sama atau lebih rendah,
tetapi memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Kita semua
membutuhkan ini karena protein sangat penting untuk pertumbuhan kita dan
perbaikan sel-sel tubuh kita yang rusak.
Apa contohnya yang bisa kita lakukan ? Seperti yang sudah pernah saya tampilkan dalam tulisan sebelumnya adalah kedelai bakar atau kedelai panggang.
Kedelai adalah biji-bijian berprotein sangat tinggi dan semakin
sederhana tingkat pengolahannya semakin tinggi protein yang
dipertahankannya. Ibaratnya kalau bisa dimakan mentah (raw food) maka
protein tertinggi kedelai adalah ketika dimakan mentah, tetapi kan nggak
enak dan susah dicerna – maka dibakar atau dipanggang adalah solusinya.
Kedelai
panggang ini ketika kita sandingkan dengan berbagai makanan instant
laris yang ada di masyarakat, maka dia posisinya sangat menonjol dalam
hal memenuhi kecukupan protein seperti yang ditunjukkan oleh grafik di
atas.
Inilah
yang disebut inovasi nilai, dari sisi produsen akan dengan mudah
memproduksi kedelai panggang yang dijual dengan harga yang wajar dan
masih menyisakan keuntungan yang wajar pula. Dari sisi konsumen, dengan
harga yang berada dikisaran yang sama dengan makanan yang biasa mereka
beli – tetapi kandungan proteinnya jauh lebih tinggi.
Lantas
apakah kita akan mengkampanyekan masyarakat makan kedelai panggang saja
? ya tentu saja tidak. Tetapi bayangkan dengan skenario keseharian kita
sebagai berikut :
Pagi
hari karena buru-buru, nggak sempat sarapan yang komplit – kita sarapan
bubur ayam instant atau oatmeal – kebutuhan protein baru tercukupi 4
% atau 5 %. Siang nggak sempat lagi makan yang normal di kantor, makan
saja mie instant – proteinnya hanya 12% - 14 % dari kebutuhan protein
harian.
Makan
malam Alhamdulillah normal, ada daging dlsb. protein sampai 25 % dari
kebutuhan harian misalnya, maka sehari itu pemenuhan kebutuhan protein
kita hanya di kisaran 41 % - 43 %. Inilah kurang lebih pola rata-rata
pemenuhan kebutuhan protein yang ada di masyarakt Indonesia – yang
membuat tinggi rata-rata kita terganggu seperti data tersebut di atas.
Nah
sekarang bila diatas kebiasaan makan rata-rata tersebut ditambahkan
sekantong kecil kedelai panggang yang beratnya 126 gram, harganya kurang
lebih setara dengan mie cup bakso tetapi dengan kandungan protein 100%
dari kebutuhan harian - maka kita ngemil dan menghabiskan separuh kantong saja sehari – akan melengkapi kebutuhan protein harian kita.
Steve
Job yang produk telepon cerdasnya berhasil berkontribusi 0.5 % terhadap
GDP negaranya mengungkapkan pengalamannya berjualan produk-produk
legendaris-nya : “ People do not know what they want until you show it to them – masyarakat tidak tahu apa yang mereka inginkan sampai Anda tunjukkan kepada mereka !”.
Maka
inilah kesempatan untuk menunjukkan kepada masyarakat – bahwa
sebenarnya mereka ingin produk makanan yang berprotein tinggi – karena
mereka ingin keluarganya bisa tumbuh secara sempurna baik fisik maupun
kecerdasannya, terjaga pula kebugarannya sampai tua, tetapi ini tidak
harus mahal – inilah yang disebut inovasi nilai – dan bisa dilakukan di
berbagai bidang kehidupan lainnya! Siapa yang mau mengambil peluangnya
?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar