Oleh: Muhaimin Iqbal
Setahun terakhir negeri ini tidak mengalami musim kering karena kemaraunya-pun basah – tetap ada hujan di musim kemarau. Dampaknya lahan sawah yang biasanya ditanami padi satu atau dua kali setahun, tahun ini banyak yang bisa ditanami tiga kali. Karena musim hujan yang turun di musim kemarau – yang biasanya kering – juga membuat kita tidak perlu banyak direpotkan dengan kebakaran hutan yang meluas seperti tahun-tahun sebelumnya. Peristiwa semacam ini bisa dijelaskan secara ilmiah melalui fenomena La Nina dan El Nino, tetapi juga bisa menjadi tadabur terhadap ayat-ayatNya utuk mengantisipasi what next-nya !
Penjelasan
secara science and guidance ini perlu agar tidak ada yang mengklaim
bahwa kecukupan pangan dan berkurangnya kebakaran hutan tahun ini adalah
karena keberhasilan program kerjanya. Ini juga agar kita tidak lengah
dengan apa yang bisa terjadi di tahun-tahun berikutnya.
Ketika
terjadi El Nino tahun 2015 – musim kering panjang kita alami karena
suhu muka laut yang meningkat di Samudra Pacifik area Khatulistiwa,
akibatnya supply uap air yang berkurang di wilayah Indonesia sehingga
mengalami kemarau panjang dan minimnya curah hujan.
Kebalikannya
adalah yang terjadi dengan La Nina tahun 2016, suhu muka laut di
Samudra Pacifik area Khatulistiwa mendingin, supply uap air meningkat di
wilayah Indonesia sehingga mengalami musim hujan yang panjang, hujan
tetap turun di musim kemarau – yang disebut fenomena kemarau basah,
areal lahan yang bisa ditanami padi menjadi meluas.
Jadi
dari kacamata science-pun jelas bahwa meluasnya areal tanam tahun 2016
lalu bukan prestasi institusi atau kementerian tertentu di negeri ini,
kita beruntung karena yang datang adalah fenomena si ‘anak perempuan’ yang bernama La Nina, bukan si ‘anak laki-laki’ yang bernama El Nino. Dalam bahasa Spanyol La Nina berarti anak perempuan, dan El Nino adalah anak laki-laki.
Bila
Science hanya sampai bisa menjelaskan dua fenomena tersebut lengkap
denngan sebab musababnya, Guidance kita bisa lebih jauh lagi – yaitu
lantas siapa yang bisa menggerakkan angin itu ? Tidak ada yang bisa
mengklaim bahwa pergerakan angin itu sebagai programnya – selain Allah
semata !
“Dialah
yang meniupkan angin sebagai kabar gembira, mendahului kedatangan
rakhmatNya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung,
Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di
daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai
buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati,
mudah-mudahan kamu mengambi pelajaran” (QS 7:57).
Guidance
atau petunjuk kita juga tidak berhenti di sini, selain menjelaskan apa
yang terjadi dan bagaimana terjadinya – kita juga diberi petunjuk lebih
jauh – apa yang mestinya kita lakukan setelah kita memahami fenomena
silih bergantinya musim hujan dan musim kering yang panjang.
Apa
dampaknya kalau kita merasa bahwa swasembada pangan tahun 2016 yang
diwarnai dengan cukupnya produksi beras adalah program kita ? Demikian
juga dengan menurunnya titik kebakaran hutan adalah program kita ? Kita
akan berbangga diri dengan program yang ada, dan tidak menyadari bahwa
program tersebut tidak akan memadai untuk menghadapi situasi ketika yang
datang bukan La Nina melainkan El Nino !
Maka
kita diberi petunjuk melalui cerita yang paling indah – Ahsanal
Qoshoshi – yaitu kisah nabi Yusuf ‘Alaihi Salam ketika dengan ijinNya
bisa menafsirkan mimpi raja tentang akan adanya tujuh tahun yang basah
diikuti oleh tujuh tahun yang kering.
“Dia
(Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun secara
sungguh-sungguh; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di
tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan
datang tujuh tahun yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu
simpan untuk menghadapinya. Kecuali sedikit dari apa (bibit) yang kamu
simpan” (QS 12:47-48).
Jadi
inilah yang seharusnya kita lakukan dalam menyikapi musim hujan yang
panjang, kita manfaatkan untuk bercocok tanam secara sungguh-sungguh
untuk menghasilkan bahan pangan yang terbaik. Kita makan secukupnya,
selebihnya kita amankan untuk cadangan makanan maupun bibit untuk
menghadapi masa paceklik yang akan datang.
Ketika
dikelola dengan petunjukNya, bumi Mesir yang kering sekalipun bisa
bebas dari paceklik ketika bumi sekitarnya paceklik. Sebaliknya bila
mengabaikan petunjukNya - di bumi yang subur sekalipun, manusia bisa mengalami paceklik bahkan ketika bumi di sekitarnya tidak paceklik.
Lantas
bagaimana sikap kita ? Kita bukan Mesir di jaman Nabi Yusuf ‘Alaihi
Salam - ketika rajanya nurut dengan petunjukNya (melalui mimpi raja yang
ditafsirkan oleh Nabi Yusuf) kemudian menerapkannya dalam strategi
pertanian dan penyimpanan hasilnya untuk
menghadapi paceklik. Di negeri ini, setelah 72 tahun merdeka petunjuk
yang begitu jelas dan lengkap itu belum pernah digunakan untuk mengambil
kebijakan dan strategy dalam membangun sawsembada pangan atau food
security kita yang sesungguhnya.
Tetapi
lain negara – lain pula rakyatnya, rakyat seperti kita-kita bebas dan
dilindungi undang-undang untuk bisa mengamalkan ajaran Agama kita secara
menyeluruh, dan tidak ada siapapun yang bisa melarangnya. Bahkan bila
penduduk negeri ini banyak mengamalkan petunjuk-petunjukNya, dari sana
pulalah insyaAllah akan lahir keberkahan dari langit dan dari bumi untuk
negeri ini seperti yang dijanjikanNya.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS 7:96)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar