Oleh: Muhaimin Iqbal
Istilah belajarlah sampai ke negeri China itu berlaku hingga kini, khususnya tentang penguasaan pasar. Empat tahun lalu dari top 10 merek handphone yang ada di China, hanya dua yang lokal yaitu Huawei dan Lenovo. Hanya dalam waktu tiga tahun, situasi ini berbalik 180 derajat, tahun 2014 tinggal 2 merek impor yang bertahan di top 10 China yaitu tinggal Samsung dan Apple. Bagaimana China menguasai pasarnya – di dalam dan di luar negeri ? itulah yang kita perlu belajar.
Kalau
dilihat satu per satu dari tingkat kemudahan business yang dikeluarkan
oleh Bank Dunia misalnya, tidak ada yang luar biasa dari China ini.
Mereka berada di urutan 90, sedangkan kita di posisi 114. Beda dengan
Singapore yang jelas dominan di posisi pertama dalam beberapa tahun
terakhir.
Memulai
usaha baru juga sulit di China, yang ditunjukkan di rangking 128
sementara Indonesia berada di tingkat sangat sulit 155. Tetapi mengapa
di China bisa tiba-tiba lahir Xiaomi - Startup terbesar di dunia dengan
modal mencapai US$ 45 milyar ? modal startup satu ini saja ini kurang
lebih setara dengan 1/3 APBN 2015 kita !.
Yang
kemudian saya lihat keunggulan China yang tidak terpotret secara
lengkap oleh data bank dunia tersebut diatas adalah ukuran pasarnya yang
sangat besar, yang kemudian mereka garap secara amat serius. Dalam hal
ukuran pasar dan penggarapan inilah mestinya kita bisa banyak belajar
dari mereka.
Untuk
produk konsumers yang menyedot pendapatan rakyat sampai tingkat paling
bawah seperti fenomena handphone misalnya, bila China dalam tiga tahun
terakhir bisa membalik 180 derajat dari dominasi produk impor menjadi
dominasi produk lokal – mengapa kita tidak ?
Apakah
kita tidak bisa membuat handphone yang canggih ? saya rasa sangat
banyak pemuda cerdas Indonesia yang bisa membuatnya. Apakah kita tidak
ada modal untuk melakukannya ? Tidak sebesar modal yang ada di China,
tetapi mestinya modal juga bukan kendala utama. Lantas apa yang
membuatnya berbeda ?
Dari
interaksi saya langsung dengan para pelaku industri di China, kegigihan
mereka yang pantang menyerah dalam memenuhi kebutuhan pasarnya inilah
yang mungkin kita harus banyak meniru.
Ketika saya berusaha mengimpor mesin ekstraksi minyak misalnya. Mesin yang baik dan memiliki reputasi secara global lebih dari 50 tahun adalah mesin dari pabrikan ternama di
Eropa. Namun karena harganya sangat mahal dibandingkan dari produk
China dan responnya terhadap pertanyaan-pertanyaan saya terkesan
ogah-ogahan, kami tidak jadi mengimpor produk Eropa ini meskipun sangat
tertari dalam kwalitasnya.
Di
lain pihak, produsen China hanya perlu tahu bahwa kami butuh mesin
produksinya – selanjutnya mereka yang bekerja mati-matian untuk
mengatasi segala problem yang ada sampai mesin tersebut bener-bener
sampai di lokasi kami.
Pengalaman di produk konsumers juga demikian, ketika sebuah perusahaan biotech di
China mengetahui teknologi Big Data yang kami miliki untuk herbal yang
ada di ww.olea.id – serta merta mereka menyanggupi untuk memback-up-nya
dengan membuat industri produksi herbalnya untuk pasar global dengan
menggunakan teknologi Big Data yang kami miliki tersebut.
Ketika
saya sampaikan requirement produk kita harus halal dari ujung ke ujung,
mereka ternyata juga sangat siap memenuhinya melalui jalinan kerjasama
dengan lembaga halal dari negeri-negeri yang penduduknya mayoritas
muslim.
Mereka unggul dan bahkan over supply dalam hal modal, kapasitas produksi, tenaga kerja dan passion untuk
melayani/memenuhi kebutuhan konsumennya. Bila modal dan kapasitas
produksi belum menjadi strength points kita, setidaknya dalam kwalitas
dan passion tenaga kerja ini mestinya kita bisa.
Di
depan mata kita kini membentang pasar yang sangat besar, di dalam
negeri saja ada 250 juta orang atau setara dengan 40 % dari pasar ASEAN
secara keseluruhan. 250 juta orang ini tentu butuh makanan setiap hari,
pakaian yang terus berganti, dan perbagai kebutuhan sehari-hari lainnya –
yang tentu sangat besar.
Ketika
kita tidak gigih dalam menggarapnya, maka pasar yang besar tersebut
dengan mudah bisa di aneksasi oleh China untuk ditambahkan terhadap
pasar mereka sendiri yang kini ukurannya lebih dari lima kali kita ! Ayo
kita bangkit dan rebut kembali pasar kita, insyaAllah kita bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar