Oleh: Muhaimin Iqbal
Tinggi batang tebu bisa tinggal sedengkul dalam seabad mendatang, tetapi bisa pula sebaliknya biji kedelai menjadi sebesar bawang – keduanya dimungkinkan. Yang jarang kita sadari adalah bahwa kita sebenarnya ikut berperan dalam mengarahkannya, apakah bumi akan semakin rusak atau kita ikut memperbaikinya. Bila kita diam saja, maka yang merusak akan menang dan itulah yang sedang terjadi – tinggi batang tebu akan tinggal sedengkul – dan bukti visualnya kini dapat kita saksikan bersama.
Perhatikan
dua foto yang saya sandingkan dibawah, yang diatas adalah foto kondisi
tebu yang sedang dipanen di jaman ini. Perhatikan tingginya dibandingkan
dengan tinggi orang-orang yang memanennya, dapat kita saksikan bahwa
tinggi batang tebu tersebut hanya sedikit diatas tinggi orang yang
memanennya.
Lantas
perhatikan pada foto hitam putih yang di bawahnya, itu adalah foto
orang memanen tebu di jaman Belanda kurang lebih seabad yang lalu.
Perhatikan tinggi tebu dibandingkan dengan orang-orang yang memanennya.
Kita bisa menyaksikan bahwa tinggi batang tebu tersebut kurang lebih
mencapai empat kali tinggi orang yang memanennya.
Apa
yang sesungguhnya terjadi sehingga batang tebupun bertambah pendek
menjadi kurang dari sepertiganya dalam tempo yang kurang lebih hanya
seabad terakhir ? tentu banyak penyebabnya, tetapi yang jelas adalah
kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia sehingga bumipun enggan
memberikan hasil terbaiknya. Selisih antara tinggi tebu seabad lalu
dengan tinggi tebu sekarang tersebut adalah cerminan tingkat kerusakan
yang terjadi di bumi ini selama seabad terakhir.
Bahwasanya
batang tebu terus bertambah pendek, itu pasti karena yang berbuat
kerusakan lebih banyak atau lebih dominan dari yang berbuat perbaikan.
Artinya bila kita diam saja – apalagi apabila ikut-ikutan berbuat
kerusakan – maka batang tebu akan terus bertambah pendek dan bisa jadi
dalam seabad yang akan datang tinggal sepertiga dari tinggi batang tebu
sekarang atau tinggal sekitar sedengkul saja.
Kita
tentu tidak rela ini dialami oleh cucu-cicit kita kelak, kita ingin
mereka hidup bahkan lebih baik dari yang kita hadapi sekarang. Kita
ingin mereka hidup dalam kehidupan yang berkeadilan, sehingga saat itu
biji gandum-pun bisa sebesar bawang seperti dalam riwayat berikut :
Diriwayatkan dari Auf bin Abi Quhdam, dia berkata : "Dijumpai
di jaman Ziyad atau Ibnu Ziyad suatu lubang yang didalamnya ada biji
gandum sebesar bawang. Padanya tertulis 'ini tumbuh di jaman yang adil'" (Musnad Ahmad no 7936 dan tafsir Ibnu Katsir 3/436).
Sepintas
ini tidak masuk di akal kita bahwa biji gandum bisa membesar sebesar
bawang, tetapi ini sesungguhnya sangat bisa dijelaskan. Pertama dengan
bukti visual tersebut di atas, batang tebu bisa terus memendek ketika
manusia terus berbuat kerusakan di muka bumi ini. Maka yang sebaliknya
pasti juga bisa terjadi, yaitu batang tebu bisa terus bertambah panjang
ketika manusianya terus berbuat perbaikan. Hal ini bukan mimpi, karena
team dari perkebunan tebu kami di Blitar-pun sedang bekerja keras untuk bisa menghasilkan batang tebu yang semakin panjang kembali.
Kedua
yang mirip dengan upaya untuk ‘menjadikan biji gandum sebesar bawang’
tersebut adalah upaya team kami yang lain yang sedang bekerja menyiapkan
benih kedelai. Bila insyaAllah pembibitan kedelai kami bisa panen dalam
beberapa bulan mendatang, maka hasilnya ingin kami perlakukan mendekati
hadits berikut :
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“ Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang,
lantas mendengar suara dari awan :” Hujanilah kebun si Fulan.” (suara
tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian
malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan
airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan
air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu berjalan).
Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia
memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya
kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu
?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan
tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau
bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar
suara di awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun
Fulan – namamu. Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik
kebun menjawab :”Bila kamu berkata demikian, sesungguhnya aku
menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku
memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini ”. (HR. Muslim)
Perhatikan secara khusus kalimat terakhir dari hadits panjang tersebut “…dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini”.
Ini adalah indikasi bahwa idealnya sepertiga hasil panenan untuk
ditanam kembali alias menjadi bibit – dan ini pasti tidak bisa dilakukan
bila tanaman tersebut sudah dirusak gen-nya seperti yang kita kenal
dalam tanaman GMO (Genetically Modified Organism). Bagi yang bergerak di
dunia pembibitan, ini adalah petunjuk yang luar biasa untuk pemuliaan
tanaman.
Bayangkan
bila Anda panen, kemudian dipilihi sepertiga terbaik untuk bibit
penanaman berikutnya – maka hasilnya adalah 1/3 dari biji-biji terbaik,
paling besar, paling mentes dlsb. Ketika biji-biji terbaik ini ditanam,
maka insyaAllah panenan berikutnya hasilnya akan lebih baik dari yang
sebelumnya – bila kondisi lainnya tetap – ceteris paribus.
Bila
ini terus dilakukan dari satu panen ke panenan berikutnya, maka
biji-bijian hasil panenan akan terus membesar (dan membaik) dari waktu
ke waktu. Maka bila alamnya tidak dirusak oleh hal lain, bahkan juga
diperbaiki dengan mengembalikan kondisi kesuburan alaminya – bukanlah
hal yang mustahil, bila suatu saat nanti biji kedelai kita menjadi
sebesar biji kacang tanah !
Mungkinkah itu terjadi ? Mungkin saja bila Allah menghendaki. Lantas kapan akan terjadi ? Wa Allahu A’lam.
Jangankan kita orang awam yang penuh dengan kelemahan, para Rasul-pun
oleh Allah hanya ditugasi untuk melakukan perbaikan semampu mereka
melakukannya.
Ketika penduduk Madyan ngeyel
terhadap seruan Nabi Syuaib Alaihi Salam untuk tidak menyekutukan
Allah, tidak curang dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi, Nabi
Syuaib antara lain berucap : “…Aku hanya ingin memperbaiki sesuai kemampuanku…” (QS 11:88).
Kisah
Nabi Syuaib tersebut juga bisa menginspirasi orang awam yang ingin
berbuat perbaikan-perbaikan di muka bumi, di bidang apa kita semua bisa
melakukan perbaikan ini ? yang pertama tentu saja adalah memperbaiki
keimanan kita dan tidak menyekutukanNya, kemudian mentaati
perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya - dengan demikian
pasti kita tidak akan berbuat curang dan tidak melakukan kerusakan di
muka bumi.
Lantas
apa hubungannya keimanan dan ketakwaan ini dengan tinggi rendahnya
pohon tebu, besar kecilnya butir gandum atau besar kecilnya biji kedelai
? Bila penduduk negeri beriman dan bertakwa, Allah menjanjikan
keberkahan dari langit dan dari bumi (QS 7:96). Jika kita
sungguh-sungguh menjalankan petunjukNya, makanan akan datang dari atas
kita dan dari bawah kaki kita (QS 5:66).
Maka
demikianlah yang seharusnya kita lakukan, jangan kita diam karena
berarti yang berbuat kerusakan akan menang. Apalagi jangan sampai malah
kita ikut-ikutan berbuat kerusakan di muka bumi. Saatnya kita mulai ikut
melakukan perbaikan-perbaikan apa saja yang kita mampu untuk
melakukannya, insyaAllah kita bisa !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar