Oleh: Muhaimin Iqbal
Bahwasanya tidak semua yang digagas di Startup Center (d/h Pesantren Wirausaha) berhasil itu benar adanya, bahkan lebih banyak yang gagal dari yang berhasil. Tetapi satu berhasil dari sekian banyak yang gagal, itupun sudah cukup bagi kami. Yang lebih penting adalah tidak menyerah dengan kegagalan dan dapat mengambil pelajaran dari kegagalan-kegagalan tersebut. Demikianlah yang terjadi ketika kami menggagas bahan rumah murah sejak lima tahun lalu, mulai dari teknologi composites, teknologi sarang lebah (teknosal) sampai teknologi lock brick – semuanya belum berhasil. Maka kami berharap banyak pada exercise keempat kami dengan teknologi biocomposites.
Teknologi composites yang sudah kami kembangkan sejak lima tahun lalu dan sudah sampai membuat kandang kambing dan bahkan juga sebuah masjid dari gedebog, akhirnya
belum bisa dikomersialkan karena terbentur salah satu bahan bakunya –
yang berupa resin kimia dan mahal. Tetapi dari pengembangan ini, kami
bisa menguasai teknologi pembuatan composites.
Teknologi
sarang lebih (teknosal) yang kami gagas tiga tahun lalu berlanjut
sampai pembuatan mesin nan canggih – yang saking canggihnya – perancang
dan pembuatnya sendiri akhirnya menyerah di tengah jalan, meninggalkan
mesin setengah jadi yang ngangkrak. Dari sini pelajarannya adalah –
jangan membuat mesin yang terlalu canggih, yang belum proven
teknologinya !
Kemudian
teknologi lock brick yang kami gagas setahun lalu, bahannya melimpah –
yaitu tanah biasa – sehingga seharusnya tidak mengalami masalah seperti
di gagasan pertama. Mesinnya mestinya juga sederhana – sehingga
seharusnya tidak mengalami kendala seperti gagasan kedua. Tetapi belum
juga berhasil karena kami terlalu mengandalkan orang lain untuk
pengembangan mesinnya.
Maka
berangkat dari ketiga pelajaran sebelumnya tersebut di atas, kini kami
sedang menggagas solusi yang keempat. Yang tidak membutuhkan bahan baku
kimia yang mahal dan tidak baik bagi lingkungan, yang tidak membutuhkan
mesin yang terlalu canggih, dan bahkan tidak memerlukan mesin atau alat
khusus untuk membuatnya. Solusi yang keempat ini bernama biocomposites.
Berbeda
dengan composites pada umumnya yang melibatkan bahan baku berbasis
kimia – utamanya resin, biocomposites sepenuhnya menggunakan bahan-bahan
alami yang ada di sekitar kita. Bahan baku utamanya adalah cellulose –
yaitu biomassa paling dominan yang ada di alam ini.
Cellulose
ada di pepohonan, ada di dedaunan, ada di jerami, kulit gabah, batang
jagung, daun nanas dan hampir semua sumber hijauan di sekitar kita
mengandung cellulose tersebut. Tentu saja cellulose ini juga insyaAllah
akan segera tersedia secara melimpah bersamaan dengan gerakan kita
menanam pisang – yang sudah kita launch bebeberapa hari lalu.
Pertanyaannya
adalah bagaimana kita bisa mengubah bahan-bahan yang ada di sekitar
kita – yang selama ini cenderung kita anggap sebagai sampah tersebut –
bisa menjadi bahan bangunan ? lagi-lagi Al-Qur’an-lah sumber inspirasi
yang tidak pernah habis itu.
Perhatikan
binatang yang namanya sampai menjadi nama suatu surat di Al-Qur’an yang
surat tersebut disebut juga surat nikmat, binatang ini adalah lebah.
Lebah selalu memiliki rumah, dan rumah lebah selalu indah. Tidak ada
rumah lebah yang bocor meskipun didalamnya digunakan untuk menyimpan
gudang cairan (madu). Tidak ada rumah lebah yang rusak karena hujan
apalagi kebanjiran – meskipun dibuat di alam terbuka, dan di daerah
dengan curah hujan yang tinggi sekalipun.
Sebaliknya
manusia yang cerdas ini, tidak semuanya bisa memiliki rumah. Dan yang
memiliki rumah terbaik sekalipun – masih sering terjadi kebocoran
disana-sini, dan bahkan juga kebanjiran. Apa bedanya dengan lebah ?
Lebah diberi wahyu oleh Allah untuk membuat rumahnya (QS 16:68) dan itu dikuti para lebah apa adanya –exactly
seperti yang diwahyukan. Sementara manusia diberi wahyu oleh Allah
untuk menyelesaikan seluruh persoalannya (QS 16:89) – tentu juga
termasuk persoalan rumahnya – tetapi manusia suka ngeyel, merasa ilmunya lebih tinggi dari petunjukNya !
Maka
bila manusia mau mengikuti wahyu itu dengan sungguh-sungguh, insyaAllah
manusia pasti bisa menyelesaikan seluruh persoalan hidupnya – termasuk
dalam hal membuat rumah untuk semua orang ini. Pertanyaan berikutnya
adalah ayat-ayat yang mana yang memberi petunjuk kita untuk membuat
rumah ini ?
Salah
satunya yang sangat jelas dan dekat dengan kita ya kembali ke rumah
lebah tersebut – maka satu ayat setelah ayat yang bercerita tentang
rumah lebah – Allah memberi isyarat “…Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir” (QS 16:69).
Di ayat lain, orang-orang yang berpikir ini disebut juga orang yang berakal - ulul albab
– yaitu orang yang memahami tanda-tanda kebesaran Allah pada penciptaan
langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam, orang yang
selalu mengingat Allah dan memikirkan penciptaan langit dan bumi baik
ketika sedang berdiri, duduk maupun berbaring (QS 3 : 190-191).
Maka
dengan menggabungkan pemikiran ciptaannNya di langit dan di bumi, serta
memperhatikan rumah lebah tersebut di atas – insyaAllah ada petunjuk
yang jelas tentang bahan rumah yang melimpah dan terjangkau di sekitar
kita.
Mengapa
lebah selalu berhasil membuat rumahnya ? dengan mengikuti wahyu –
mereka tahu harus membuat rumah dari apa. Yaitu dari bahan yang selalu
ada di sekitarnya berupa remah-remah pepohonan, dedaunan dlsb. – itulah
yang disebut cellulose.
Lebah
pekerja mengunyah-ngunyah remah-remah tersebut menjadi sekecil-kecilnya
serat kemudian menyusunnya menjadi rumahnya yang indah. Agar menjadi
kuat dan tidak bocor maka rumah tersebut di seal dengan apa yang disebut
lilin lebah atau beeswax.
Bagaimana
remah-remah yang dikunyah lebah menjadi bentuk serat terkecil tersebut
bisa lengket dan kuat membentuk bangunan ? Itulah yang manusia harus
pelajari. Dan pelajaran ini oleh Allah ditebarkan di alam semesta yang
kita juga disuruh memikirkannya di ayat-ayat tersebut diatas. Lantas apa
hubungannya antara rumah lebah, rumah kita dan alam semesta ?
Sekarang
perhatikan benda-benda yang sangat kecil di alam yang disebut atom,
perhatikan susunan atom di molekul air misalnya. Lihat kemiripan susunan
atom tersebut dengan tata surya kita – ini menunjukkan Dia yang
mencipta tata surya , juga Dia yang menciptakan atom tersebut. Bila
pengikat tatasurya itu bernama gravitasi, ’gravitasi’ yang mirip juga
mengikat atom hydrogen dan oxygen pada molekul air.
Sekarang
kembali kepada rumah lebah yang dibuat dari serat-serat yang sangat
kecil yang berupa cellulose tersebut di atas. Rumus kimia cellulose itu
adalah (C6H10O5)n; perhatikan daya tarik antara elektronnya Oxygen dan
proton-nya Hydrogen – dalam ilmu kimia ini disebut Hydrogen Bond atau
Hydroxyl Bond.
Dari
sini pelajarannya adalah sebagaimana Allah ciptakan grafitasi yang
‘mengikat’ dengan sangat kuat matahari-bumi-bulan dlsb; Allah juga
ciptakan pengikat-pengikat yang sangat kuat dalam skala mikro yang
disebut Hydrogen Bond tersebut.
Lebah
mengikat bangunan rumahnya dengan Hydrogen Bond ini – yang menyatukan
cellulose menjadi bangunan rumahnya yang indah. Mengapa manusia
repot-repot membuat semen yang mahal – kemudian mengirimkannya ke
tempat-tempat yang jauh - yang
membuatnya menjadi semakin mahal, bila disekitar kita selalu ada
pengikat bangunan alami yang akan sangat kuat ‘mengikat’ rumah kita
tersebut ?
Bagaimana
teknik detilnya di lapangan ? inilah yang sedang kami coba kembangkan
bersama para santri di Madrasah Al-Filaha, berlomba adu cepat dalam
penguasaan teknologi dimana teknologi yang sama kini bahkan sudah
dipatenkan di Australia.
Kelebihannya
kita memiliki sumber-sumber biomassa yang secara melimpah bisa menjadi
sumber-sumber cellulose sebagai bahan baku utama biocomposites ini, dan
tentu juga karena kita memiliki Al-Qur’an. Allah berjanji kitalah yang
akan ditinggikan bila kita bener-bener menggunakan al-Qur’an itu sebagi
petunjuk dan pelajaran (QS 3 : 138-139). Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar