Oleh: Muhimin Iqbal
Ada pertanyaan yang menggelitik saya dari salah seorang calon orang tua santri yang sangat ingin memasukkan anaknya ke jaringan Kuttab Al-Fatih. Pertanyaan tersebut begini : “Pak Iqbal, apakah ada keharusan orang tua dari santri Kuttab Al-Fatih untuk meninggalkan pekerjaannya ?” sayapun kaget dengan pertanyaan ini, maka saya tidak langsung jawab. Saya malah balik bertanya : “Mengapa ibu bertanya demikian ?”, dia kemudian menjelaskan dengan beberapa contoh temannya yang keluar dari pekerjaannya setelah menyekolahkan anaknya di Kuttab Al-Fatih. Maka saya pelajari kasus-kasus semacam ini dan hasilnya justru sungguh menggembirakan !
Biasanya
orang tua tidak siap bila anaknya menjadi nakal, tidak bisa diatur
dlsb. Tetapi ternyata orang tua juga tidak selalu siap ketika anaknya
tumbuh menjadi anak yang sangat baik melampaui perkembangan orang
tuanya.
Yang
biasanya membuat orang tua meninggalkan pekerjaan lamanya – bila
pekerjaan lamanya bersentuhan dengan riba, riswah dan hal-hal yang haram
lainnya – adalah dialog-dialog seperti ini.
Menjelang makan bersama, si anak bertanya kepada ayah-bundanya : “ Ayah, bunda – apakah ayah dan bunda yakin yang akan saya makan ini adalah halal ?” Biasanya pertanyaan pertama dijawab enteng oleh ayah – bunda, halal – nak ! ayo dimakan.
Ketika
pertanyaan semacam ini berulang, si ayah-bunda mulai bimbang
menjawabnya. Mereka mulai memikirkan dan menyelidik, bertanya kesana
kemari tentang kehalalan makanannya baik dari sisi zat maupun dari sisi
cara perolehannya. Saat ayah bunda tidak lagi bisa menjawab pertanyaan
tersebut karena mereka sendiri ragu atau bahkan tahu letak keharamannya –
yang paling sering adalah terkait riba, maka saat itulah si orang tua
mulai gelisah dengan pekerjaannya.
Di
satu sisi mereka sangat ingin anaknya menjadi anak yang baik, sedari
kecil hanya diberi makanan yang halal, sedari kecil kritis terhadap apa
yang dia makan. Tetapi si ayah bunda juga dalam dilemma yang berat,
mencari pekerjaan pengganti tidak selalu mudah – apalagi bila
seumur-umur dia hanya bekerja di satu perusahaan atau institusi yang
ribawi.
Ketika
masalah semacam ini sampai ke kami, jujur kamipun tidak mudah untuk
memberikan solusinya. Tetapi kami tidak menyerah, kami merasa
bertanggung jawab secara moral atas apa yang kami mulai. Ketika
anak-anak menjadi baik, dan orang tua-pun ingin menjadi lebih baik –
kami sangat ingin untuk bisa mencarikan solusi bagi pekerjaan-pekerjaan
yang mereka akan tinggalkan.
Lantas
apa solusinya ? Itulah indahnya petunjuk Al-Qur’an ! Ketika Al-qur’an
menunjukkan sesuatu itu salah, pasti juga ditunjukkannya pula yang benar, ketika dia menunjukkan adanya masalah, dia juga menunjukkan solusinya.
Ketika Allah menyampaikan ancaman riba, serta merta Allah juga memberikan solusinya. “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba…”,
(QS 2:275). Maka salah satu solusi jitu untuk melawan pekerjaan yang
ribawi, tiada lain dan tiada bukan ya pekerjaan jual beli itu sendiri
atau berdagang. Masalahnya kemudian kan tidak semua orang siap
berdagang. bagaimana mengatasinya ?
Saya
baru sadar sekarang, mengapa dahulu bahasa para wali di Jawa untuk
target pengajaran mereka itu sederhana saja – yaitu menghasilkan generasi GusJiGang
– berakhlak bagus, pandai mengaji dan pandai berdagang. Lha sekarang
dengan pendidikan yang begitu canggih ternyata setelah 72 tahun merdeka,
kita belum bisa melahirkan generasi GusJiGang tersebut, hasil
pendidikan negeri ini belum bisa menghasilkan banyak orang-orang yang
berakhlak bagus, pandai mengaji sekaligus juga pandai berdagang.
Ketika
kita tidak pandai mengaji dan tidak pula pandai berdagang, kita menjadi
tidak tahu atau tidak mau tahu apakah pekerjaan kita itu terkait riba
atau tidak, kita juga menjadi tidak berani meninggalkan pekerjaan yang
jelas-jelas di-fatwakan oleh Fatwa MUI no 1 tahun 2004 sebagai riba sekalipun.
Agama
ini pertama kali turun di kalangan kaum pedagang, dibawa ke Indonesia
oleh kaum pedagang pula. Ketika negeri ini terpuruk dalam penjajahan,
yang pertama kali bangkit juga para kaum pedagang – Syarikat Dagang
Islam (SDI), maka perdagangan yang fitrah ini memang harus kita
hidup-hidupkan kembali ke tengah umat ini, agar kita merdeka – bisa
memutuskan sendiri apa yang seharusnya dilakukan.
Hasil
dari pemikiran-pemikiran tersebut adalah sebuah syllabus bagi madrasah
kehidupan, khususnya bagi para orang tua yang ingin pindah dari
pekerjaan yang terkait ribawi – ke pekerjaan yang dihalalkan Allah
langsung yaitu jual beli tersebut di atas. Untuk mudahnya diikuti oleh
siapapun yang dalam posisi ingin meninggalkan pekerjaannya tetapi ragu,
kami buat program ini dalam lima tahapan yang insyaAllah aman dan ringan
untuk ditempuh.
Pertama
berangkat dari posisi Anda sekarang, Anda bekerja dengan memperoleh
gaji, asuransi, dana pensiun dlsb. Pelajari penghasilan perusahaan Anda,
bila ada unsur yang difatwakan riba oleh fatwa MUI tersebut di atas –
berarti setidaknya penghasilan Anda sudah tercampur riba. Demikian pula
pelajari dimana dana pensiun , biaya kesehatan dan asuransi Anda
dikelola, bila ada yang termasuk difatwakan riba oleh fatwa yang sama
tersebut – maka belenggu riba itu telah melingkupi pekerjaan Anda.
Bila
ini yang terjadi, maka Anda sudah tidak akan bisa menjawab ketika
anak-anak Anda bertanya seperti pada dialok anak dan ayah-bundanya
tersebut di atas. Anda perlu mulai membuat rencana, kapan akan
meninggalkan pekerjaan Anda tersebut.
Kegelisahan
Anda ditempat kerja Anda yang sekarang arahkan ke hal-hal yang positif,
yaitu investasi pada diri Anda, waktunya mengaji seluk beluk hukum
perdagangan dalam Islam. Anda bisa mempelajari sendiri dari banyak
kitab-kitab perdagangan seperti dari Kitab Fiqih-nya Sayyid
Sabiq, Wahbah Zuhayli dlsb. Akan lebih mudah dan lebih terarah bila
Anda berkelompok dengan orang-orang yang bervisi sama dan mendatangkan
guru.
Setelah
cukup pengetahuan fiqih jual beli Anda, next-stepnya adalah mencoba
mengamalkannya. Gunakan sedikit saja dari uang gaji Anda atau tabungan
Anda (yang sudah dipurifikasi atau dibersihkan dari riba kalau bisa –
agar lebih berkah proses belajar dagang Anda), untuk mulai berdagang.
Lantas Apa yang Anda dagangkan dan kemana menjualnya ?
Yang
paling efektif dalam proses belajar ini adalah bila Anda bisa
bersinergi dengan para pemain pasar yang sudah ada, keberadaan Anda bisa
memberikan nilai tambah kepada mereka – maka mereka akan welcome atas
kehadiran Anda. Sebaliknya bila kehadiran Anda dipersepsikan sebagai
ancaman bagi keberadaan mereka, belum-belum Anda sudah punya pesaing
yang sudah lebih dahulu tahu pasar.
Salah
satu instrument yang efektif untuk masuk pasar dengan sambutan karpet
merah dari para pemain yang sudah Ada adalah instrument jual beli salam.
Maka Anda bisa gunakan instrument ini untuk memasuki pasar.
Kepada
produsen Anda tawari untuk membeli barang dagangan yang mereka produksi
dengan akad salam, produsen akan senang karena akan memperoleh modal
diawal untuk memproduksi barang dagangannya. Kemudian kepada produsen
ini , Anda bertanya dimana biasa produk tersebut dijual, siapa
pembelinya dst. Maka Anda sudah akan mendapatkan produk dan ketemu
pasarnya sekaligus.
Lho
apakah mau sang produsen memberitahu Anda pasarnya ? Kalau Anda tidak
dipersepsikan sebagai pesaingnya, maka dia akan mau. Saya misalnya, akan
dengan senang hati menjual pisang yang saya produksi kepada Anda dengan
akad salam. Dengan senang hati pula saya akan kasih tahu Anda kemana
menjualnya ketika panen pisang dan pisang tersebut telah menjadi hak
Anda.
Apakah
pasar mau menerima dagangan Anda ? pasar yang sama yang menerima
dagangan pisang saya, pasti juga mau menerima pisang yang sama setelah
menjadi milik Anda dan dijual ke mereka. Pasar membeli dengan harga yang
sama dengan ketika mereka membeli dari saya langsung, Anda membeli
lebih murah ke saya karena Anda membeli secara salam diawal saya
menanamnya – selisih harga inilah yang menjadi keuntungan yang sah dan
halal, ketuntungan perdagangan Anda.
Apakah
anda tidak bersaing dengan pasar saya ketika membeli pisang dari saya ?
Tidak, karena semua pembeli saya – di pasar normal – hanya membeli
pisang setelah saya serahkan, mereka punya cara sendiri memutar uangnya
sehingga mereka tidak tertarik membayar saya dengan akad salam di awal
saya menanam.
Bahkan
mereka akan senang bila ada yang mendanai penanaman saya dengan akad
salam karena kelangsungan ketersediaan barang dagangan menjadi lebih
terjamin. Maka di akad salam inilah peluang muncul bagi yang punya uang
seperti Anda dan selama ini belum memutarnya sendiri.
Dengan
akad salam, Anda belajar memutar uang yang selama ini Anda serahkan ke
bank, dana pensiun, asuransi dlsb – yang Anda idak tahu diputar kemana
uang tersebut dan oleh siap yang memutarnya. Dengan salam, Anda memutar
uang Anda sendiri sambal belajar praktek berdagang.
Setelah
berhasil dengan satu barang dagangan, Anda bisa lanjutkan dengan
mencari produsen lain dan pasar yang lain pula. Begitu seterusnya sampai
Anda memiliki portfolio yang cukup, dan dengan margin perdagangan yang
cukup pula untuk menggantikan penghasilan dari tempat kerja Anda
sekarang.
Saat
itulah Anda menjadi orang merdeka yang bisa memutuskan dengan percaya
diri untuk meninggalkan pekerjaan yang ribawi atau bercampur debu riba,
dengan pekerjaan yang jelas-jelas dihalalkan oleh Allah. Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba !
Syllabus
belajar berdagang ini insyaAllah dalam waktu dekat bisa diikuti secara
face-to-face maupun secara online melalui media skills transfer-nya
skillswhiz.com. Program ini juga menjadi pelengkap bagi orang tua yang
ingin balapan dengan anak-anaknya untuk menjadi lebih baik, melalui
program pendidikan keimanan yang juga sudah mulai bisa dicoba di www.ikuttab.com.
Untuk yang ingin mendaftar lebih cepat sebelum kami umumkan program resminya, dapat berkirim email lebih dahulu ke :
ceo@salamsale.com , sedangkan untuk belajar
menjadi orang tua yang lebih baik – sudah bisa belajar melalui modul
Parenting Nabawiyah di www.ikuttab.com . Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar